Mongabay.co.id

Komitmen Konservasi Penyu di Tengah Pandemi di Cilacap

 

Matahari sudah mulai condong ke arah barat. Sejumlah pegiat konservasi penyu yang tergabung dalam Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja, Cilacap, Jawa Tengah, tampak sibuk pada Jumat (24/7/2021) lalu. Mereka memilih tukik dan penyu jenis Lekang (Lepidochelys olivacea) yang akan dilepasliarkan di Pantai Sodong, sebuah pantai sepi di Adipala, Cilacap yang langsung berbatasan dengan Samudra Hindia.

Ada dua kotak besar dan dua ember yang dibawa dari tempat Konservasi Penyu Nagaraja menuju ke Pantai Sodong yang jauhnya sekitar 500 meter. Begitu sampai di pantai, penyu yang sudah berusia 9 bulan dan 14 bulan yang dilepasliarkan awal. Menyusul kemudian tukik. Dalam pelepasliaran tahap pertama di tahun 2021, ada 62 penyu dan tukik yang dirilis. Rinciannya 30 ekor tukik usia 15 hari, 31 ekor penyu umur 9 bulan dan satu ekor penyu berusia 14 bulan.

Tukik dan penyu yang hidup di lokasi konservasi penyu, berasal dari telur-telur penyu yang berhasil diselamatkan oleh para pegiat konservasi maupun masyarakat luas. “Jadi, kami beroperasi pada malam hari mulai dari Pantai Sodong, Adipala hingga ke Pantai Jetis, Nusawungu. Tahun ini, kami bersama warga menyelamatkan telur penyu sebanyak 428 butir,”jelas Ketua Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap, Jumawan.

baca : Enam Penyu Mendarat di Perairan Cilacap dalam Kondisi Mati, Ada Apa?

 

Penyu yang berumur sekitar 9 bulan dilepasliarkan. Foto : L Darmawan/Mongabay Inodonesia

 

Menurutnya, dari 428 telur tersebut, sebagian telah berhasil ditetaskan. Sebagian besar lainnya masih dalam proses penetasan. Telur-telur yang telah diselamatkan sudah ditempatkan di lokasi khusus dalam area konservasi. “Kemungkinan nantinya akan bisa menetas pada Agustus mendatang. Jumlahnya lebih dari 100 ekor,”ujarnya.

Selain itu, saat sekarang di tempat konservasi masih ada 92 ekor tukik dan penyu yang belum dirilis. Umurnya beragam, yang tukik usia 15 hari dan yang penyu berumur 9 bulan. Secara total, pihaknya telah melakukan rilis tukik dan penyu sejak tahun 2019 lalu lebih dari 200 ekor.

“Pada tahun 2019, kami merilis sebanyak 32 ekor tukik. Kemudian pada 2020, ada 142 tukik yang dlepasliarkan. Lalu pada 2021, untuk tahap pertama ada 62 ekor. Tahun ini akan ada lagi, karena yang menetas saja mencapai 100 ekor,”papar Jumawan.

baca juga : Para Penyelamat Penyu di Pesisir Selatan yang Keluarkan Kocek Sendiri untuk Konservasi

 

Penyu-penyu dalam wadah segera dilepasliarkan di Pantai Sodong, Cilacap. Foto : L Darmawan/Mongabay Inodonesia

 

Dijelaskan oleh Jumawan, pihaknya masih terus melakukan patroli malam bersama para pegiat konservasi penyu maupun bersama masyarakat. Selain itu, pihaknya tak henti-hentinya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar jika menemukan telur untuk diserahkan.

“Salah satu tantangannya masih sama yakni perburuan telur penyu. Sebab, sebagian masih meyakini kalau telur penyu dapat digunakan sebagai obat vitalitas. Padahal, dari sisi medis sudah terbantahkan. Harga telur penyu biasanya Rp3 ribu hingga Rp4 ribu per butir. Karena itulah, kami masih terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat,”jelasnya.

Menurutnya, dari hasil sosialisasi dan edukasi yang dilakukannya, banyak warga yang kemudian menyetorkan kepada pengelola konservasi, ada juga yang melaporkan. “Jika ada yang melaporkan, maka tim konservasi akan mengambil untuk dievakuasi agar dapat ditetaskan. Sedangkan yang memberikan akan diganti dengan sembako seadanya, sesuai kemampuan kelompok,”ujarnya.

baca juga : Ini Kisah Warga Jogosimo Penyelamat Telur Penyu hingga Menetas Jadi Tukik

 

Penyu Lekang yang berusia sekitar 9 bulan. Foto : L Darmawan/Mongabay Inodonesia

 

Jumawan mengakui jika kondisi pandemi berdampak besar bagi pengelolaan konservasi tukik dan penyu. Sebab, pada masa pandemi terutama PPKM Level 4, objek wisata ditutup dan lokasi konservasi juga tidak ada kunjungan. “Padahal, sebagian operasional pengelolaan konservasi penyu dan tukik berasal dari sumbangan para pengunjung. Kami tidak mematok tiket, hanya menyediakan tempat donasi,”katanya.

Menurutnya, semasa pandemi sebetulnya pihaknya cukup kesulitan pembiayaan. Sebab, biasanya ditopang adanya pengunjung yang datang berdonasi. “Tetapi, karena saat sekarang tidak ada pengunjung, maka kami mengeluarkan dana swadaya. Sebab, setiap harinya setidaknya membutuhkan dana sekitar Rp50 ribu untuk beli pakan. Selain membeli pakan, biaya pengambilan air laut dan pembelian sembako. Sembako ini dibeli sebagai ganti penyerapan telur penyu kepada kami,”kata dia.

perlu dibaca : Melepas Tukik Kala Pandemi COVID-19

 

Tempat penampungan tukik dan penyu. Foto : L Darmawan/Mongabay Inodonesia

 

Dijelaskan oleh Jumawan, karena kondisi masih pandemi, maka pihaknya akan lebih fokus pada penyelamatan telur sampai penetasan. Proses penetasan dari telur membutuhkan waktu sekitar 45-49 hari. Saat ini, kelompok Nagaraja memiliki 4 sarang yang digunakan penetasan telur penyu. “Karena keterbasan anggaran, maka banyak penyu dan tukik yang kami lepasliarkan. Jika masih tetap mempertahankan penyu ada di tempat konservasi, maka biayanya berat. Apalagi sementara ini sudah banyak uang kelompok yang keluar untuk biaya pemeliharaan tukik dan penyu,”ujarnya.

Meski demikian, Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja tetap konsisten untuk melaksanakan upaya konservasi. Sebab, jangan sampai penyu khususnya Lekang yang masih banyak di perairan Cilacap menjadi punah.

 

Penyu yang siap menuju lautan lepas. Foto : L Darmawan/Mongabay Inodonesia

 

Exit mobile version