Mongabay.co.id

Tidak Hanya di Sulawesi, Babirusa Ditemukan juga di Pulau Ini

 

 

Babirusa, satwa yang identik dengan Pulau Sulawesi, ditemukan juga keberadaannya di Pulau Buru, Maluku. Babirusa merupakan satwa aneh karena memiliki taring menyerupai rusa, namun secara taksonomi masuk golongan keluarga Suidae, semua jenis babi ada di sini. Babirusa [Babyrousa babyrussa] ini ditemukan melalui kamera jebak [camera trap] Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Maluku.

BKSDA Maluku memasang 10 unit kamera jebak sejak April hingga Juni 2021, di tujuh lokasi lintasan satwa. Tepatnya, pada areal berkubang atau tempat bermain satwa, tempat satwa menggaram [saltlicks], ataupun tempat mencari pakan di kawasan Suaka Alam Masbait, Pulau Buru. Hasilnya, dari 10 kamera jebak itu hanya satu kamera yang tidak merekam keberadaan babirusa.

Dalam rilisnya BKSDA Maluku menyebutkan bahwa temuan ini merupakan bukti pertama penemuan atas survei intensif yang dilakukan sejak 1995. Sejak survei tersebut, belum pernah ditemukan babirusa secara langsung kecuali jejaknya, sampai pada 1997 ditemukan tengkorak babirusa oleh seorang pemburu di sekitar Gunung Kapalat Mada, Pulau Buru. Sehingga terkonfirmasi bahwa Pulau Buru merupakan habitatnya babirusa.

Informasi dari masyarakat setempat menunjukkan, mereka pernah menjumpai babirusa di hutan-hutan perbukitan dan pegunungan. Juga, mitos warga setempat bahwa babirusa akan muncul untuk menunjukkan jalan keluar bagi yang tersesat di hutan, memperkuat informasi Pulau Buru sebagai habitat babirusa secara tidak langsung.

Baca: Mengapa Satwa Endemik Sulawesi Ini Bernama Babirusa?

 

Babirusa yang terpantau keberadaannya di Pulau Buru, Maluku, melalui pemasangan kamera jebak sejak April hingga Juni 2021. Foto: Dok. KLHK/BKSDA Maluku

 

BKSDA Maluku sejak 2011 sampai 2013 telah melakukan survei intensif, tetapi belum mendapatkan bukti perjumpaan langsung dengan babirusa di Pulau Buru. Selanjutnya, berawal dari ditemukannya tengkorak dan tulang belulang babirusa oleh Tim BKSDA Maluku yang sedang patroli rutin di kawasan Suaka Alam Masbait pada November 2019, maka pencarian dilakukan.

“Program konservasi babirusa, khususnya di Pulau Buru, seperti peningkatan patroli pengamanan, penyadartahuan masyarakat serta survei pakan/habitat akan dijalankan. Selain itu, akan dilaksanakan juga survei pemantauan dengan kamera jebak di habitat babirusa lainnya seperti di Pulau Mangole dan Pulau Taliabu, untuk pembuktian langsung keberadaan babirusa Maluku,” ujar Danny H Pattipeilohy, Kepala BKSDA Maluku, dalam penjelasan tertulisnya, Jumat [16 Juli 2021].

BKSDA Maluku menjelaskan, di habitat alaminya khususnya di Pulau Buru, populasi satwa ini terancam akibat perburuan liar baik, untuk konsumsi maupun by-catch [tangkapan sampingan] karena pemasangan jerat babi untuk eradikasi hama pertanian, serta akibat fragmentasi habitat.

Dalam rilis yang sama, disebutkan, selain mendapat rekaman foto babirusa, kamera jebak yang dipasang oleh BKSDA Maluku juga menangkap beberapa gambar jenis satwa lain seperti gosong maluku [Eulopia wallacei], burung arika [Gallicrex cinerea], gosong kelam [Megaphodius freycinet buruensis], musang/rase [Viverra tangalunga], biawak [Varanus salvatori), rusa timor [Rusa timorensis], dan babi hutan sulawesi [Sus celebensis].

Baca: Dr Lynn Clayton: Babirusa, Mamalia Teraneh di Dunia

 

Keberadaan babirusa di Maluku akhirnya diketahui di Pulau Buru setelah melalui survei yang panjang. Foto: Dok. KLHK/BKSDA Maluku

 

Bukan mitos

Abdul Haris Mustari, Dosen Departeman Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor [IPB], menjelaskan bahwa babirusa yang ada di Maluku dan tersebar di Pulau Buru, Sula, dan Pulau Taliabu sejak dahulu telah diketahui keberadaannya. Bukan mitos.

Bahkan, Haris Mustari melakukan perjumpaan langsung dengan babirusa ketika melakukan penelitian di Pulau Taliabu di Maluku Utara, tahun 2006.

“Mungkin disebut mitos karena populasinya yang semakin jarang, akibat degradasi hutan besar-besaran. Apalagi, babirusa biasanya identik dengan Sulawesi. Tapi sebenarnya masyarakat yang setiap hari masuk hutan seringkali berjumpa dengan babirusa,” ujarnya kepada Mongabay, Sabtu [24 Juli 2021].

Menurut dia, secara ekologi, paleoekologi, geologis, dan juga teori pergerakan lempeng, dahulunya Pulau Taliabu, Pulau Sula, dan Pulau Buru menyatu dengan daratan Pulau Sulawesi bagian timur, yaitu wilayah Balantak pada 14 juta tahun silam. Akar evolusi babirusa berawal dari periode tersebut, hingga kemudian Sulawesi sudah tidak lagi terhubung dengan Pulau Maluku di timur dan Kalimantan di barat, sejak 1-2 juta tahun lalu.

Bahkan secara taksonomi, katanya, nama ilmiah babirusa yaitu babyrousa babyrussa pertama kali diambil dari temuan yang ada di Pulau Buru, terdiri tiga subspesies, yaitu babyrousa babyrussa celebensis [babirusa di Sulawesi daratan], babyrousa babyrussa togeanensis [babirusa di Kepulauan Togean], dan babyrousa babyrussa babyrussa [Pulau Buru dan Kepulauan Sula].

Dan juga, satu spesies yang sudah punah, babyrousa babyrussa bolabatuensis [babirusa bolabatue di Sulawesi Selatan], yang ditemukan dalam bentuk fosil di semenanjung selatan Sulawesi.  

“Namun setelah dilakukan penelitian kembali, berdasarkan perbedaan morfologi, keempat subspeseis babirusa itu adalah spesies yang berbeda. Nah, penandanya adalah yang tadinya nama ilmiahnya terdiri dari tiga kata menjadi dua kata saja,” kata Mustari.

Baca juga: Jalan Sunyi Abdul Haris Mustari Meneliti Anoa

 

Inilah rangka tubuh dan tengkorak babirusa yang ditemukan di Pulau Buru pada survei-survei yang dilakukan sebelumnya, hingga akhirnya wujud babirusa benar-benar terpantau. Foto: Dok. KLHK/BKSDA Maluku

 

Dalam buku terbarunya, Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi [2020], Abdul Haris Mustari menjelaskan bahwa secara morfologi terdapat perbedaan antara babirusa di Pulau Buru [Babyrousa babyrussa] dengan babirusa di Pulau Sulawesi daratan [Babyrousa celebensis].

Babirusa di Pulau Buru dikenal berbulu lebat sehingga sering disebut hairy babyrousa. Selain itu, rambut pada tubuh babirusa ini tumbuh panjang, ekor berkembang baik, dan gigi taring atas pada jantan biasanya pendek. Secara umum, gigi taring atas berbeda atau sejajar satu sama lain.

“Ukuran tubuhnya kecil dengan ukuran gigi yang kecil pula. Jika dibandingkan babirusa sulawesi, dari segi umur dan jenis kelamin yang sama, maka di Sulawesi lebih besar,” ungkapnya.

 

 

Exit mobile version