Mongabay.co.id

Optimisme Melanie Subono untuk Lingkungan Indonesia yang Lebih Baik

Melanie Subono yang tidak asing dengan isu lingkungan. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

 

Apa yang baik untuk bumi, baik untuk kita dan sebaliknya. Baiklah pada semua ciptaan, maka hidup akan baik pada akhirnya. Itu yang saya percaya. Membantu manusia, memanusiakan manusia, memeluk hewan, berbicara pada tanaman, menghormati alam. Itu menjadi prinsip hidup saya. Ibu, Bumi Pertiwi. Tulis Melanie Subono, seniman sekaligus aktivis ragam isu, baru-baru ini di instagramnya @melaniesubono.

Pernyataan itu, sejalan dengan apa yang Melanie sampaikan dalam Bincang Alam Mongabay Indonesia bertajuk “Bicara Masa Depan Alam Indonesia” pada Jumat [09/7/2021]. Talk show ini merupakan kerjasama antara Mongabay Indonesia bersama Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam program CASE for SEA.

“Saya berani bilang, Indonesia punya kekayaan luar biasa. Saya yang lahir dan besar di Jerman, kemudian pulang dan menetap sekitar satu tahunan, berani memutuskan menjadi warga negara Indonesia,” terangnya.

Menurut Melanie, Indonesia begitu keren kekayaannya, terlebih alamnya. Apa yang tidak ada di negeri ini. Bisa dibilang, ke manapun tangan kita diletakkan, kita gali tanahnya pasti ada hasilnya.

“Saya belajar dari berbagai sumber, soal alam dan bagaimana seharusnya melakukan sesuatu yang baik untuk alam Indonesia, khususnya.”

Dia mencontohkan kondisi gajah yang secara fakta hari ini begitu terancam di rumahnya sendiri, hutan. Hutannya dirusak dengan cara ditebang pohonnya, kemudian diganti perkebunan. Tanahnya ditambang diambil emasnya, diambil minyaknya dengan cara yang tidak tepat.

Melanie juga cerita perjalanan ke laut, hutan, dan wilayah terluar Indonesia yang dijalaninya sekitar 20 tahun. Uniknya, hampir setiap weekend, ada nama wilayah yang belum dia kenal yang ternyata daerah itu sungguh indah.

Anehnya, banyak di antara kita yang justru mengenali Indonesia dari media asing. “Indonesia seperti sekolah alam yang tidak pernah habis kelasnya. Di negeri ini pembelajaran selalu berlanjut secara alamiah. Tuhan memberikan kekayaan alam kepada kita dengan segala kebutuhannya. Coba bayangkan, apa yang tidak ada di negeri kita?” ungkapnya.

Baca: Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu

 

Melanie Subono yang selalu semangat menyuarakan isu lingkungan di Indonesia. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Dia juga mengatakan, sering bertemu masyarakat adat di beberapa daerah Indonesia. Masyarakat adat, bagi Melanie, adalah guru untuk belajar hidup, yang memiliki hubungan baik dengan alam Indonesia. Masyarakat yang paling mengerti dan menghargai alam.

“Jujur, saya saja saat mengunjungi mereka malu untuk mengeluarkan alat moderen seperti handphone. Sementara mereka mengeluarkan sesuatu yang luar biasa alami dan bermanfaat langsung bagi kesehatan. Hal itu menyadarkan saya, kekayaan alam memang perlu dirawat agar kita bisa mendapatkan manfaat dari alam itu sendiri,” ungkap perempuan yang aktif mengkampanyekan isu lingkungan dan HAM itu.

Masyarakat adat, jelas Melanie, adalah orang-orang yang sederhana menjalankan kehidupan dan memiliki rasa syukur yang tinggi atas nikmat yang telah diberikan Tuhan, melalui alam yang jadi tempat hidup mereka. Untuk itu, kita semua, harus sadar betul, menjaga kelestarian alam.

“Dalam bahasa saya, dalam konteks agama dan sains pun, alam akan baik-baik saja tanpa kehadiran manusia. Oleh karena kita butuh alam, sudah sepatutnya kita menjaganya. Saya tegaskan kembali, manusia butuh alam untuk keberlangsungan hidupnya,” seru Melanie.

Baca juga: Petisi Hentikan Penyiksaan, Akhiri Atraksi Tunggang Gajah di Borobudur

 

Melanie Subono juga membuat petisi “Stop Elephant Cruelty, Stop Penyiksaan Gajah di Borobudur.” Foto: Nuswantoro/Mongabay Indonesia

 

Petisi hentikan gajah tunggang di Borobudur

Melanie juga menuturkan aksi nyatanya untuk menghentikan atraksi tunggang gajah di Candi Borobudur, 2019 lalu.

Borobudur adalah kekayaan milik Indonesia yang ditetapkan sebagai warisan dunia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization [UNESCO] atau Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

“Fenomena itu yang menggerakkan saya dan rekan-rekan melayangkan surat protes melalui petisi dan media terhadap kondisi yang ada.”

Dia menjelaskan, pihak pengelola saat itu ada yang mengatakan, dalam sejarahnya gajah diperbantukan untuk aktivitas manusia. Memang benar, tapi itu dulu. Gajah diperbantukan keluar masuk hutan oleh orang yang hidup dalam sejarah saat itu.

Melanie dan pegiat lingkungan lainnya pun memberikan edukasi bahwa memanfaatkan gajah tidak harus ditunggangi. Dia tegaskan, tidak bermaksud untuk menghilangkan mata pencaharian yang ada. Tapi lebih memberikan pemahaman, akan lebih indah dan bermanfaat melihat aktivitas gajah di habitat alaminya.

Advokasi itu membuahkan hasil, direspon pihak pengelola. Atraksi menunggang gajah telah dihentikan sejak 2019.

“Kenapa harus dimulai dari Borobudur? Borobudur adalah kebanggaan Indonesia dan menjadi sorotan dunia. Kami pikir saat itu, kalau dimulai dari tempat lain takut tidak mendapat respon. Syukurnya lagi, gajah-gajah di sana sudah tidak ditunggangi,” ungkapnya.

 

 

Energi terbarukan

Melanie juga bercerita, sangat termotivasi untuk mengadvokasi soal energi. Kenapa? Karena semua sektor di kehidupan ini berkaitan. Alam, hewan, lingkungan, dan manusianya. Kalau siklus ini putus, hewan bisa punah, bumi akan rusak, Indonesia secara khusus, juga akan krisis keanekaragaman hayati dan sumber energi.

Hari ini, kita ramai membicarakan isu energi terbarukan. Kita mencoba untuk hidup tanpa energi fosil. “Soal energi, mungkin menjadi sesuatu yang tidak terlihat. Berbeda ketika kita bicara gajah, bisa ditunjukkan fotonya. Nah karena tidak kelihatan ini, suatu saat energi bisa habis dan tentunya membuat membuat shock.”

Anak muda, katanya, mungkin tidak semuanya paham energi terbarukan. Padahal ini penting. Dulu, mungkin kita juga tidak pernah membayangkan bila harus beli oksigen, juga pakai masker. Kenyataannya, sekarang betul-betul terjadi.

“Bagaimana sepuluh tahun lagi? Sekarang, bumi digali untuk diambil isinya tanpa pikir panjang risikonya.”

Melanie menjelaskan, ada cara sederhana untuk mengadopsi energi bersih dan meminimalisir pencemaran lingkungan. Yakni, memulai dari rumah, gunakan energi seperlunya saja.

“Bila kita tidak melakukan advokasi soal lingkungan, minimal kita follow akun penyuara isu lingkungan,” katanya.

Dia mencontohkan, anak kecil di Jerman yang memiliki pemikiran hemat listrik, meminta orangtuanya untuk mematikan lampu saat tidak digunakan. Meski secara teknis, mereka tidak bisa bicara soal energi terbarukan serta teori peduli lingkungan seperti yang para aktivis lingkungan lakukan. Tetapi, anak kecil di sana sedari kecil memang sudah diajarkan terbiasa hidup hemat energi.

“Nah, hal semacam ini yang perlu dibiasakan di Indonesia. Terbiasa dengan gaya hidup sederhana dan peduli lingkungan.”

 

Seluruh makhluk hidup di bumi ini adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan. Sudah sepatutnya, manusia menjaga sekaligus melestarikan lingkungan hidupnya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Edukasi yang sejati, menurut Melanie, adalah dengan cara memberi contoh bagi orang lain, dalam hal apapun. Termasuk kepedulian terhadap lingkungan. “Kita bisa mengadaptasi hidup sederhana dengan praktik kearifan lokal ramah lingkungan. Pertanyaannya, mau atau tidak? Itu saja. Mulailah dengan hal-hal kecil dulu,” jelasnya.

Dia pun mengajak semua elemen masyarakat untuk sadar, apa yang dibuat manusia tidak akan pernah bisa menandingi apa yang sudah disediakan alam.

“Eyang Habibie pernah berkata, jika ingin menyelamatkan Indonesia, selamatkan dulu sumber daya manusianya. Bila manusianya teredukasi, alam akan dirawat dengan baik,” ungkapnya.

Menjaga alam Indonesia bisa dimulai dari tempat kita masing-masing. Tidak perlu jauh-jauh berjuang ke luar daerah, sementara di tanah kelahiran terabaikan. Kita bisa menjadi people power di daerah masing-masing, lalu merembet ke daerah lain.

“Tidak perlu mengembara menjadi aktivis lingkungan, kalau kehidupan di lingkungan sekitar tidak terurus. Percuma berkoar soal lingkungan untuk orang di luar daerah, sementara keluarga dan lingkungannya tidak teredukasi,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version