Mongabay.co.id

Mengolah Kotoran Sapi, Hasilkan Energi dan Kurangi Emisi

 

Suara alat pemantik api berbunyi. Kompor yang telah dibuka aliran gasnya, menghasilkan nyala api berwarna biru. Nyala birunya tidak berbeda jauh dengan kompor elpiji. Padahal, kompor yang dipakai warga Desa Karangjambe, Kecamatan Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng) itu bersumber dari biogas. Sumber biogas merupakan hasil pengolahan kotoran sapi milik warga setempat.

“Dengan adanya saluran biogas, maka saya lebih menghemat elpiji 3 kg. Sebelum ada biogas, biasanya dalam satu bulan membutuhkan elpiji sebanyak 4 tabung. Saat sekarang paling hanya satu tabung, untuk jaga-jaga saja. Ya bisa menghemat antara 2-3 tabung. Harga elpiji 3 kg di sini Rp20 ribu. Sehingga dalam sebulan dapat menghemat Rp40 ribu hingga Rp60 ribu. Benar-benar dapat menghemat,” tutur Sumartini (51) warga setempat.

Ibu rumah tangga lainnya, Sartini (51), yang juga memanfaatkan biogas merasa terbantu. Sebab, dirinya dapat menghemat pengeluaran. “Saya memanfaatkan biogas untuk memasak air, menanak nasi, menggoreng lauk pauk dan membuat sayuran. Semuanya menggunakan kompor biogas. Pokoknya sangat membantu, apalagi pada saat pandemi di mana ekonomi sulit. Saya terbantu, karena dapat mengurangi pengeluaran bulanan. Saya tidak sering-sering membeli elpiji 3 kg,” katanya.

Biogas yang disalurkan ke rumah-rumah warga berasal dari kompleks kandang yang lokasinya di tengah pemukiman. Meski berada tidak jauh dari rumah-rumah penduduk, namun kadangnya tidak terbau. Sebab, setiap harinya kotoran sapi disemprot dengan air dan dimasukkan ke tempat penampungan yang diaduk. Setelah itu, masuk ke dalam biodigester.

“Jadi, setiap harinya ada beberapa pekerjaan yang kami lakukan. Di antaranya adalah memerah susu. Kebetulan saat sekarang ada 37 sapi, 12 sapi perah dan 25 lainnya sapi potong. Selain memerah susu, kandang juga harus dibersihkan. Dengan menampung kotoran sapi dan diolah menjadi biogas, maka kandang jadi tidak berbau,” ungkap Salimin (47) pekerja di kandang milik Kelompok Tani Ternak Suprah tersebut.

baca : Biogas yang Membuat Peternak Sapi di Lampung Selatan Mandiri Energi

 

Warga Desa Karangjambe, Kecamatan Wanadadi, Banjarnegara, Jateng memasak air dengan kompor biogas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Salimin mengatakan bahwa sebelum kotoran sapi diolah menjadi biogas, maka hanya langsung dibuang ke aliran air. Sehingga dulu mencemari perairan dan bau. “Tetapi kini telah diolah menjadi biogas, sehingga tidak bau. Bahkan bisa menghasilkan biogas untuk mengaliri kompor dan lampu petromaks. Bahkan, limbah dari biogas dimanfaatkan untuk pupuk baik jenis padat maupun cair,” katanya.

Di tempat yang sama, Koordinator Kelompok Tani Ternak Suprah Ahmad Fahrudin menjelaskan bahwa saat sekarang ada dua instalasi pengolah air limbah (IPAL) atau biodigester. Satu biodigester memiliki kapasitas 10 meter kubik dan satu lainnya mempunyai kapasitas 24 meter kubik. Dua biodigester yang menghasilkan biogas tersebut berada di kompleks kandang sapi dengan panjang  40 meter dan lebar 16 meter.

“Karena ada sapi perah, maka sapi-sapinya juga diperah susunya. Tiap hari, ada 8 sapi yang diperah. Dari 8 sapi tersebut, rata-rata bisa diperah 15 liter. Sehingga, saban hari menghasilkan 120 liter susu. Per liter susu, harganya Rp10 ribu. Susu yang diperah, biasanya ada yang beli langsung ke sini. Ada yang dari Banjarnegara maupun Wonosobo,”katanya.

Fahrudin mengungkapkan, ia mulai memelihara sapi sejak tahun 2003. Namun, hanya sebatas punya saja. Kalau sapinya sudah besar, dijual dan memelihara yang kecil. Hingga pada tahun 2012, ada bantuan 18 ekor sapi dari program sarjana masuk desa (SMD). “Tahun 2012, ada bantuan sapi perah sebanyak 18 ekor. Pada saat itu, saya sudah mempunyai dua ekor, sehingga total ada 20 ekor sapi. Pada 2012, kotoran sapi dibuang begitu saja,”ujarnya.

Setelah hampir setahun, tepatnya 2013, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jateng membantu satu unit IPAL atau biodigester. Bantuan IPAL itulah yang dapat mengolah kotoran sapi menjadi biogas. “IPAL bantuan dari DLH mempunyai kapasitas 24 meter kubik, sehingga mampu memasok biogas untuk 11 kepala keluarga (KK). Mereka yang mendapat suplai biogas adalah warga yang dekat dengan kandang, radiusnya 100 meter,” katanya.

baca juga : Biogas Jadi Katalisator Perbaikan Lingkungan di Desa Lereng Semeru Ini

 

Kandang sapi yang mengolah kotoran menjadi biogas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dengan adanya bantuan itu, warga setempat kemudian mendirikan Kelompok Tani Ternak Suprah. Kelompok tersebut yang melakukan pengelolaan sapi, kandang sampai biogas.

Setelah hampir 8 tahun berjalan, pada Januari 2021 lalu, ada bantuan kembali dari Pemprov Jateng. IPAL biogas yang baru tidak hanya dimanfaatkan untuk menyalakan kompor saja, melainkan juga dipakai menghidupkan lampu. “Ada 6 rumah yang mendapat suplai biogas. IPAL yang kedua ini mempunyai kapasitas 10 meter kubik. Tetapi, biogas yang dihasilkan tidak hanya dipakai untuk bahan bakar kompor saja, melainkan dapat digunakan menghindupkan lampu. Lampunya petromaks. Jika listrik PLN padam, warga bisa memanfaatkan petromaks berbahan bakar biogas,”paparnya.

Fahrudin menambahkan, manfaat lainnya adalah pupuk padat dan cair yang merupakan limbah kotoran yang telah diproses menjadi biogas. Jadi, kotoran sapi yang diolah menjadi biogas, masih menghasilkan limbah. Limbah tersebut ada yang padat dan cair. “Dalam sehari, untuk pupuk cair mampu dihasilkan sebanyak 200 liter. Sedangkan pupuk padat sebanyak 100 kg setiap hari. Pupuk padat dan cair itu merupakan limbah dari kotoran sapi yang telah diubah menjadi biogas,” katanya.

Bagi warga yang mendapatkan manfaat tidak ada iuran, semuanya masih serba gratis. Baik mereka penerima manfaat biogas atau warga yang mengambil pupuk. “Semuanya gratis. Yang mendapat suplai biogas hanya mengeluarkan ongkos untuk membeli instalasi pada awal saja. Selebihnya, tidak mengeluarkan uang lagi,” ungkap Fahrudin.

Sementara, Perekayasa Utama Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widiatmini Sih Winanti mengatakan kotoran sapi yang diolah menjadi biogas tidak sekadar menghasilkan energi terbarukan semata. Lebih dari itu, pengolahan kotoran sapi menjadi biogas merupakan bagian dari upaya untuk menurunkan emisi yang menimbulkan pemanasan global.

Kotoran hewan seperti sapi mengandung gas metan (CH4). Gas ini efeknya 25 kali lipat jika dibandingkan dengan karbondioksida (CO2) sebagai penyebab pemanasan global.

“Pengolahan kotoran sapi menjadi biogas sangat bisa menurunkan emisi. Jadi, kotoran sapi itu masih mengandung metana, sehingga kalau membusuk, bakal mengeluarkan gas metana dan terbuang ke alam. Jika kemudian kotoran sapi diolah menjadi biogas, maka metana bisa dimanfaatkan. Karena itulah, dengan memproses kotoran sapi menjadi biogas merupakan upaya untuk menurunkan emisi yang memiliki kontribusi bagi pemanasan global,”paparnya.

baca juga : Pondok Pesantren di Magelang ini Berhemat Jutaan Rupiah dari Pemanfaatan Biogas

 

Warga menghidupkan lampu petromaks dengan bahan bakar biogas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan dari publikasi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) tahun 2012, feses sapi menghasilkan gas rumah kaca utama yaitu gas CH4. Feses ternak baik padat maupun cair memiliki potensi untuk mengemisikan gas CH4 selama proses penyimpanan, pengolahan, penumpukan atau pengendapan yang dipengaruhi oleh jumlah feses yang dihasilkan dan jenis ternak.

Kurangnya penanganan limbah feses ternak berpotensi untuk menyumbangkan metana lebih besar lagi. Produksi metana dari feses ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, komposisi biomassa dan penanganan feses ternak.

Produksi gas metana dari seekor sapi dapat mencapai 49,80 kg/ekor/tahun, dengan dasar perhitungan bahwa energi gas metana yang terbentuk adalah 8% dari energi yang dikonsumsi ternak. Seekor ternak mengkonsumsi bahan kering pakan sekitar 3% dari bobot hidup. Untuk seekor sapi dengan bobot 300 kg akan mengkonsumsi bahan kering pakan sekitar 9 kg per hari.

Kandungan energi bruto pakan yang dikonsumsi adalah 10,46 MJ/kg sehingga total energi bruto yang dikonsumsi adalah 94,14 MJ/hari. Dari energi bruto tersebut akan terbentuk gas metana sebanyak 8% atau setara dengan 7,53 MJ yang sama dengan 2.749 MJ per tahun. Apabila 1 gram gas metana mengandung energi 0,0552 MJ maka akan terbentuk sekitar 49,80 kg gas metana per ekor per tahun.

Menurut Widiatmini, dengan mengolah kotoran sapi menjadi biogas, maka jelas akan mengurangi emisi yang berdampak pada pemanasan global. “Salah satu PR ke depan adalah mengefisienkan proses pengolahannya. Dengan melakukan peningkatan degradasinya,”papar dia.

 

 

Exit mobile version