Mongabay.co.id

Apakah Babirusa dan Rusa Memiliki Hubungan Kekerabatan Secara Genetik?

Babirusa yang merupakan satwa endemik Sulawesi. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

 

Babirusa merupakan satwa liar yang identik dengan Pulau Sulawesi, meski dalam perkembangan penelitian diketahui juga terdapat di Pulau Buru [Maluku] dan Kepulauan Sula [Maluku Utara]. Banyak yang belum mengetahui bahwa babirusa merupakan dilindungi. 

Selain itu, karena namanya cukup aneh yang menggabungkan dua nama hewan menjadi satu, banyak pula yang beranggapan bahwa satwa ini adalah hasil perkawinan antara babi dan rusa. 

Benarkah demikian?

Untuk mencari tahu apakah babirusa dan rusa memiliki hubungan kekerabatan secara genetik, telah dilakukan penelitian terhadap ketiga satwa; yaitu babirusa, rusa, dan babi, yang dilakukan oleh Erna Suzanna [1999], dengan judul Karakteristik Genetik pada Rusa Jawa [Cervus timorensis de Blainville, 1882], Babirusa [Babyrousa babyrussa], dan Babi [Susscrofa linn]”.

Metode penelitian dilakukan dengan cara mengambil sampel darah dari 14 ekor rusa yang terdiri 7 ekor jantan dan 7 ekor betina. Kemudian 8 ekor babirusa yang terdiri 4 ekor jantan dan 4 ekor betina. Serta 5 ekor babi betina. Semua satwa ini berasal dari kebun binatang di Ragunan, Jakarta. 

Dari hasil penelitian tersebut, Suzanna menemukan kesimpulan bahwa keragaman genetik babirusa lebih tinggi dibandingkan rusa dan babi. Hasil lainnya menunjukkan bahwa kekerabatan babirusa lebih dekat dengan babi dibandingkan rusa. 

“Babirusa dan babi memiliki kesamaan genetik yang tinggi [0,48], sehingga jarak genetik antara kedua jenis hewan tersebut cukup dekat [0,73]. Sementara jika dibandingkan dengan rusa jawa, memiliki kesamaan genetik 0,16 dan jarak genetik sebesar 1,83,” ungkap Suzanna dalam penelitiannya.  

Baca: Kisah Sepasang Suami Istri di Togean Bersahabat dengan Babirusa

 

Babirusa yang secara genetik lebih dekat kekerabatannya dengan babi ketimbang rusa. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Menurut Abdul Haris Mustari, dosen pada Departeman Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor [IPB], yang telah melakukan penelitian tentang babirusa, penyebutan rusa pada satwa ini hanya karena pengaruh taring atas yang menyerupai ranggah atau tanduk rusa.  

“Antara babirusa dan rusa sebenarnya tidak mirip sama sekali. Sementara nama latinnya babyrousa karena mengikuti Bahasa Indonesia,” ungkap Haris, Sabtu [04/9/2021].

Dalam bukunya berjudul “Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi” [2020], Haris menjelaskan bahwa meski memiliki taring atas [tusk] yang menyerupai rusa, namun secara taksonomi babirusa masuk dalam golongan keluarga Suidae, semua jenis babi ada di sini.

Saat ini terdapat tiga spesies babirusa yang masih hidup dan satu spesies yang hanya ditemukan ditemukan dalam bentuk fosil. Tiga spesies babirusa yang masih bertahan adalah; Babirusa sulawesi [Babyrousa celebensis], Babirusa berbulu lebat atau hairy babirusa [Babyrousa babyrussa] yang terdapat di Kepulauan Sula dan Pulau Buru, serta Babirusa togean atau Babyrousa togeanensis [Togian Islands Babirusa]. Satu spesies yang sudah punah adalah Babirusa Bolabatu [Babyrousa bolabatuensis] yang ditemukan dalam bentuk fosil di semenanjung selatan Sulawesi.  

Baca: Tidak Hanya di Sulawesi, Babirusa Ditemukan juga di Pulau Ini

 

Babirusa yang terpantau keberadaannya di Pulau Buru, Maluku, melalui pemasangan kamera jebak sejak April hingga Juni 2021. Foto: Dok. KLHK/BKSDA Maluku

 

Morfologi Babirusa

Secara morfologi, setiap spesies babirusa itu telah dideskripsikan oleh Haris Mustari. Untuk spesies babirusa Sulawesi yang penyebarannya berada di daratan utama Sulawesi ciri-cirinya adalah; bertubuh pendek dan rambut jarang sehingga tampak telanjang dari kejauhan. Ekor pendek dan berumbai di ujungnya, gigi taring atas pada jantan umumnya panjang dan tebal, serta muncul secara vertikal, lalu memiliki ukuran tubuh yang cukup besar.    

Untuk babirusa berbulu lebat [Babyrousa babyrussa] yang terdapat di Kepulauan Sula dan Pulau Buru, sebagaimana namanya memiliki rambut pada tubuh panjang dan tebal. Ekor berkembang dengan baik, gigi taring atas pada jantan biasanya pendek, gigi taring atas umumnya berbeda atau sejajar satu sama lain, serta ukuran tubuhnya kecil dengan ukuran gigi yang kecil pula. 

Sedangkan babirusa togean yang sebarannya berada di Pulau Malenge, Talatako, Togean, dan Batudaka, mempunyai ciri-ciri; rambut pada tubuh pendek dan jarang dibandingkan Babyrousa babyrussa, ekor berkembang dengan baik, gigi taring atas pada jantan biasanya pendek, ramping, dan spesies ini berukuran besar namun giginya kecil.

Untuk mengidentifikasi babirusa, kita bisa mengetahui jenis kelamin jantan karena memiliki dua taring besar [panjangnya mencapai 300 mm] yang menembus kulit moncongnya lalu mencuat bengkok ke belakang sampai di depan matanya. Sedangkan pada betina taring lebih pendek atau bahkan tidak tumbuh mencuat keluar seperti jantan.

Baca juga: Mengapa Satwa Endemik Sulawesi Ini Bernama Babirusa?

 

Babi celeng [Sus scrofa] yang merupakan nenek moyang babi liar. Foto: Wikimedia Commons/Richard Bartz/Creative Commons Atribusi-Berbagi Serupa 2.5 Generik

 

Babirusa mempunyai panjang tubuh dari kepala dan badannya mencapai 877-1065 mm, panjang ekor 273-305 mm. Panjang telapak kaki belakang 194-202 mm dan panjang tengkorak 255-299 mm.

Badannya memanjang, punggung agak melengkung, kepala agak kecil, kaki panjang dan ramping tapi kuat, ekor tipis menggantung ke bawah dan warna telinga kehitam-hitaman. Rambut tersebar dan pendek di sepanjang tulang belakang dan pada ujung ekor letak rambut-rambut tersebut sedikit berdekatan sehingga bentuk ekor menyerupai kuas. 

Babirusa juga memiliki kulit tebal, keras, kasar dengan keriput-keriput pada muka, sekeliling telinga dan pada leher. Babirusa jantan dapat dikenali juga dari keberadaan skrotum yang cukup besar. Sedangkan babirusa betina memiliki vulva.

Status konservasi babirusa berdasarkan badan konservasi dunia IUCN [International Union for the Conservation of Nature] adalah Rentan [Vulnerable/VU]. Di dalam negeri, berdasarkan Permen LHK Nomor P.106/2018 keberadaannya termasuk sebagai satwa yang dilindungi.

 

 

Exit mobile version