Mongabay.co.id

Akibat Perubahan Iklim, Bentuk Tubuh Hewan Bisa Berubah

 

 

Perubahan iklim merupakan persoalan penting yang dihadapi umat manusia saat ini. Namun, dampak perubahan iklim ini tidak hanya dirasakan manusia dan lingkungannya, tetapi juga pada satwa. Sebuah penelitian terbaru menyebutkan bahwa sebagai akibat dari respon terhadap tekanan perubahan iklim, beberapa satwa mengalami perubahan bentuk pada tubuh mereka. 

Studi itu menyebutkan, spesies satwa berdarah panas mengalami perubahan bentuk seperti paruh, telinga, dan kaki yang lebih besar karena menyesuaikan dengan suhu tubuh mereka dengan iklim yang lebih panas. Penelitian tersebut mengamati lebih dari 30 spesies untuk melihat perubahan bentuk tubuh. Salah satu perubahan terbesar ditemukan pada beberapa jenis burung beo australia, dengan ukuran paruhnya yang rata-rata 4 persen menjadi 10 persen sejak tahun 1871. 

“Di luar Australia, burung junco bermata gelap di Amerika Utara [Junco hyemalis] menunjukkan hubungan antara peningkatan ukuran paruh dan suhu relatif jangka pendek yang ekstrim di lingkungan yang biasanya dingin,” ungkap para peneliti dalam jurnal yang dipublikasikan pada Trends in Ecology and evolution yang dipublikasikan 7 September 2021.

Studi ini menjelaskan bahwa perubahan iklim mendorong peningkatan suhu di seluruh dunia, dan satwa-satwa merespon dengan berbagai cara. Perubahan morfologi adalah cara yang sampai sekarang kurang mendapatkan penilaian, ketika hewan menanggapi peningkatan termoregulasi yang dipaksakan oleh pemanasan iklim. 

Baca: Katak Kecil Bermulut Sempit, Jenis Baru yang Sensitif pada Perubahan Iklim

 

Inilah burung junco bermata gelap atau Dark-eyed Junco [Junco hyemalis hyemalis] betina, di Cap Tourmente National Wildlife Area, Quebec, Canada. Foto: Wikimedia Commons/Cephas – Own work/CC BY-SA 3.0

 

Sara Ryding, penulis utama dalam penelitian ini menjelaskan, kondisi tersebut berarti bahwa hewan telah berevolusi, akan tetapi tidak berarti kalau mereka mampu mengatasi perubahan iklim. Menurutnya, dampak perubahan iklim terlihat pada beberapa spesies, yang meningkat dalam ukuran tubuhnya sejauh ini, tetapi tidak diketahui apakah mereka akan mampu mengikuti krisis iklim yang semakin memburuk. 

“Kami juga tidak tahu apakah perubahan bentuk ini benar-benar membantu kelangsungan hidup [dan karenanya bermanfaat] atau tidak. Fenomena perubahan bentuk ini seharusnya tidak dilihat sebagai hal yang positif, melainkan sebuah kekhawatiran bahwa perubahan iklim mendorong hewan untuk berevolusi seperti ini, dalam jangka waktu yang relatif singkat,” kata Sara Ryding dikutip dari CNN.

Baca: Bukan Hanya Komodo, Hiu dan Pari Juga Terancam Dampak Perubahan Iklim

 

Ini adalah burung Dark-eyed junco ]J. h. hyemalis] jantan. Foto: Wikimedia Commons/Ken Thomas/Public Domain

 

Menurutnya, pada beberapa individu spesies di iklim yang lebih hangat, memiliki anggota tubuh lebih besar, seperti sayap dan paruh. Hal ini dikenal dengan pola aturan Allen, yakni dengan luas permukaan yang lebih besar memungkinkan hewan untuk mengontrol suhu mereka lebih mudah. Pada saat yang sama, ukuran tubuh cenderung menyusut, karena tubuh yang lebih kecil menahan lebih sedikit panas. 

Di Amerika Serikat, penelitian terbaru terhadap 70.716 burung migran yang mewakili 52 spesies menunjukkan bahwa mereka telah mengecil selama empat dekade terakhir, dan sayapnya lebih lebar. Semua burung mati ketika menabrak gedung-gedung tinggi di Chicago selama migrasi dan telah dikumpulkan di Museum Lapangan kota.

Baca juga: Burung, Makhluk Sensitif Terhadap Perubahan Iklim

 

Komodo, satwa kebanggaan Indonesia yang hidup di Nusa Tenggara Timur. Habitatnya juga terancam akibat perubahan iklim, dikarenakan meningkatnya permukaan air laut. Foto: Asep Ayat

 

Sebelumnya, peneliti lain menyebutkan, jenis satwa yang mampu menandai adanya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim adalah burung. Burung disebut memiliki peran vital sebagai indikator perubahan iklim, karena sangat sensitif jika terjadi perubahan di lingkungannya.

“Ini disebabkan burung punya keterkaitan tertentu pada habitat yang cukup spesifik atau pada sumber makanan tertentu. Banyak jenis pohon buah atau serangga yang jadi sumber pakannya juga dipengaruhi iklim,” ujar, Nurul Winarni, peneliti dari Research Center for Climate ChangeUniversitas Indonesia, seperti ditulis sebelumnya oleh Mongabay.

Dia mengatakan, terjadinya perubahan pasokan makanan juga akan mempengaruhi burung, seperti bergesernya tempat-tempat sumber pakan yang tersedia. Pada daerah beriklim subtropis, biasanya akan sangat mudah diamati terjadinya perubahan ini karena perbedaan suhu antar-musim yang cukup jelas. Ini bisa diamati dari respon distribusi burung yang menghindar dari daerah-daerah yang suhunya makin panas. 

“Sturktur komunitas, biasanya juga turut berubah karenanya. Para peneliti biasanya mengamati dalam jangka waktu panjang [long-term monitoring]. Ini untuk memastikan bahwa respon memang disebabkan karena iklim yang berubah, bukan karena faktor lain,” tuturnya.

 

 

Exit mobile version