Mongabay.co.id

Tiada Duanya: Situs Pengamatan Matahari Ini Dinobatkan Sebagai Warisan Budaya Dunia

 

 

Sebuah lokasi observasi matahari berusia 2.300 tahun di Peru, sebuah struktur berupa 13 menara batu yang dibangun di atas bukit dan dijadikan sebagai instrumen kalender kuno, dinyatakan sebagai Situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, Selasa [27/7/2021].

Situs arkeologi Chankillo namanya. Letaknya, 400 kilometer utara dari Lima, Ibu Kota Peru, dan menyimpan menara-menara batu yang dulunya dianggap sebagai bangunan ”misterius”.

Observatorium ini dibangun oleh peradaban kuno yang membantu masyarakat masa itu melakukan pengamatan astronomi yang akurat. Menara-menara berfungsi untuk menangkap garis edar matahari dan mengatur pencatatan waktu dengan akurasi menakjubkan antara bulan, titik balik matahari dan ekuinoks, yang kemudian membantu penetapan musim tanam dan panen, serta hari libur keagamaan.

Struktur ini berfungsi seperti jam raksasa, menandai berlalunya waktu selama rentang satu tahun. Menara terletak berbaris di sepanjang bukit, dipisahkan jarak lima meter.

Baca: Lembah Bada, Situs Megalitik Tertua Indonesia yang Diusulkan Jadi Warisan Dunia

 

Inilah Chankillo, situs pengamatan matahari kuno dengan 13 menara batu. Foto: Ivan Ghezzi/ lDARQ/Chankillo Archaeoastronomical Complex

 

Para peneliti takjub karena sudut pandang menara memiliki arah sejajar ketika matahari berada pada titik balik musim tertentu. Kedua ujung garis, ternyata menandakan titik balik matahari pada musim panas dan musim dingin.

Peristiwa matahari lainnya, seperti terbit dan terbenam, disejajarkan dengan menara berbeda. Karena alasan pesisir kering Peru, curah hujan bersifat musiman, sehingga kalender matahari diperlukan untuk menentukan waktu optimal dalam menanam di masa itu.

Area di timur dan barat menara batu tersebut menampilkan sisa-sisa benda yang digunakan untuk pengorbanan dalam ritual. Sementara itu, observatorium dan perlengkapan upacaranya dilindungi dinding benteng yang terbuat dari batu, lumpur, dan batang pohon.

Kompleks Chankillo berada di lokasi seluas 5.000 hektar, tetapi hanya sekitar satu persen yang telah dipelajari. Tahun lalu, merebaknya COVID-19 melumpuhkan penggalian arkeologi di tempat tersebut, meninggalkan banyak situs berisi benda-benda pra-Columbus yang tak ternilai dicuri penjarah yang lalu menjualnya ke pasar gelap.

Chankillo kehilangan beberapa wilayah yang diakibatkan ekspansi perkebunan oleh para petani lokal, yang telah lama ingin memperluas tanah mereka dan memanfaatkan kurangnya kontrol pemerintah untuk menanam di perbatasan situs tersebut.

Baca juga: Cerita Makhluk Hidup dan Alam Papua di Situs Megalitik Tutari

 

• Situs arkeologi Chankillo dinobatkan sebagai Situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, Selasa [27/7/2021]. Foto: Municipalidad Provincial de Casma/IDARQ/Chankillo Archaeoastronomical Complex

 

Iván Ghezzi, Direktur Program Chankillo dan juga arkeolog kenamaan Peru, mengatakan bahwa meskipun dia benar-benar bahagia dengan pengakuan itu, dia tidak terkejut bahwa Badan PBB itu memasukkan dalam daftar Situs Warisan Budaya Dunia.

“Ini adalah satu-satunya observatorium dari dunia kuno yang kita ketahui adalah kalender matahari tahunan yang lengkap,” terang Ghezzi, dikutip dari The Guardian, yang telah mempelajari dan bekerja di situs tersebut selama dua dekade.

“Menara-menara di Chankillo diposisikan sedemikian rupa, sehingga persis sama dengan pergerakan matahari sepanjang tahun, musiman dari dua titik pandang yang sangat jelas,” katanya. “Ini tidak ada duanya di mana pun, baik di Amerika ataupun dunia.”

“Peradaban kuno Peru mempraktikkan astronomi paling canggih saat itu,” tambahnya.

Para arkeolog percaya, situs itu kemungkinan ditinggalkan awal abad pertama dan dilupakan oleh sejarah sampai abad ke-19. Tidak ada sisa-sisa manusia yang ditemukan di reruntuhan dan sedikit yang diketahui tentang budayanya.

Peru memiliki 12 situs lain dalam daftar Warisan Dunia UNESCO, termasuk yang paling terkenal adalah benteng Inca di Machu Picchu.

 

 

Exit mobile version