Mongabay.co.id

Mengenal Cindy Samiadji, Perupa Satwa dari Bahan Sampah

 

Berkesenian dan kampanye penyelamatan lingkungan hidup adalah dua kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari sosok Cindy Samiadji. Iin, demikian ia dikenal, adalah vokalis sekaligus pencipta lagu untuk grup musik Lamp of Bottle – band beraliran punk yang menjadikan konservasi, kearifan lokal hingga penolakan tambang sebagai tema liriknya.

Di samping itu, bersama Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Aermadidi, organisasi yang ditekuninya, ia kerap kali turun ke jalan untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat maupun lingkungan hidup.

Namun ketika konser musik punk dan kegiatan mengumpulkan massa sedikit-banyak terdampak oleh pandemi, lelaki berambut gimbal itu mencoba kegiatan lain yang juga ia gemari: melukis – tentu tidak dalam artian teknis maupun teoritis. Iin hanya merangkai barang-barang bekas untuk membentuk visualisasi satwa liar.

“Intinya saya suka menggambar dan punya ketertarikan di kegiatan lingkungan hidup,” terang Iin ketika ditemui di Sekretariat KMPA Tunas Hijau Aermadidi, Minahasa Utara, Rabu (11/8/21).

baca : Inspirasi Ali Topan: Difabel Pengelola Bank Sampah, Bantu Masyarakat Miskin melalui Sedekah Sampah

 

Cindy Samiadji membuat karya berbentuk penyu dari tutup botol plastik. Foto : Themmy Doaly/Mongabay Indonesia

 

Ide itu ia temukan ketika beberapa tahun silam menyaksikan video kreasi visual berbahan sampah di Youtube. Setelah menyaksikannya, Iin mencoba membuat karya sendiri. Dengan barang-barang bekas dia mulai berkreasi untuk mengisi waktu di masa pandemi.

Menurut Iin, beberapa bahan sampah plastik telah menyediakan kombinasi warnanya sendiri. Sehingga, begitu proses merangkai rampung, karya yang dibuatnya jadi semacam gambar tanpa proses melukis dan mewarnai. Namun, pada karya jenis tertentu, ia perlu menambahkan detail-detail warna untuk mempertajam visualisasi.

Dalam kurun dua tahun belakangan, setidaknya 20 karya telah ia buat. Bahannya mulai dari sedotan plastik, bungkus cemilan (snack), hingga puntung rokok. Selain itu, Iin juga menggunakan barang-barang bekas seperti keping compact disk, kaos, masker, papan dan cat serta pemukul nyamuk.

Bahan-bahan itu bisa didapatinya di mana saja. Tiap pagi ia mengumpulkan sisa-sisa rokok di sekitar sekretariat. Ia juga pernah melakukan kegiatan membersihkan sampah di pantai, kemudian menyimpan tutup botol plastik.

“Kadang-kadang kalau jalan, saya juga mengumpulkan sampah. Tapi tidak banyak, paling banyak hanya di sekitar sini. Saya ingin membersihkan sampah mulai dari lokasi terdekat. Untuk cat biasanya dapat dari kegiatan-kegiatan lain. Misalnya setelah melukis di kafe, cat sisanya saya pakai,” terangnya kepada Mongabay Indonesia.

Di samping itu, karena mengetahui kegiatannya dalam dua tahun belakangan, ada pula rekan atau kenalan yang memberi dan mencarikan barang-barang bekas untuk dijadikan media berkarya. “Contohnya papan pengalas ini, diambilkan teman dari sisa-sisa bahan bangunan. Kemudian, ada juga orang yang memberikan 2 karung CD bekas,” kenang Iin sambil tertawa.

baca juga : Ini Meja Kursi Unik dari Bekas Botol Plastik

 

Cindy Samiadji menunjukkan karya visual berbahan sampah. Foto : Themmy Doaly/Mongabay Indonesia

 

Hobi dan Kampanye

Dari sampah dan barang-barang sisa penggunaan manusia itu, Iin menampilkan satwa-satwa endemik Sulawesi Utara maupun satwa terancam punah seperti, yaki (Macaca nigra), hiu bungkuk, hiu paus, penyu, paus serta dugong. Kegiatan itu adalah kombinasi dari hobi, kampanye penyelamatan satwa liar, hingga penerapan pada diri sendiri untuk mengurangi penggunaan sampah plastik.

Menurutnya, ada begitu banyak barang bekas yang bisa dikreasikan dan bermanfaat ekonomis. ‘Lukisan’ yang dibuatnya, contohnya, telah laku dibeli beberapa kenalan. Tapi bagi Iin, praktik mengkreasikan sampah tidak terbatas seperti yang dilakukannya saja. Sebab, produk-produk lain bisa juga tercipta dari hobi yang berbeda.

“Misalnya baju bekas bisa dijadikan bahan untuk membuat tas. Cuma saya belum ke sana, tapi semoga bisa jadi inspirasi buat orang lain. Intinya, kalau tidak bisa melukis, bisa berkarya dengan cara lain,” ujarnya.

Dia sendiri secara sadar menjadikan satwa liar sebagai obyek karya visualnya. Selain kecintaannya, Iin menilai satwa liar adalah makhluk yang paling terancam dampak konsumtif dan sampah buatan manusia. Melalui ‘lukisan’ berbahan sampah itu, dia ingin menyampaikan bahwa di Indonesia, terutama Sulawesi Utara, terdapat satwa endemik dan satwa terancam punah yang perlu diselamatkan.

“Apalagi satwa di laut. Karena ketika kita buang sampah sembarangan, dan tidak bisa mendaur ulang, maka sampah-sampah itu akan lari ke laut. Lalu ikan makan sampah, dan manusia makan ikan. Jadi ada putaran seperti itu. Plastik yang kita buang di laut, akan kembali ke tubuh kita sebagai mikro plastik.”

Di beberapa kegiatan komunitas Iin sempat memajang karya yang dibuatnya. Banyak orang heran, ternyata sampah bisa dijadikan karya seni. Kepada mereka, Iin menjelaskan proses pembuatan, alasan menggunakan sampah sebagai bahan, termasuk harga jika ingin membeli karyanya.

“Saya jual antara Rp.500-Rp.700ribu. Menurut saya, itu sudah murah. Tapi ternyata tidak laku juga,” kenangnya sambil tertawa. “Karena saya senang melakukan ini, jadi tidak penting mau laku atau tidak. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa sampah bisa dimanfaatkan sebagai karya ekonomis.”

menarik dibaca : Perempuan Penenun Sampah Plastik

 

Karya hasil kreasi Cindy Samiadji. Foto : Themmy Doaly/Mongabay Indonesia

 

Pesan lain yang ingin ia sampaikan adalah, tiap orang perlu bergerak dengan cara apapun untuk menyelamatkan bumi dari permasalahan sampah. Sebab, tanpa kesadaran kolektif umat manusia, produksi sampah yang tidak terkendali akan membuat kondisi bumi semakin mengkhawatirkan.

“Sebenarnya waktu manusia tidak banyak, karena bumi semakin rusak. Tapi setidaknya ketika masih ada kesempatan dan masih ada yang bisa diselamatkan, kita perlu bergerak bersama dalam wujud tindakan. Atau mewujudkan itu sesuai dengan pengetahuan masing-masing untuk menyelamatkan lingkungan terkecil atau bumi secara keseluruhan,” masih dikatakan Iin.

Selain membuat karya berbahan plastik sebagai bentuk kampanye, dia juga mulai mengurangi penggunaan plastik untuk keperluan sehari-harinya. Misalnya saja, untuk keramas, Iin telah menggantikan shampo dengan jeruk nipis atau berendam di laut. Ia juga lebih memilih membeli baju bekas ketimbang baju baru.

Baginya, meski baru pada skala kecil, tindakan itu merupakan cara untuk menekan penggunaan plastik dari dalam rumah sendiri. Serta, sebagai pertimbangan penting untuk menggunakan bahan ramah lingkungan untuk kebutuhan pribadinya.

“Kita perlu kurangi penggunaan sampah plastik, karena masih ada yang lebih ramah lingkungan. Untuk keseluruhan memang berat, jadi saya coba memulai dari sendiri,” pungkas Iin.

 

Exit mobile version