Mongabay.co.id

Riset: Potensi Pajak Sawit Jambi Besar, Realisasi Minim, Mengapa?

 

 

 

 

 

Tanggul setinggi delapan meter dan hamparan tanaman sawit setinggi lima meter milik PT. Erasakti Wira Forestama, membentang di area lebih 4.000 hektar di Desa Rukam Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi.

Hujan yang mengguyur lebih awal di Juni lalu, membuat Desa Rukam kebanjiran. Ada tujuh pompa air dari kebun sawit EWF yang mengarah ke Sungai Batanghari, dua mengapit desa.

Kala hujan datang, Rukam rentan terendam. Akses jalan ke desa ini juga sulit. Jalanan tanah licin tersiram hujan membuat warga harus memutar ke Kabupaten Tanjung Jabung Timur, melewati HTI Sinar Mas dan lanjut menyeberangi sungai pakai perahu kecil.

Yani, warga Desa Rukam mengeluh akses jalan buruk ke desanya. “Jalan ini dak pernah diperbaiki, harusnya ke desa bisa satu jam.Kalau mutar dengan masuk HTI jadi dua sampai tiga jam dari Jambi ke Rukam,” katanya.

Kehadiran perusahaan perkebunan digadang-gadang memberikan dampak baik bagi desa sekitar. Tak bagi Desa Rukam, Desa Sebumbung, Desa Manis Mato, yang bersebelahan langsung dengan EWF.

Bicara Jambi, merupakan provinsi yang masuk 10 besar perkebunan sawit 10 terluas di Indonesia. Dinas Perkebunan Jambi mencatat, tutupan sawit 2019 mencapai 1,07 juta hektar. Muara Jambi, kabupaten dengan tututan sawit terluas, 24% atau 632.650 hektar berada di sini.

Februari hingga Juli lalu, Walhi Jambi dan TuK (Transformasi untuk Keadilan) Indonesia riset pendugaan potensi penerimaan negara dari pajak sawit di Jambi pada 2021. EWF, jadi satu kasus yang diteliti.

 

Petolaan TuK Indonesia dan Walhi Jambi

 

Pada kasus EWF, seluas 4.308,95 hektar dan ada 1.074, 91 hektar areal belum produktif, lalu 294,93 hektar pengaman, dan emplasemen seluas 7,22 hektar. Riset menunjukkan, luasan total EWF 5.685, 96 hektar.

Dari luasan ini, pajak yang bisa diperoleh daerah dari PBB Rp221, 200 juta dan PPN Rp69, 609 juta atau total per tahun Rp290, 809 juta.

Kalau melihat angka potensi pajak yang bisa diterima, persoalan jalan di desa-desa sekitar EWF bukan jadi masalah lagi. Nilai potensi pajak tentu sudah bisa membiayai perbaikan jalan yang lebih 12 tahun licin dan sulit diakses saat musim hujan.

“Risetnya sudah sejak awal 2021, Kita analisa data, mulai dari tutupan sawit, status tanaman sawit, penentuan produktivitas TBS (tandan buah sawit) dan perhitungan pajak sawit,” kata Linda Rosalina, pengkampanye TuK Indonesia,

Riset ini menunjukkan, luasan perkebunan sawit Jambi yang mereka dapatkan dari beberapa analisis tutupan sebesar 792.145,79 hektar. Seluas ini saja, PBB Rp207,16 miliar dan PPN Rp2,70 triliun.

Data Kanwil DJPb Jambi 2020, hanya menargetkan potensi seluruh sektor PBB Rp174,10 miliar dan PPN Rp1,99 triliun. Realisasinya, PBB dari seluruh sektor pada 2020 senilai Rp120,02 miliar dan PPN Rp1,96 triliun.

Dia menyebutkan, penelitian ini pengembangan dari studi pada 2020 mengenai penerimaan negara sektor perkebunan sawit Sulawesi Tengah.

Pengumpulan data dengan data sekunder dan primer. Data primer, antara lain Citra Landsat 8 tahun perekaman 2019 , gitra Google satelit tahun perekaman 2019–2020, dan Citra Spot96 tahun perekaman 2020.

Data sekunder dari peta hak guna usaha (HGU), peta kawasan hutan, peta kawasan gambut, peta administrasi, data produksi dan produktivitas crude palm oil (CPO), harga tanah, dan biaya investasi tanaman.

Rudiansyah, tim riset mengatakan, mereka juga menghitung data luasan perkebunan sawit dari Dinas Perkebunan Jambi, potensi pajak perkebunan sawit bisa lebih besar, dari PBB Rp1,95 triliun, dan PPN Rp4,67 triliun.

Dengan dasar luasan data Dinas Perkebunan Jambi, dan hasil perhitungan produksi TBS Jambi berdasarkan data produktivitas sawit Kementerian Pertanian 2020 sebesar 11,38 juta ton. “Pantauan kami di lapangan bisa mencapai 12,31 juta ton.”

 

Pengangkutan TBS melalui kanal di salah satu perkebunan sawit Muaro Jambi. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Hitungan angka dugaan potensi pajak sawit di Jambi ini, katanya, dengan angka pajak nilai terendah dan melihat tutupan luasan dengan peta citra resolusi terendah. Jadi, kata Linda, kalau angka ini akan lebih besar lagi dengan standar yang lebih baik.

Potensi penerimaan negara atas pajak PBB dan PPN dari perkebunan sawit Jambi 2020 yaitu Rp2.9 triliun. Ada gap antara realisasi PBB dan PPN untuk seluruh sektor di Jambi pada 2020 dengan target.

Rendahnya nilai pajak ini, katanya, dipicu banyak kebun sawit tidak ber-HGU, sekaligus sinyal potensi dugaan korupsi.

Hasil studi juga menunjukkan, pemegang HGU perkebunan sawit di Jambi yang teridentifikasi ada 118 HGU luas 286.762,67 hektar. Pemegang HGU didominasi perusahaan besar 113 HGU, dan perusahaan negara lima HGU. Luas perkebunan mandiri teridentifikasi 16.914,95 hektar.

“Ada banyak sawit milik perusahaan perkebunan sawit di luar HGU diidentifikasikan ke sawit mandiri atau sawit rakyat. Data yang kami lakukan riset dengan ketentuan tutupan kebun sawit di bawah 25 hektar hanya 16.000-an hektar.”

“Tata Kelola ini perlu diperbaiki, terutama soal perusahaan sawit tanpa HGU perlu diperbaiki.”

Dia bilang, menyajikan informasi dasar (baseline) mengenai potret eksisting sawit di Jambi sangat penting untuk melihat potensi sektor ini secara utuh. “Kami berharap laporan ini dapat jadi sumber alternatif informasi, sebagai pemantik agar para pengampu data mau terbuka.”

Terpenting, katanya, pemerintah daerah lebih serius mendata dan mengintegrasikan data dengan bersinergi antar pemerintah dan level pemerintah. “Kami juga mendorong pemerintah daerah memiliki kebijakan dengan tujuan peningkatan pendapatan daerah,” kata Linda.

 

Upaya pemadaman karhutla di kebun sawit Desa Puding, Muaro Jambi. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Untung atau rugi?

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2015, merupakan bencana terbesar era reformasi. Berulang kembali pada 2019 , didominasi pada konsesi perusahaan perkebunan. Data Walhi Jambi 2015, ada 46 perusahaan sawit terbakar dan kembali terbakar pada 2019, atau sekitar 39 perusahaan.

Dwi Nanto, Manajer Kampanye Walhi Jambi bilang, kebakaran berulang ini karena monopoli air oleh perkebunan sawit. Konflik sosial dengan masyarakat juga jadi kendala karena perizinan perkebunan sawit tidak tertib.

Dari 1, 074 juta hektar kebun sawit di Jambi, sekitar 286 ribuan hektar ada HGU dari perkebunan negara dan swasta.

Agusrizal, Kepala Dinas Perkebunan Jambi mengamini persoalan perizinan ini juga jadi kendala mereka. Soal HGU, katanya, berada di BPN hingga jadi lebih lamban.

“Permasalahan penertiban izin terutama soal perusahaan ber-HGU hanya 200.000-an hektar, sisanya, hampir 1 juta hektar belum jelas izinnya.”

Selain tertib adminstrasi, Agusrizal bilang soal pendapatan sektor pajak sawit sudah mereka lakukan. Sejak 2020, mereka berkolaborasi dengan Kantor Wilayah Ditjen Pembendaharan Pajak Jambi untuk menertibkan pajak pada perusahan sawit.

Agus Pirngadi, Kepala Badan Keuangan Daerah Jambi menyebutkan, sektor perkebunan yang jadi penerimaan daerah baru PBB. “Sedangkan kontribusi riil dari usaha perkebunan termasuk sawit belum ada. PBB dari luas lahan dan pabrik yang dibayar ke kas negara karena pajak pajak pusat. Pemda hanya mendapat bagi hasil dari pemerintah pusat.”

Potensi pajak dari sawit juga belum bisa menutupi angka kerugian dampak perkebunan sawit di berbagai sektor.

Dwi Nanto bilang, Walhi Jambi menghitung kerugian lingkungan karena kebakaran hutan dan lahan tak sebanding dengan potensi pajak yang diterima.

Basuki Wasis, pakar lingkungan memaparkan, teori penghitungan kerugian kebakaran khusus pada wilayah ekosistem gambut. Total kerugian Rp1, 264 miliar per hektar. “Penghitungan BRG untuk biaya pemulihan kebakaran Rp2,87 triliun, “ kata Dwi.

Belum lagi yang lain, seperti peningkatan biaya pengobatan puskesmas Rp3,1 miliar, rumah sakit Rp19 miliar, biaya pendidikan Rp44 miliar, dan berkurangnya pembeli selama sebulan Rp530 juta.

Jambi, mendapatkan Rp1,3 miliar biaya penanggulangan karhutla 2019. Menurut Kepala BPBD Jambi, Bachyuni, uang itu untuk oprasional personil TNI, POLRI, BPBD, Manggala Agni dan dibagikan pada delapan kabupaten dengan kisaran Rp100-Rp200 juta, sesuai kondisi daerah.

Dwi bilang, kajian itu ini dampak karhutla di perkebunan sawit pada lahan gambut. Belum lagi dampak sosial, konflik, kehilangan sumber air, serta biodiversiti yang tak bisa dihitung.

“Sebenarnya, dengan ada potensi pajak cukup besar, sementara realisasi kecil menunjukkan juga rendahnya ketaatan perusahaan sawit bayar pajak. Harus ada upaya tegas pemerintah membuat mereka taat pajak.”

Belajar dari riset serupa yang terlebih dahulu di Sulawesi Tengah, Linda usul, pemerintah daeah bentuk panita khusus untuk mengamankan pajak sawit ini melalui kolaborasi organisasi pemerintah daerah terkait.

“Bisa saja di Jambi, ini koordinasi oleh Bappeda provinsi dengan melibatkan instansi seperti Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, kantor pajak, Ombudsman dan lain-lain.”

 

Konsesi perusahaan sawit yang terbakar di Muarojambi pada 2019. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Dorong lewat Inpres moratorium sawit

Indonesia punya kebijakan Inpres Moratorium Sawit, yang akan berakhir September ini. Kebijakan ini, membuka jalan supaya pemerintah memperbaiki tata kelola perkebunan sawit, terutama evaluasi izin perkebunan sawit, produktivitas , dan pembentukan satu peta hingga tak lagi tumpang tindih lahan.

Perlu jadi perhatian, katanya, verifikasi lahan harus efektif dan efisien agar bisa segera proses hukum.

Untuk itu, moratorium sawit ini penting diperpanjang dan diperkuat guna mewujudkan tata kelola sawit berkelanjutan, mengoptimalkan pendapatan daerah, serta mencegah korupsi sumber daya alam.

Gifvents, Direktur Pelaksana Harian Yayasan Komiu, Sulawesi Tengah mengatakan, selama 2,5 tahun terakhir di Sulawesi Tengah, belum semua instansi pemerintah baik di provinsi maupun kabupaten mengetahui dan mengimplementasikan Inpres Moratorium Sawit ini.

“Perpanjangan Inpres Moratorium Sawit sangat penting. Selama ini pemerintah daerah tidak memiliki data riil luasan perkebunan sawit di Sulawesi Tengah.”

Belum lagi, katanya, ada ketidaksinkronan data pajak dengan realisasi penguasaan lahan di wilayah tapak, minim kontribusi perkebunan sawit terhadap perekonomian daerah, serta wilayah-wilayah suaka alam dan kawasan hutan lain terancam perluasan perkebunan sawit.

 

******

Foto utama: Perkebunaan sawit di Jambi, lebih 1 juta hektar. Potensi pajak besar, nyatanya? Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version