Mongabay.co.id

Nasib Warga yang Terkurung Sirkuit Mandalika

Perkampungan warga berada di tengah Sirkuit Mandalika. Mereka sulit akses keluar sampai jebol pagar. Foto: Fathul Rahkman/ Mongabay Indonesia

DCIM/101MEDIA/DJI_1089.JPG

 

 

 

 

 

Abdul Kadir, lebih banyak duduk di berugak (gazebo) depan rumahnya. Hari-hari menanti kabar dengan cemas. Setiap ada mobil masuk ke kampung, dia berharap orang itu membawa kabar baik. Kondisi mencemaskan malah terjadi dalam dua bulan belakangan ini.

Pekerjaan proyek Sirkuit Mandalika dikebut. Suara kendaraan proyek sering terdengar. Kekhawatirannya, setelah proyek rampung, tak ada kepastian nasib warga yang hidup di sana.

“Sejak awal, susah kalau mau ke mana-mana,’’ kata pria dari Dusun Ebunut, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, ini.

Dusun Ebunut, satu-satunya kampung dalam proyek Sirkuit Mandalika yang masih tersisa. Sekitar 79 keluarga masih bertahan. Di sebelah utara, timur, dan barat adalah lintasan sirkuit, sebelah selatan pantai.

Ketika proyek sirkuit rampung, warga tak bisa bebas keluar masuk kampung. Pagar tinggi terpasang. Mereka harus jalan memutar cukup jauh. Kini, warga nekad menjebol pagar besi pembatas.

Sebelum Sirkuit Mandalika, kampung ini tak jauh dari pesisir pantai. Sebagian besar warga adalah nelayan. Mereka juga menggarap lahan kering di sekitar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Dengan naik motor mereka mudah mengakses pantai. Sejak proyek KEK Mandalika, khusus sirkuit, warga Ebunut tak lagi memiliki akses ke pantai.

“Keluar pun sekarang susah,’’ katanya.

Abdul Kadir termasuk warga yang dituakan di Ebunut. Dia lahir dan besar di kampung itu. Dari tujuh bersaudara, hanya dia yang masih hidup. Dia punya tiga anak dan tiga cucu. Keluarganya masih bertahan di Ebunut.

“Ini warisan dari orangtua kami, sejak dulu kami di sini.”

Abdul Kadir tak pernah menjual lahan kepada pemerintah, ataupun Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), BUMN yang mengelola lahan di KEK Mandalika.

Sejak 2016, ITDC dan pemerintah aktif menertibkan lahan di siitu. Mereka lakukan pembersihan dan mulai membangun. Pembangunan itu menggusur ribuan warga, petani dan nelayan termasuk usaha-usaha kecil pariwisata. Miliaran uang untuk ganti rugi lahan.

Warga Ebunut, satu-satunya kampung yang ditinggalkan, bak terlupakan. Terkepung di antara lintasan Sirkuit Mandalika yang ‘dibanggakan’.

“Tidak tahu mau kemana pindah,’’ katanya.

 

Baca juga: Nasib Para Perempuan yang Hidup di Sekitar KEK Mandalika

Warga terpaksa menjebol pagar pembatas lintasan sirkuit karena tidak ada akses keluar masuk kampung. Foto: Dedi/Mongabay Indonesia

 

Warga di Ebunut pasrah. Tidak tahu kemana lagi mengadu. Ketika Mongabay ke kampung itu, warga menuturkan sudah tak ada pemerintahan di dusun itu. Kepala dusun sudah pindah, apalagi pejabat lebih tinggi. Warga merasa mereka ditinggalkan begitu saja.

Mereka seperti ingin dihapus dalam peta Desa Kuta, seperti dilupakan sebagai bagian penduduk Desa Kuta. Mereka hanya diperlukan saat pemilu. Berbagai stiker kampanye kepala daerah dan pemilihan legislatif, masih tertempel di pintu-pintu rumah warga.

“Jujur, saya sudah diganti sebagian, tapi masih ada yang tidak diakui 1.8 hektar, dan yang masih bertahan ini keluarga saya,’’ kata Damar, warga Ebunut.

Damar, satu pemilik lahan yang cukup vokal bersuara. Dia melapor ke berbagai organisasi masyarakat sipil termasuk Komnas HAM. Pengalamannya, bekerja di bidang pariwisata membuat Damar memiliki jaringan luar, kepercayaan tinggi, dan kemampuan berkomunikasi dengan pihak luar. Dia cukup aktif berkomunikasi dengan organisasi masyarakat sipil yang aktif mengadvokasi.

“Lahan yang ditempati ini tidak pernah dijual, tidak pernah dilepas,’’ kata Damar.

Dia kaget ketika 2017, lahan warisan orangtuanya masuk dalam hak pengelolahan lahan (HPL) ITDC. Ketika meminta bukti pelepasan itu, dia tidak pernah mendapatkan.

Akta jual beli tanah pun tidak pernah dia lihat. Damar hanya tahu, secara turun temurun keluarganya tinggal di kawasan itu. Belakangan, proyek KEK Mandalika masuk. Saat itulah masa-masa penderitaan warga terjadi.

“Yang 1.8 hektar ini ada enam persil,’’ katanya.

Sebelumnya, Damar punya lahan di kampung itu. Sudah dapat ganti rugi.

Damar sedih lantaran masih ada keluarganya masih tertahan di Ebunut. Mereka belum mendapatkan ganti rugi dan tak memiliki lahan lain untuk membangun rumah.

 

Tunnel (terowongan)—dengan lingkaran merah– yang disiapkan sebagai akses pintu keluar masuk warga tampak penuh dengan tergenang air. Terpaksa warga menjebol pagar kawat sebagai pintu keluar masuk. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Anak-anak kesulitan sekolah

Matahari terik. Tidak ada pohon pelindung sepanjang jalan. Tanaman jagung, kelapa, pepohonan berganti dengan pagar kawat. Jalan becek berganti mulus. Jalan kualitas paling baik seantero Pulau Lombok. Pejabat dari pemerintah pusat, beberapa menteri, politisi dari kabupaten hingga pusat, sudah datang ke tempat itu. Berpose, mempromosikan kalau Indonesia, khusus, Lombok siap jadi tuan rumah gelaran MotoGP.

Rombongan dari Dorna Sports, penyelenggara balap motor terbesar di dunia itu juga pernah menginjak aspal itu. Mereka cukup puas.

Aspal yang sama dilalui juga puluhan anak-anak sekolah dari Kampung Ebunut dan Ujung Lauk. Warga di dua dusun ini masih bertahan di dalam.

Setelah Sirkuit Mandalika rampung, dua kampung itu berada di dalam sirkuit. Ebunut, benar-benar terkepung di dalam lintasan. Kalau melihat dari aspal sirkuit, kampung itu seperti sebuah rest area dengan pohon rimbun, bak hutan di tengah sirkuit yang panas. Begitu masuk ke dalam, rumah-rumah bedek warga masih berdiri kokoh. Bersebelahan dengan kandang sapi mereka.

Kehidupan di dalam kampung itu tidaklah mudah. Air sumur payau. Sejak proyek sirkuit, debu masuk rumah, terutama yang berada persis di pinggir. Ketika hujan, jalan becek.

Setelah sirkuit selesai, warga makin kesulitan akses. Pagar kawat tinggi dibangun pengembang proyek.

“Kami beli minum. Sekarang makin susah karena jalur masuk sangat susah, kami sering dilarang keluar masuk saat pengaspalan,’’ kata Inaq Luja, warga Ebunut.

Ibu-ibu paling khawatir sejak proyek Sirkuit Mandalika dibangun. Puluhan kendaraan berat lalu lalang. Truk dengan roda hampir setinggi anak-anak paling mereka khawatirkan. Orang tua tidak pernah lagi membiarkan anak-anak mereka berangkat sendiri ke sekolah.

“Sekitar 30 anak sekolah,” katanya.

Sebelum ada sirkuit, anak-anak biasa berangkat sendiri ke sekolah. Letak sekolah juga tak terlalu jauh. Melewati jalan kampung dengan pohon rimbun. Mereka biasa berangkat bersama anak-anak dari kampung lain. Sejak proyek mulai, satu persatu kampung hilang. Warga terpaksa pindah. Ada ganti rugi, tetapi mereka tak ada pilihan lain. Warga Ebunut masih tersisa karena tak kunjung mendapatkan ganti rugi.

“Kalau kami mau dipindahkan, kami hanya menginginkan ganti rugi tanah kami. Kami sudah memiliki sertifikat, kami sudah lahir dan orangtua kami dimakamkan di tanah ini.”

 

Rumah warga di Ebunut masih sangat sederhana, mereka bertahan karena merasa tidak pernah menjual tanah mereka. Di dinding-dinding rumah warga tertempel stiker dan poster calon kepala daerah dan politisi. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

***

Foto dan video yang beredar memperlihat warga menjebol pagar pembatas sirkuit membuat prihatin para aktivis di Lombok.

Selama ini pemberitaan masif terkait kesuksesan pembangunan Sirkuit Mandalika menutupi masalah di dalamnya. Ada 79 keluarga masih terkepung proyek itu. Mereka kesulitan keluar masuk kampung karena akses tertutup. Selebrasi penuntasan lintasan sirkuit pada 17 Agustus 2021 justru menjadi kado pahit bagi warga.

“Selama ini, publik dan pejabat Jakarta mengetahui bahwa masalah lahan Mandalika sudah tuntas. Hal ini akibat dugaan ada fakta-fakta yang ditutupi ITDC dalam laporan mereka ke Jakarta,’’ kata M Fihiruddin, Direktur Lombok Global Institute (LOGIS).

Dia menuntut pimpinan ITDC The Mandalika harus dimintai pertanggungjawaban. Bagi Fihir, kasus ini bukan saja mencoreng proyek KEK Mandalika, juga tamparan di mata dunia.

Lalu Alamin, Solidaritas Warga Intern Mandalika (SWIM) mengatakan, warga belum mendapatkan pembayaran. Yang bertahan kesulitan akses melaut, sulit keluar dari dalam kawasan. Selain jalan yang sudah banyak berubah, akses yang bisa dilalui sudah tertutup pagar kawat.

“Kami berharap gubernur memberikan solusi persoalan warga yang masih bertahan di dalam Mandalika.”

Aksi lain dilakukan KASTA NTB. Mereka datang ke Kampung Ebunut, membentangkan spanduk protes di atas lintasan dan memasang bambu, memblokir lintasan untuk balapan MotoGP.

Aksi ini dilakukan KASTA NTB karena terpukul dengan informasi 79 keluarga yang terkurung di dalam Sirkuit Mandalika.

“Sangat-sangat miris. Di tengah hingar bingar proyek, ada warga yang terkurung di dalam proyek itu,’’ kata Hasan dari KASTA NTB.

KASTA NTB meminta, pemerintah daerah dan pemerintah provinsi tidak sekadar berwacana membantu menyelesaikan masalah warga. Fakta, pemerintah juga “berpesta” di atas penderitaan warga.

Pada 17 Agustus, bertepatan dengan HUT RI, para pejabat menggelar perayaan ketuntasan proyek lintasan Sirkuit Mandalika. Saat sama, 79 keluarga mendapatkan diskiriminasi. Akses mereka bekerja, sekolah, ke pelayanan publik terhalang pagar proyek.

Aksi melubangi pagar itu, katanya, jangan dilihat sebagai tindakan kriminal, tetapi cara warga bertahan ketika terkurung.

“Coba bayangkan, bagaimana jika ada warg Ebunut sakit? Butuh ambulan, dimana jalur ambulance itu?”

 

Ada 30-an anak dari Ebunut yang bersekolah dan harus melewati lintasan Sirkuit Mandalika. Kalau MotoGP atau event apapun digelar di sirkuit, sudah pasti mereka tidak bisa lagi ke sekolah. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Gubernur janji tuntaskan masalah?

Hari itu, Zulkieflimansyah, Gubernur NTB mengenakan kaos merah, rompi coklat dan celana hitam sedang membonceng Ketua PKK Niken Saptarini keliling KEK Mandalika. Mengenakan motor Kawasaki W175, gubernur terlihat seperti warga biasa. Mengendarai motor, menyapa beberapa pekerja proyek, dan singgah di rumah warga.

Gubernur sudah menerima laporan tentang warga yang masih bertahan di kawasan. Setelah proyek jadi, akses mereka tertutup.

Pelaksana proyek KEK Mandalika cukup banyak. Ada PT Wijaya Karya (WIKA), PT Pembangunan Perumahan (PP), ITDC, Mandalika Grand Prix Association (MGPA), dan beberapa kontraktor swasta.

Mereka mengerjakan beberapa item proyek. “ITDC harus memperbaiki pola komunikasi dengan kontraktor di lapangan agar hal-hal seperti kemarin (warga menjebol pagar) tidak terjadi lagi akibat miskomunikasi,’’ kata gubernur.

Ada dua akses keluar masuk warga di tengah sirkuit. Dua akses itu adalah tunnel (terowongan) 1 dan tunnel 2. Gubernur sempat meninjau dua terowongan itu. Gubernur melihat air di dalam tunnel itu. Air itulah yang menghalangi warga keluar masuk melalui tunnel itu hingga mencari jalan pintas.

“Karena itu ITDC atau kontraktor yang bertanggungjawab harus segera mengantasi masalah terowongan yang dipenuhi air ini,’’ tulis gubernur dalam akun sosial medianya.

Sebagian warga, katanya, sudah peroleh ganti rugi lahan, ada yang belum. ITDC membayar bertahap karena keterbatasan dana. Pandemi COVID-19 berdampak pada keuangan ITDC. Ada beberapa solusi yang ditawarkan gubernur.

Kalau ITDC ingin mempertahankan masyarakat di dalam sirkuit, maka kawasan mereka harus segera tertata. Masyarakat juga harus diberdayakan hingga bisa berpartisipasi di KEK Mandalika.

“Bukan terasing di atas tanahnya sendiri.”

Dia berharap, setiap ada masalah di KEK Mandalika bisa selesai. Pemerintah provinsi, katanya, terbuka menerima masukan, dan siap memfasilitasi. Masalah-masalah selama ini, katanya, karena kurang dialog.

 

Para aktivis KASTA NTB memblokir lintasan Sirkuit Mandalika sebagai bentuk protes terhadap 79 KK yang terkurung di dalam sirkuit. Foto: KASTA NTB

 

Perkampungan warga berada di tengah Sirkuit Mandalika. Mereka sulit akses keluar sampai jebol pagar. Foto: Fathul Rahkman/ Mongabay Indonesia

******

Exit mobile version