Mongabay.co.id

Belasan Ribu Hektar Kawasan Hutan Bakal jadi Tambang Emas di Bone Bolango

Pemukiman dan kawasan hutan yang akan terkena tambang emas PT GM. Foto: Sarjan Lahay

 

 

 

 

 

Izin operasi produksi PT Gorontalo Minerals sudah keluar Februari 2019 dan sebagian besar berada di kawasan hutan. Kalau perusahaan beroperasi pembabatan hutan pun bakal terjadi dan flora fauna di dalamnya terancam. Terlebih, konsesi pertambangan ini berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Kontrak karya GM di Blok I Tombulilato dan Blok II Molotabu, seluas 24.995 hektar, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, sebagian besar kawasan hutan seluas 17.798 hektar, terdiri dari hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap [HP]. Sisanya, 7.197 hektar merupakan area penggunaan lain [APL], berupa lahan perkebunan dan pertanian masyarakat.

Dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) perusahaan, sekitar besar kawasan hutan atau seluas 14.608 hektar berada pada kontrak karya Blok I Tombulilato Komplek Sungai Mak. Sungai Mak merupakan induk dari Sungai Tombulilato yang hampir setiap tahun mengalami banjir bandang.

Dari luasan kontrak karya Blok I Tombulilato seluas 20.290 hektar sampai ke pemukiman 10 desa di Kecamatan Bone Raya, yang prioritas ditambang terlebih dahulu Blok I Tombulilato, Komplek Sungai Mak seluas 1.794,17 hektar. Areal batas proyek terdiri dari APL seluas 190,30 hektar dan hutan produksi terbatas 1.603,87 hektar.

Pada 2010, penentuan lokasi prioritas setelah studi kelayakan dan eksplorasi. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pun menerbitkan Surat Keputusan [SK] bernomor SK 673/Menhut-II/2010 tentang izin pinjam kawasan untuk eksplorasi emas dan mineral atas nama PT. Gorontalo Minerals.

Ismail Hada, Kepala Desa Laut Biru, Kecamatan Bone Raya, Bone Bolango, terang-terangan menolak tegas GM di wilayahnya. Dia khawatir terjadi kerusakan lingkungan kampung.

Dia bilang, penolakan itu bukan pribadi, tetapi pemerintah desa. Dia memikirkan masa depan anak cucunya terlebih GM tidak pernah sosialisasi amdal. “Demi melindungi masyarakat, kami menolak GM,” kata Ismail kepada Mongabay, awal Agustus lalu.

Sebenarnya, kata Ismail, GM ini bisa meningkatkan ekonomi dan lapangan pekerjaan sekaligus bisa merusak alam.

Dalam operasi produksi, katanya, akan membabat hutan yang akan memicu degradasi lingkungan hidup sekitar. Fungsi hutan, katanya, sebagai tempat penyimpan oksigen akan hilang.

 

Konsesi tambang PT GM, berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone . Foto: Sarjan Lahay

 

Apalagi, katanya, GM akan menggunakan banyak alat berat dan menggunakan model pertambangan terbuka atau open pit dengan menggali mineral deposit pada batuan, sama dengan dilakukan perusahaan tambang emas terbesar di dunia, PT Freeport.

GM akan gunakan metode pengeboran dan peledakan karena sebagian besar material di Sungai Mak keras. Setelah itu, baru penggalian batuan sisa [waste rock] dengan bantuan peledakan.

Selanjutnya, akan penggalian bijih juga gunakan bantuan peledakan. GM juga akan dewatering lubang tambang yang mengeluarkan air tanah dari cekungan hidrogeologi setempat hingga dapat menurunkan muka air tanah di dalam lubang tambang. Kegiatan ini, akan berdampak pada penurunan aliran air tanah ke badan air. Juga dapat mempengaruhi aliran air permukaan dan aktivitas sekitar.

Target GM produksi bijih dari tambang Sungai Mak sebesar 5 juta ton pertahun. Operasi GM akan menghilangkan fungi hutan. Proses pertambangan seperti yang dilakukan oleh GM memang kerap akan memicu lanjunya deforestasi dan degradasi lahan di Gorontalo.

Soelthon Nanggara, Ketua Forest Watch Indonesia mengatakan FWI mencatat pada 2009-2013 ada 43 izin konsesi di Gorontalo, termasuk PT Gorontalo Mineral yang mendapatkan kontrak karya dan kuasa pertambangan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone mencakup dua wilayah: Kabupaten Bone Bolango (Gorontalo) seluas 110.000 hektar dan Kabupaten Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara) dengan luas 287.115 hektar.

Sebelumnya, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone bernama Taman Nasional Dumoga Bone. Kawasan hutan itu merupakan penggabungan dari Suaka Margasatwa Dumoga [93.500 hektar], Cagar Alam Bulawan [75.200 hektar] dan Suaka Margasatwa Bone [110.000 hektar].

Penetapan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone pada 18 November 1992 melalui surat keputusan Menteri Kehutanan saat itu. Namun, pada 25 Mei 2010, Komisi IV DPR dan Menteri Kehutanan menerbitkan surat keputusan tentang alih fungsi hutan, bahwa sebagian hutan konservasi sekitar 14.000 hektar, jadi hutan produksi terbatas (HPT). Perusahaan yang mendapatkan kontrak karya dan kuasa pertambangan di kawasan itu PT Gorontalo Minerals.

GM merupakan anak perusahaan PT Bumi Resources Minerals Tbk, dikendalikan keluarga Bakrie. Total kawasan masuk dalam kontrak karya GM terdiri dari dua blok dengan luas konsesi 24.995 hektar. Blok I di Tombulilato 20,290 hektar dan Blok II di Molotabu seluas 4.705 hektar. Konsesi masuk wilayah 10 desa di Kecamatan Bone Raya.

Samuel Bahri, Kepada Bidang Tata Hutan dan Pemanfaatan Kawasan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Gorontalo, tak mengetahui jelas mengapa ada penurunan status hutan pada 2010.

Dia katakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] yang mengurus semua itu.

Soelthon bilang, sisa hutan alam di konsesi pertambangan khusus wilayah GM, makin hari pasti mengalami deforestasi.

Fungsi hutan, katanya, makin berubah. “Ini harus ada prinsip kehati-hatian agar tidak menyebabkan bencana,” katanya kepada Mongabay, Agustus lalu.

Tanpa pengetahuan kuat mengenai dampak mendatang dan tak ada upaya meminimalisirkan dampak ini pasti akan lebih parah. “Sudah seharusnya menghindari setiap kegiatan yang menyebabkan kerusakan hutan.”

Apalagi, kalau GM sudah operasi produksi, akses menuju hutan pasti lebih mudah. Soelthon khawatir, kalau akses mudah akan meningkatkan peluang deforestasi.

Bukan hanya deforestasi ‘terencana’ dengan ada izin di kawasan hutan, juga meluas ke ke Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

“Selain deforestasi terencana oleh aktivitas pertambangan, akan ada pihak lain secara ilegal juga memanfaatkan akses terbuka.”

Soelthon menegaskan, pemerintah harus menyetop perusakan hutan termasuk tak memberikan izin-izin konsesi bagi pertambangan. Sudah cukup hutan alam selalu kalah dengan kepentingan ekonomi. “Perlindungan hutan harus jadi prioritas utama.”

Catatan FWI menyebutkan, hutan alam di Gorontalo tahun 2000 ada 823.390 hektar, tahun 2009 turun jadi 735.574 hektar. Kemudian, pada 2013 turun lagi jadi 715.293 hektar dan 2017 tinggal 649.179 hektar.

Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, seharusnya dalam kawasan hutan tak bisa ada model pertambangan terbuka (open pit). Operasi tambang model ini, katanya, akan mengubah bentang alam hingga jelas memicu deforestasi.

“Itu memberikan kontribusi buruk terhadap deforestasi Indonesia secara keseluruhan,” katanya.

Merah Johansyah, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, apapun yang dilakukan perusahaan tambang, pasti berdampak buruk. Dia contohkan, pembangunan jalan tambang berpotensi menghilangkan fungsi hutan sebagai penyangga habitat dan tata air.

Dalam dokumen kerangka acuan GM yang diperoleh Mongabay, menjelaskan proses pembangunan jalan tambang gunakan alat berat antara lain truk, bulldozer, excavator, grader, dan compactor.

Jalan tambang akan dirancang dapat dilalui kendaraan dan peralatan tambang untuk dua arah dengan lebar empat kali lebar alat angkut terbesar. Alat angkut terbesar yang akan digunakan adalah rigid dump truck Komatsu HD 465 atau setara lebar 4,2 m. Hingga jalan tambang akan didesain lebar 18 meter, katanya, jelas akan membuka tutup hutan sangat besar.

Bukan hanya itu, dalam tahapan penambangan ada proses pembukaan lahan meliputi pembersihan lahan, penggalian, dan penimbunan. Kegiatan ini pada lokasi tambang Sungai Mak, meliputi penebangan pohon, pemotongan kayu, dan penggalian.

Pembersihan lahan juga akan menggunakan bantuan alat excavator dan dump truck. Setelah itu, dengan pembabatan semak dan tanaman perdu, gunakan alat bulldozer. Aktivitas pembabatan hutan di hulu seperti itu, kata Merah, rawan bencana, dan menghilangkan fungsi hutan sebagai penyangga banjir.

Hamim Pou, Bupati Bone Bolango, saat hubungi Mongabay bilang, tak bisa berbuat banyak. Izin pertambangan itu urusan Pemerintah Gorontalo dan pemerintah pusat.

 

Maleo, salah satu satwa yang terancam keberadaan tambang emas. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Flora fauna terancam

Metode pertambangan terbuka GM, tak hanya menyebabkan deforestasi hutan juga berdampak kepada flora dan fauna di di Blok I Tombulilato dan Blok II Molotabu seluas 24.995 hektar.

Keanekaragaman hayati di konsesi GM akan terdampak kalau  perusahaan ini beroperasi. Apalagi, perusahaan berdampingan dengan TNBNW, taman nasional darat terbesar di Sulawesi, seluas 282.008,757 hektar dengan biodiversiti tinggi dan habitat penting bagi spesies khas Sulawesi.

Dari dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) GM yang diperoleh Mongabay, ada ratusan jenis flora fauna terancam kalau perusahaan tambang emas ini beroperasi.

Golongan tumbuhan tingkat tinggi [Phanerogamae], ada 340 spesies terdiri atas pohon, semak, herba, liana, maupun appetit, dan terdapat 33 spesies termasuk endemik rawan hilang.

Juga ada 34 spesies mamalia terdiri dari sembilan suku dari spesies-spesies mamalia besar dan mamalia kecil. Untuk mamalia, merupakan kelompok-kelompok yang selama ini dianggap penting atau dilindungi, populasi masih cukup besar wilayah konsesi perusahaan, antara lain macaca nigra; M. nigriscana; M. hecki, tupai [Proscius sp]; tarsius [Tarsius spectrum]; palm civet [Macrogalidia musschenbroek], dan kuskus [Phalanger sp].

Di lokasi perusahaan itu juga, kera hitam sering dijumpai dalam jumlah besar [15 ekor]. Selain itu, ada pula spesies anoa kecil [Bubalus quarlesi] di lokasi perusahaan. Mamalia lain yang teridentifikasi dan tampak masih dalampopulasi besar adalah babi liar [Sus celebensis]. Babi rusa [Babirousa babirusa] banyak berkeliaran sampai di wilayah perbatasan dekat dengan perladangan penduduk. Ada juga sembilan spesies kelelawar.

Selain mamalia, terdapat sedikitnya 195 spesies burung, 23$ merupakan spesies endemik dengan status near threatened and vulnerable berdasarkan status konservasi dari IUCN.

Spesies-spesies burung yang memiliki endemisitas tinggi antara lain, merpati [Columbidae], paruh bengkok [Psittacidae], raja udang [Alcedinidae], jalak [Stumidae], rangkong [Buceritidae], pelatuk [Picidae], pemakan lebah [Meliphagidae]. Khusus spesies Meropogon forsteni, dan Maleo [Megacephalic maleo].

Berdasarkan data dari laporan Baseline Study Pertambangan Bone Bolango (2006) terdapat 32 spesies burung yang mewakili 19 suku. Beberapa spesies seperti srigunting [Dicrurus hottentottus] dan rangkong [Rhyticeros cassidix] mempunyai penyebaran merata di lokasi perusahaan. Selain itu, spesies endemik Sulawesi juga diketahui berada di lokasi perusahaan, misal, nuri Sulawesi [Eos histrio] dan kumkum hijau Sulawesi [Ducula aenea]. Spesies celepuk Sulawesi [Otus manadensis] sering ditemui di lokasi cabang kiri perusahaan.

Masih ada 13 spesies amfibi, dan 14 spesies reptil termasuk dalam empat family pada lokasi perusahaan tembang.

Rosek Nursahid, Pendiri Profauna Indonesia, mengatakan, lokasi GM sangat berdekatan dengan TNBNW pasti memiliki dampak sangat besar terhadap keanekaragaman hayati dan biodiversitas di kawasan itu.

Satwa-satwa liar yang sudah lama hidup di lokasi itu akan ikut terdampak.

Kalau perusahaan milik keluarga Bakrie ini beroperasi dan membuat infrastruktur di kawasan itu, akan terpecah daya jelajah satwa di sana.

Rosek bilang, keberadaan GM, pasti meningkatkan perburuan satwa karena akses jadi terbuka atau lebih mudah.

Satwa-satwa yang terganggu, katanya, cenderung akan keluar dari hutan.

“Dengan kondisi itu, bisa menjadi sasaran empuk bagi pemburu satwa di Gorontalo. Apalagi, perusahaan tambang ini, akan melibatkan banyak orang,” katanya.

Potensi konflik antara satwa dan manusia juga bisa menjadi masalah baru. Menurut Rosek, karena habitat satwa terganggu dengan keberadaan perusahaan tambang di situ.

TNBNW, kawasan konservasi dan rumah terakhir bagi satwa. Di raman nasional itu, juga ada tempat penakaran maleo yang dikelola Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Wildlife Conservation Society [WCS] dan Pemerintah Bone Bolango.

Seharusnya, kata Rosek, harus memberikan pertimbangan matang dalam memberikan izin kepada perusahaan tambang emas yang sangat berdekatan dengan taman nasional.

Miris lagi, sebagian dari konsesi GM, awalnya taman nasional yang seharusnya tidak berubah status jadi HPT.

 

 

Didik Budi Hatmoko, Kepala Kantor PT. Gorontalo Minerals [GM] di Gorontalo, mau tak mau memberikan komentar ketika dihubungi Mongabay Agustus lalu.

Dia hanya mengatakan sedang dalam karantina mandiri karena pernah kontak erat dengan pasien COVID-19. Pesan WhatsApp yang dikirimkan sampai hari ini, tak kunjung dibalas.

Supriyanto, Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [BTNBNW] Gorontalo saat dihubungi Mongabay juga menolak menanggapi. Dia bilang, lokasi GM berada di luar taman nasional, hingga tidak ada wewenang memberikan komentar.

“Kita masing-masing memiliki wewenang, jika masalahnya berada di taman nasional, itu urusan saya, tapi jika itu berada di luar kawasan taman nasional, itu bukan urusan saya. Saya tidak mau berkomentar bukan kewenangan saya,” kata Supriyanto.

Kepala BKSDA Wilayah II Gorontalo, Syamsudin Hadju mengatakan, dalam penyusunan amdal mereka dilibatkan, sebagai pemberi pertimbangan-pertimbangan teknis. Namun, katanya, dia belum melihat hasil amdal GM itu.

Syamsudin bilang, tetap melakukan kontrol terhadap aktivitas pertambangan kalau akan mengancam satwa-satwa, baik yang dilindungi ataupun tidak. Kerawanan perburuan satwa juga jadi fokus utama mereka.

“Kita akan kerja sama dengan berbagai pihak untuk pengawalan terkait satwa-satwa yang akan terdampak keberadaan GM.”

Bagaimana nasib hutan dan flora fauna di dalam kalau perusahaan tambang ini beroperasi?

 

 

*****

Foto utama: Pemukiman dan kawasan hutan yang akan terkena tambang emas PT GM. Foto: Sarjan Lahay

Exit mobile version