Mongabay.co.id

Terjerat Kasus Pidana Kehutanan, Pemilik ‘Sawmill’ Ajukan Praperadilan

 

 

 

 

 

Pertengahan Agustus lalu, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, menetapkan Wilman, Direktur CV Basit Eshan Abadi (BEA), sebagai tersangka kasus tindak pidana kehutanan karena angkutan kayu tanpa dokumen sah. Tak terima, Wilman ajukan praperadilan.

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Pekanbaru, Tommy Manik, memimpin sidang praperadilan pekan lalu. Praperadilan ditujukan kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sumatera Seksi II.

Sebelumnya, Wilman disangka mengangkut hasil hutan kayu tanpa dilengkapi dokumen sah. Ceritanya, 27 Juni lalu, Penyidik Brigade Harimau Jambi mengamankan satu truk kuning merek mitsubishi canter bermuatan kayu gergajian lebih kurang sembilan meter kubik. Kala itu, sekira pukul 01.15, sedang berlangsung operasi pengamanan dan peredaran hasil hutan oleh Dinas Kehutanan Jambi di Jalan lintas Muara Bungo, Desa Mersam, Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari.

Penyidik memeriksa sopir pengangkut kayu dan mengecek dokumen yang dibawa. Potongan-potongan kayu dari CV BEA itu hendak diangkut ke Jakarta. Dari dokumen, penyidik melacak Wilman. Berdasarkan dokumen surat angkutan lelang (SAL), keterangan mengenai kayu tidak sesuai bukti fisik.

Dalam dokumen, jenis kayu sendok-sendok dan mahang, sedangkan dalam truk adalah kayu kempas dan meranti. Ukuran dan bentuk kayu juga saling timpang. Dalam dokumen tercantum kayu bulat panjang dua meter, dalam truk adalah kayu gergajian atau berupa ring panjang empat meter.

Penyidik juga mencocokkan fisik kayu berdasarkan putusan dua pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap pada 2017 dan 2019. Sebelumnya, kayu-kayu ini disita dari dua sopir angkut yang masing-masing dihukum 1-1,8 tahun penjara. Kayu-kayu itu lantas ditetapkan sebagai rampasan negara.

Selain mendapatkan informasi tertulis dan keterangan dari sejumlah saksi, penyidik juga menyambangi tempat pengolahan kayu CV BEA. Sawmill milik Wilman ini berizin sejak 2017 dan tercatat mengambil kayu di dua provinsi, Jambi dan Riau. Ia juga membeli kayu dari sejumlah tempat pengolahan lain.

Mengutip isi berkas permohonan kuasa hukum Wilman, Muskarbed Tujuh Delapan dan kawan-kawan, kasus ini bermula dari pengamanan anggota KPH Dinas Kehutanan Jambi, terhadap sopir bernama Beny.

Setelah lima hari pemeriksaan, penyidik Dinas Kehutanan Jambi melepaskan si sopir, karena tidak ditemukan tindak pidana kehutanan seperti dalam UU 18/2013, tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Belakangan, kasus ini dilimpahkan ke penyidik BPPLHK Wilayah Sumatera Seksi II, Jambi.

 

Trus yang berisi kayu tak sesuai dokumen dari sawmill Wilman, yang diamankan petugas. Foto: dokumen Balai Penegakan Hukum Sumatera

 

Tepat awal Juli, penyidik mengeluarkan surat perintah penyidikan No: SP.Sidik.10/BPPHLHK-SW.II/1/PPNS-JBI/07/2021 tertanggal 1 Juli. Ini berdasarkan laporan kejadian No: LK.094.E/01/VI/Dishut/2021 tertanggal 27 Juni. Kemudian berlanjut pemanggilan saksi, ahli termasuk Wilman, pemilik sawmill BEA. Wilman diminta datang ke Jambi pada 5 Juli, tetapi mengajukan permohonan pemeriksaan di Pekanbaru.

Permintaan itu tak dikabulkan dan penyidik kembali memanggil Wilman agar menghadap pada pertengahan Juli. Akhirnya, pemeriksaan pun berlangsung di Markas Komando SPORC Brigade Harimau, Jambi. Satu minggu kemudian, penyidik kembali memanggil Wilman untuk pemeriksaan lanjutan pada 12 Agustus.

Penyidik menetapkan Wilman sebagai tersangka pada pemeriksaan kedua. Wilman menolak karena merasa tidak melakukan kejahatan atau tindak pidana kehutanan seperti yang disangkakan. Penyidik keluarkan surat perintah penangkapan. Wilman menolak lagi.

Berselang satu hari, penyidik kembali memeriksa Wilman. Kali ini sebagai tersangka. Setelah selesai, penyidik langsung terbitkan surat perintah penahanan. Wilman, lagi-lagi menolak. Semua penolakan tertuang dalam berita acara. Wilman ditempatkan di rumah tahanan Polda Riau.

Menurut Muskarbed, penyidik tidak memeriksa sejumlah bukti yang disodorkan kliennya saat pemeriksaan sebagai saksi maupun tersangka. Juga soal prosedur penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan inilah yang jadi obyek praperadilan.

Penyidik menolak seluruh dalil Wilman lewat kuasa hukumnya tadi. Penyidik menjelaskan semestinya Dinas Kehutanan Jambi ikut sebagai termohon atau turut termohon karena melakukan penyelidikan kasus ini.

Pernyataan itu sekaligus meluruskan ketidakcermatan Muskarbed yang menyebut penyidik PNS Dishut Jambi melakukan penyidikan. Sebetulnya adalah penyelidikan, seperti dalam surat No: 700.S/SP.Lidik/07/VI/PPNS/Dishut/2021 tanggal 27 Juni.

Wilman dan kuasa hukum, kata penyidik, terlalu mendramatisir proses penetapan tersangka oleh tim. Penetapan tersangka, tak seketika melainkan melewati beberapa kali pemeriksaan dan gelar perkara terlebih dahulu.

Dari berkas jawaban penyidik, Zulbahri, Komandan SPORC Brigade Beruang, Pekanbaru, juga salah satu kuasa penyidik, mengatakan, terkait kayu, berbeda dengan keterangan nota angkutan.

“Sudah jelas, kasus ini adalah perkara pidana bukan sanksi administrasi karena ada pelanggaran UU 18/2013 tentang pencegahan, pemberantasan, perusakan hutan,” kata Zulbahri.

Penyidik juga nyatakan, mereka akan menjawab mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan.

Zulbahri bilang, sebelum penetapan tersangka juga gelar perkara terlebih dahulu pada 12 Agustus. “Tindakan kami sudah sesuai menurut peraturan perundang-udangan. Kami juga tidak pernah melakukan kekerasan maupun intimidasi.”

Penyidik pun memohon pada hakim supaya menolak seluruh permohonan Wilman.

Sesuai kalender sidang yang ditetapkan dan disepakati bersama para pihak, hakim tunggal Tommy Manik akan membacakan putusan pada Selasa 21 September.

 

Pembalakan ilegal terus marak di Riau. Foto : Polres Kepulauan Meranti/Polda Riau

 

***

Masalah dugaan perdagangan kayu ilegal atau kayu tak sesuai dokumen terus terjadi di Riau. Selain kasus angkutan kayu sawmill Wilman, juga terjadi di Desa Pulau Padang, Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi. Pada 13 Agustus lalu, Wakil Bupati Kuantan Singingi Suhardiman Amby bersama Polsek dan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Singingi, menahan mobil truk pengangkut kayu tanpa izin.

Semula dua truk yang dihadang. Beberapa menit kemudian menyusul dua truk lagi dari belakang. Termasuk satu mobil Toyota Agya sebagai pengiring. Empat sopir truk melarikan diri lewat semak-semak dan meninggalkan kendaraan bawaannya. Sedangkan mobil pengiring langsung tancap gas dan hampir menabrak petugas. Diperkirakan, ada tiga orang dalam kendaraan roda empat itu.

Petugas langsung memeriksa kendaraan. Dua truk merek colt diesel itu berisi kayu olahan dan dua lagi memuat kayu bulat. Petugas juga menemukan satu KTP seorang sopir, beralamat di Kabupaten Kampar. Kepala KPH Singingi, Abriman, belum bersedia menyebut nama seorang sopir itu.

Petugas langsung membawa dan mengamankan kayu berikut mobil ke Polsek Singingi.

Kapolsek Koko Ferdinand Sinuraya, mengatakan, penanganan kasus ini oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau. Sekarang, katanya, masih dalam tahap penghitungan jumlah kayu. “Baru saja Kehutanan pulang dari sini,” kata Koko.

Kalau taksiran sementara KPH Singingi, sekitar 25 kubik. Abriman bilang, mereka sudah mengajukan permohonan penyitaan ke Pengadilan Negeri Teluk Kuantan. Selanjutnya, akan membahas masalah ini ke Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Riau, karena lokasi pencurian kayu diduga berasal dari Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling, tepatnya di Desa Pangkalan Indarung.

Arrindo, Kepala Desa Pulau Padang bilang, mobil itu memang mengangkut kayu dari Pangkalan Indarung yang sempadan dengan wilayahnya. Truk itu sekadar melintas karena kayu-kayu itu hendak diangkut ke arah Pekanbaru atau Kampar.

Di Pangkalan Indarung, marak pembalakan liar. Sampai-sampai di Pulau Padang pun pernah dibangun tempat pengolahan kayu untuk menampung kayu-kayu dari sana. Saat awal menjabat sebagai kades, Arrindo meminta pemilik berhenti dan meninggalkan desanya. Sejak itu, Pulau Padang bersih dari kegiatan pengolahan kayu ilegal, kecuali di Pangkalan Indarung.

Koko bilang, pengintaian kendaraan pengangkut kayu hasil penebangan liar ini merupakan tindak lanjut dari patroli gabungan dua hari sebelumnya. Polres Kuantan Singingi dengan Polisi Kehutanan Riau, lebih dulu mendatangi tiga sawmill tanpa kegiatan di Pangkalan Indarung. Dua masih ada sejumlah peralatan berupa mesin, gergaji, dinamo dan tabung gas. Juga masih berserakan bekas potong-potongan kayu.

Saat itu, tim langsung memasang garis polisi pada tempat pengolahan kayu.

Ilut, Kepala Desa Pangkalan Indarung, mengatakan, tidak terlibat dengan patroli gabungan penutupan sawmill saat itu. Dia tidak ikut karena berada di luar desa. Letak sawmill itu, katanya, sangat jauh atau masih sekitar separuh perjalanan lagi ke pemukiman penduduk Pangkalan Indarung, bila diukur dari Muara Lembu—salah satu kelurahan di Kecamatan Singingi.

Satu-satunya akses ke Pangkalan Indarung masuk dari Muara Lembu. Selanjutnya, akan melewati Pulau Padang terlebih dahulu. Untuk sampai ke Pangkalan Indarung, harus menyusuri jalan tanah pengerasan sekitar 30 meter lagi dari jalan utama beraspal. Desa ini terpencil dan tertinggal di Kuantan Singingi. Listrik baru teraliri pada 2019.

Sawmill itu berada di tengah-tengah kebun sawit milik warga. Dia belum pernah ke sana dan tak pernah cari tahu pemiliknya karena tak mau mengurusi itu. “Cuma, kalau mau saya larang, tak mungkin.”

Beberapa warga Pangkalan Indarung juga terlibat penebangan liar sebagai penyedia bahan baku ke sawmill. Pekerjaan ini sudah berlangsung lama bahkan sebelum Ilut sebagai kepala desa.

Beberapa kali kena razia, sawmill itu sempat berhenti, tetapi beroperasi lagi setelah luput dari petugas. Masyarakat pun menjadikan pekerjaan ini sebagai sampingan selain bertani karet. Kata Ilut, selagi ada pembeli, masyarakat bersedia saja mencari kayu.

 

 

******

Foto utama: Kayu sitaan dari sawmill Wilman. Foto: Balak Gakum KLHK

Exit mobile version