Mongabay.co.id

Mengapa Bulan Juli yang Seharusnya Kemarau Masih Ada Banjir?

 

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan Juli di wilayah Jawa Tengah (Jateng) bagian selatan masih diguyur hujan. Bahkan, pada Rabu (21/7) terjadi hujan lebat yang mengakibatkan banjir di sejumlah kecamatan di Cilacap.

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, banjir terjadi di dua kecamatan yakni Kecamatan Jeruklegi dan Kecamatan Kawunganten. Di Kecamatan Jeruklegi, ada enam desa yang terdampak yakni di Desa Cilibang, Jeruklegi Wetan, Sawangan, Prapagan, Brebes dan Jambusari. Selain merendam rumah-rumah milik warga, juga sempat menggenangi jalan nasional di dua titik. Akibatnya arus lalu lintas mengalami kemacetan panjang.

Selain ke Kecamatan Jeruklegi, banjir juga terjadi di Kecamatan Kawunganten tepatnya di Desa Kalijeruk. Laporan dari BPBD Cilacap menyebutkan jika ada 120 rumah milik warga yang terendam. Banjir terjadi setelah adanya luapan Sungai Cibereum.

“Di sejumlah desa, ada rumah warga yang terdampak karena terendam banjir. Namun demikian, warga bertahan dan tidak melakukan pengungsian. Pada pagi hari memang sempat tinggi, tetapi kemudian siang hingga sore hari, banjir berangsur-angsur surut. Banjir yang terjadi memang akibat hujan lebat sehingga volume air melimpas dari sungai,” kata Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap Tri Komara Sidhy pada Rabu  sore.

baca : La Nina Berpotensi Timbulkan Bencana Banjir dan Longsor, Bagaimana Antisipasinya?

 

Banjir yang terjadi di Kecamatan Jeruklegi, Cilacap pada Rabu (21/7). Foto : L Darmawan

 

Menurut Tri Komara, banjir yang terjadi pada musim kemarau tidak terlalu lama bertahan, karena pada siang dan sore hari, sudah tidak ada hujan. “Meski banjirnya relatif cepat, tetapi cukup mengagetkan. Sebab, biasanya pada bulan Juli merupakan musim kemarau dan BPBD Cilacap disibukkan dengan suplai air bersih karena banyak daerah yang mengalami kekeringan. Tetapi ternyata tahun ini berbalik, malah pada Juli masih tetap terjadi hujan lebat. Mungkin sekarang memang kemarau basah,”ungkapnya.

Dijelaskan oleh Tri Komara, Tim BPBD masih melakukan inventarisasi kerugian akibat banjir yang terjadi. “Langkah-langkah yang telah diambil di antaranya adalah mendatangi lokasi bencana dan assessment, melakukan evakuasi, melaksanakan operasi tanggap darurat, pengiriman logistik dan penanganan darurat. Pada sore harinya, Tim BPBD juga ikut serta bersama masyarakat untuk membersihkan sisa banjir. Ke depan, tentu mendata kerusakan infrastruktur akibat banjir tersebut,”katanya.

Dihubungi terpisah, Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi BMKG Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo mengatakan bahwa normalnya pada bulan Juli memang telah memasuki musim kemarau. Tetapi pada kenyataannya, tahun ini masih ada hujan, bahkan intensitasnya lebat. Sehingga mengakibatkan banjir yang ada di Jeruklegi dan Kawunganten.

“Kami mencatat, curah hujan memang cukup tinggi. Misalnya di Kecamatan Kawunganten, tercatat 156 milimeter (mm). Sedangkan untuk wilayah lain juga hujan, meski curah hujannya di bawah Kawunganten. Misalnya untuk Adipala 46 mm, Maos 55 mm, Binangun 51 mm, Gandrungmangu 70 mm dan Tunggul Wulung, Jeruklegi 64 mm,” katanya.

“Banjir yang terjadi di Cilacap tidak hanya dipicu oleh hujan lebat yang terjadi di sekitar Jeruklegi dan Kawunganten saja, melainkan juga curah hujan di hulu. Hulu adalah wilayah di Wangon, Banyumas. Dan di sana curah hujan juga cukup tinggi. Sehingga air dari hulu mengalir dan menimbulkan banjir di Jeruklegi dan Kawunganten. Ada limpasan air dari sungai di wilayah setempat,” jelas Teguh.

baca juga : Masuki Kemarau, BMKG: Waspada Karhutla dan Optimalkan Simpan Air

 

Warga menggotong sepeda motor yang tidak mampu melewati genangan air di jalan. Foto : L Darmawan

 

Mengapa bisa terjadi hujan lebat padahal saat sekarang musim kemarau? Teguh mengatakan bahwa saat sekarang terjadi gangguan cuaca. Bahkan fenomena gangguan cuaca terjadi secara bersamaan. “Ada dua gangguang cuaca yakni Dipole Mode Indeks (DMI) dan Madden-Julian Oscillation (MJO). Dua fenomena gangguan cuaca itulah aktif secara bersamaan, yang kemudian memicu pertumbuhan awan hujan di sejumlah wilayah, khususnya di Jawa,”katanya.

Menurutnya, DMI normalnya kurang lebih 0,4 tetapi saat sekarang yang terjadi mencapai 0,46. Sehingga ada suplai uap air dari wilayah Samudra Hindia wilayah Indonesia bagian barat secara signifikan. Dengan demikian, ada aktivitas tumbuhnya awan hujan secara signifikan di Indonesia bagian barat.

Selain itu, kata Teguh ada fenomena MJO di Kuadran 5 wilayah Samudra Hindia yang berkontribusi pada pembentukan awan hujan di Indonesia. “Ada juga Rossby Ekuator di Jawa, Lampung, Kalimantan Utara dan Sulawesi Utara. Sedangkan Tipe Low Frequency terjadi di Jawa, Kalimantan dan Sulawesi,”katanya.

Dikatakan oleh Teguh, ada juga fenomena anomali suhu permukaan laut atau sea surface temperature (SST). Anomali cuacanya ada peningkatan antara 1-3 derajat Celcius. Tentu saja, hal itu memicu penguapan sehingga ada penambahan massa uap air.

“Ada cukup banyak wilayah yang potensi penguapannya meningkat. Di antaranya adalah Laut Andaman, Selat Malaka, Samudra Hindia barat Sumatra, Laut Jawa, Selat Madura, Samudra Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Timur, Laut Bali, Laut Flores, Selat Makassar, Teluk Bone, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Laut Sawu, Laut Timor, Laut Arafuru, Laut Halmahera, Teluk Cendrawasih, dan Samudera Pasifik utara Papua,”paparnya.

baca juga : Banjir jadi Langganan, Walhi: Bencana Ekologis Perlu Penanganan Serius dan Terintegrasi

 

Warga membersihkan rumahnya pacabanjir yang terjadi di Cilacap. Foto : L Darmawan

 

Menurut Teguh, adanya gangguan cuaca tersebut dapat terjadi hingga beberapa hari bahkan seminggu. Oleh karena itu, BMKG terus menginformasikan prakiraan cuaca di seluruh wilayah, sehingga ada antisipasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah.

“Sebetulnya potensi hujan lebat yang terjadi di wilayah Cilacap sudah terprediksi sebelumnya. Dan potensi curah hujan tinggi masih ada, sehingga kewaspadaan harus terus ditingkatkan. Kondisi seperti ini sebetulnya hanya sampai Juli. Saya kira kalau Agustus sudah tidak ada lagi,”jelas Teguh.

BMKG, lanjut Teguh, akan terus menginformasikan prakiraan cuaca, sehingga jika memang ada potensi hujan lebat bisa diantisipasi lebih dini.

 

Exit mobile version