Mongabay.co.id

Nasib Satwa Kebun Binatang di Jogja Hadapi Hari Tanpa Kunjungan

 

 

 

 

Usman memanggil King Hylos, kuda jantan berumur tiga tahun dari balik pembatas tali. Satwa koleksi Jogja Exotarium di Sleman ini pun mendekat.

Hari-hari ini, King Hylos bersama satwa lain berlatih cari makan sendiri. Begitulah penuturan Usman, karyawan bagian satwa di tempat wisata ini, penghujung Agustus lalu.

Pandemi COVID-19 membuat pemerintah memutuskan pembatasan aktivitas masyarakat di berbagai sektor, termasuk wisata. Bermula dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada April tahun lalu, hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berlevel pada Agustus ini. Yogyakarta termasuk wilayah berlaku PPKM.

Dalam aturan pemerintah itu, seluruh tempat wisata di wilayah PPKM Level 3 dan Level 4 masih tutup. Tempat wisata yang mengandalkan sumber biaya operasional dari tiket terpaksa bersiasat. Termasuk taman satwa yang harus tetap memberi makan koleksi satwanya.

Pada 4 Agustus lalu, sejumlah satwa koleksi Jogja Exotarium dilepas untuk cari makan sendiri. Aksi simbolik itu sebagai bentuk protes atas keputusan pemerintah menutup tempat wisata. Satwa-satwa yang dilepas itu antara lain iguana, kura-kura, kuda, kambing, dan kelinci. Juga satwa koleksi lain seperti musang, ular, dan beberapa jenis burung.

Saat normal, Jogja Exotarium yang terletak di Dusun Duwet, Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Sleman, ini kerap didatangi rombongan siswa dan jadi pilihan keluarga berwisata. Tempat wisata dengan konsep mini zoo ini mengoleksi satwa eksotis yang bisa berinteraksi dengan pengunjung. Satwa pun biasa mendapat makanan dari pengunjung yang jadi bagian dari atraksi.

Kura-kura jenis sulcata salah satu yang dilepas untuk cari makan sendiri. Mini zoo ini mengoleksi 11 kura-kura, dilepas mulai pukul 8.00-11.00 untuk merumput masih di sekitar Kompleks Jogja Exotarium.

 

 

Baca juga: Terdampak Pandemi, Hutan Wisata Mata Kucing Kesulitan Beri Pakan Satwa

 

Selama pandemi, makanan kura-kura gurun ini pun terpaksa dikurangi. Kalau biasa perhari menghabiskan 20 ikat sayur, kini hanya separuh. Sebagai ganti, kura-kura makan rumput apa saja yang tumbuh di lokasi pelepasan.

Kuda juga jadi satwa rutin dilepas untuk belajar cari makan sendiri. Begitupun dengan kambing dan kelinci.

“Maksud dan tujuan saya sebagai bentuk protes kepada pemerintah, karena PPKM terus diperpanjang. Kita sudah sebulan PPKM, kalau sebulan lewat ya berat. Pengeluaran satwa minimal Rp30-Rp35 juta, belum operasional lain. Kita minimal butuh Rp80-Rp100 juta untuk operasional semua,” kata Akbar Taruna, Direktur Jogja Exotarium kepada Mongabay.

Dia bilang, batas kemampuan operasional tanpa pengunjung untuk mini zoo hanya dua minggu. Tatkala pemerintah kembali memperpanjang pembatasan, keputusan itu memukul usaha yang dia kelola.

“Kalau tempat lain mungkin nutup tempat wisata beres. Kita kan harus ngasih makan satwa. Belum lagi operasional lain,” katanya.

Untuk menekan biaya selama tidak ada pemasukan karena tidak ada pengunjung, dia terpaksa mengurangi karyawan. Begitupun dengan jam kerja. Satwa terpaksa menerima pakan paket hemat, sejauh mungkin tanpa mengorbankan perawatan kesehatan.

“Untuk pakan, misal, kalau kemarin porsi daging untuk musang cukup, sekarang lebih banyak buah. Mana yang harga lebih murah kita perbanyak. Perawatan tetap jalan terus sesuai standar, pemeriksaan kesehatan juga sesuai standar, tidak ada perubahan. Saya punya prinsip untuk satwa itu nomor satu.”

Dia menambahkan, aksi lepas satwa itu juga untuk mendorong orang berdonasi. Dia sudah berusaha mengajukan bantuan melalui surat ke sejumlah instansi, antara lain Gugus COVID-19, Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata.

“Sampai sekarang belum ada tanggapan. Saya juga paham, karena anggaran sudah dipakai untuk COVID semua.”

 

Baca juga: Nasib Ekowisata di Masa Pandemi Corona

Kuda koleksi Jogja Exotarium tampak kurus. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Buka donasi

Menyusul aksi pelepasan satwa itu, Jogja Exotarium membuka donasi. Sejak aksi satwa itu diberitakan media, banyak orang tersentuh hingga datang dan memberikan sumbangan berupa uang maupun pakan satwa.

“Ada yangberdonasi Rp60.000, Rp100.000. Ada juga yang membawa makanan satwa. Mereka lalu kami beri kesempatan masuk, dengan SOP. Tidak lama, satu jam maksimal, sekali masuk maksimal lima keluarga, maksimal 50 orang. Area kita yang buka seluas lima hektar, wahana satwa dan wahana taman bunga kurang lebih tiga hektar. Jadi satu orang berbanding 600 meter, sudah sangat aman.”

Kepada mereka yang datang, pengelola menjelaskan kalau mini zoo secara resmi belum buka. Mereka yang datang boleh berdonasi berapa pun, hanya wahana kuda dan kura-kura yang bisa dikunjungi mereka yang berdonasi.

Awalnya, Jogja Exotarium mengusahakan arena outbound, berkembang dengan memelihara satwa jinak yang eksotis yang tidak dilindungi. Satwa yang dipelihara yang bisa berinteraksi dengan manusia.

“Kalau di sini satwa eksotik yang orang bisa memiliki bisa memelihara, tapi yang tidak sempat memelihara tidak sempat merawat bisa datang ke sini dan berinteraksi.”

Jogja Exotarium yang berdiri sejak 23 Desember 2017 itu mengalami perkembangan cukup bagus. Luas lahan dan koleksi satwa terus berkembang. Jumlah pengunjung dari tahun ke tahun juga mengalami kenaikan. Tempat wisata ini berusaha menarik wisatawan keluarga, anak-anak sekolah, untuk tujuan rekreasi dan edukasi.

“Sempat turun pada 2020, karena corona. Kalau minggu bisa sampai 1.000-1.500 pengunjung, sebelum corona. Saat new normal 800-1.000 pengunjung.”

Akbar tengah menyiapkan langkah lanjutan kalau pembatasan terus diperpanjang. Dia ingin mini zoo bisa buka meski meski terbatas. Selain itu, ajakan donasi bakal diperluas agar makin banyak orang terketuk untuk peduli dengan satwa.

Agus, karyawan Jogja Exotarium menambahkan, selama pandemi pengurangan karyawan terpaksa dilakukan manajemen. Sebelumnya, ada 55 karyawan, sekarang tinggal 25 orang. Itupun selama PPKM mereka berbagi, tiga hari kerja, tiga hari libur.

Selain mengurangi karyawan dan hari kerja, pengurangan pakan satwa. Semua gara-gara pandemi dan tidak ada kunjungan, padahal operasional tempat wisata ini bergantung pada hasil penjualan tiket.

“Kalau satwa lebih banyak diumbar lebih sehat. Untuk makanan yang kurang, mungkin agak kurus. Yang paling kelihatan kambing sama kuda. Kambing sama kuda tergantung konsentrat. Untuk kuda dari 10 kuda dua hari habis satu karung konsentrat. Sekarang, hanya mendapat jatah satu karung buat satu minggu.”

 

aca juga : Kawasan Konservasi dan Wisata Alam Bakal Buka Bertahap

Gembora Loka Zoo masih tutup hingga kini. Mereka gunakan dana cadangan untuk operasi sehari-hari. Foto: dokumen Gembira Loka

 

Pajak naik

Tak jauh beda kondisi Gembora Loka Zoo. Menempati area sekitar 20 hektar, dengan koleksi lebih 100 spesies satwa dan 50 spesies flora, Gembira Loka (GL) Zoo masih menjadi tempat wisata favorit di Yogyakarta. Pada situasi normal kebun binatang ini mencatatkan pengunjung 10.000 orang perhari.

Masa pandemi, pengunjung turun tajam hingga manajemen harus mengkalkulasi sejumlah pos anggaran. Untuk memenuhi kebutuhan pakan satwa dan operasional selama pembatasan, GL Zoo harus merogoh dana cadangan.

“Dana cadangan tidak bisa terus-terusan. Selama 2020, kami sudah tutup enam bulan. Saat tutup itu akhir tahun, ada perubahan cuti bersama, yang berpengaruh ke pengunjung. Desember sudah kena, kasusnya naik, lalu ada PSBB Jawa dan Bali, itu pengaruh besar,” kata Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) A Tirtodiprojo, Direktur Utama GL Zoo, dalam kesempatan berbeda, saat dihubungi Mongabay.

Masalah yang dihadapi bukan hanya soal waktu tepat untuk buka, kalau pun buka pengunjung juga terbatas.

“Kalau tutup terus ya sampai akhir tahun saja kita bertahan. Setelah itu ndak tahu mau apa. Kita bayar PBB,, ini juga menjadi beban,” kata Joko, panggilan akrabnya.

PBB yang harus dibayar Gembira Loka pada 2020 sebesar Rp1,9 miliar, mendapat pengurangan 75% karena pandemi jadi beban bayar Rp480 juta. Angka Rp1,9 miliar itu, katanya, sebenarnya sudah naik hampir tiga kali lipat, dari tahun 2019 sekitar Rp600 juta.

“Sekarang PBB 2021 ditetapkan Rp2,7 miliar dari Rp1,9 miliar. Ini pandemi kok malah mundak (naik). Kalau mau minta diskon harus melunasi dulu yang 2020. Mereka kadang hanya mengejar target, tapi kan ya harus melihat situasi dan kondisi.”

Selama pandemi, karyawan terjangkit COVID-19 di GL Zoo ada 32 orang, dan sembuh 28 orang. Dari jumlah itu tidak satupun masuk rumah sakit karena sudah vaksin.

“Kebijakan perusahaan kita, memvaksin seluruh karyawan dan keluarga. Total karyawan sekitar 250 plus keluarga jadi 500-an. Vaksin memang sangat membantu.“

Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta awal Agustus mengumumkan kesembuhan harimau Sumatera koleksi Taman Margasatwa Ragunan dari COVID-19. Lebih 1,5 tahun pandemi, katanya, tak ada satwa Gembira Loka terpapar.

Guna hindari satwa dari corona, kebun binatang ini menempuh strategi memperketat pemeriksaan keeper yang berinteraksi langsung dengan satwa. Ia jadi bagian yang kadang luput dari perhatian lembaga konservasi.

Saat ada keeper GL Zoo positif, lutung asuhan pun menjalani pemeriksaan. Hasilnya, negatif. Pemeriksaan kepada lima orang utan juga negatif. Swap untuk harimau Sumatera dan kucing belacan, juga negatif.

Kebanyakan lembaga konservasi menggaji keeper secara lepas berdasar jumlah hari masuk, yang membuat mereka memilih tetap bekerja meski terpapar COVIID-19. Mereka pun jadi enggan melapor saat sakit atau pernah kontak erat dengan penderita COVID-19. Dampaknya, risiko satwa tertular besar.

“Hampir semua lembaga konservasi menggaji mereka sesuai waktu masuk. Kalau dia tidak masuk ya tidak dibayar. Jadi mereka akan takut ngomong,” katanya.

 

Kura-kura Sulcata koleksi Jogja Exotarium sedang cari makan di area pelepasan. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Solusinya, GL Zoo tetap membayar mereka meski tidak masuk kerja karena sakit. Pendapatan keeper memang sedikit berkurang karena tak mendapat uang kehadiran.

Sejauh ini, kata Joko, belum ada penurunan kualitas pakan satwa karena GL Zoo dibantu empat outlet supermarket yang memberikan buah dan sayuran tak layak jual untuk pakan satwa.

“Itu cukup membantu. Khusus membuat variasi makanan. Contoh, orang utan biasa dapat makanan jeruk, ini ada lemon, pisang, dan lain-lain. Jadi, variasi makanan bagus. Superindo, empat outlet memberikan kepada kita. Juga dari PT Softies membantu pakan satwa. Kalau dari pemerintah tidak ada sama sekali.”

Selain menerima bantuan dari swasta, kebun binatang ini juga menerima bantuan masyarakat baik perseorangan maupun lembaga.

Hingga kini, GL Zoo masih tutup untuk umum. Dia belum tahu GL Zoo tutup sampai kapan. Ketika menanyakan ke pemerintah kota pun dijelaskan menunggu keputusan pemerintah pusat.

Joko berharap, pemerintah di semua tingkat bersama-sama menurunkan level pembatasan hingga kegiatan ekonomi kembali berjalan. Syaratnya, pemerintah daerah memperluas vaksinasi, pengawasan PPKM, serta menerapkan penghargaan dan sanksi..

“Jangan ada pembiaran. Tempat wisata buka dibiarkan, orang pada datang, dan menciptakan kerumunan. Kalau ada pengawasan, punishment, orang akan takut. Sekarang ini kami tutup tapi yang lain-lain melanggar dan tidak ditindak, ya sama saja.”

 

 

*****

Exit mobile version