Mongabay.co.id

Dampak Perubahan Iklim, Risiko Penularan Penyakit oleh Nyamuk Meningkat

Nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah. Foto: Paul I. Howell, MPH; Prof. Frank Hadley Collins/Centers for Disease Control and Prevention [CDC]/Image Number: 9534 via Britannica.com

 

 

Perubahan iklim memiliki dampak sangat luas, salah satunya pada masalah kesehatan. Kekhawatiran terhadap penularan penyakit melalui nyamuk merupakan persoalan serius yang disebabkan oleh perubahan iklim ini. Sebab, nyamuk termasuk dalam vektor yang memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit ke manusia. Lantas bagaimana korelasinya dengan perubahan iklim?

Sebuah penelitian yang berjudul “Global expansion and redistribution of Aedes-borne virus transmission risk with climate change”, menjelaskan bahwa perubahan iklim akan sangat memperburuk risiko dan beban virus yang ditularkan oleh nyamuk, seperti demam berdarah, chikungunya, zika, dan ancaman signifikan lain terhadap keamanan kesehatan global. Para peneliti menunjukkan, dampak dari perubahan iklim terhadap penularan yang terutama disebabkan oleh perbedaan antara Aedes aegypti yang lebih toleran terhadap panas dan Aedes albopictus. 

Penelitian yang diterbitkan pada Journal Plos, edisi 28 Maret 2019, itu memprediksikan hampir satu miliar orang dapat menghadapi paparan pertama terhadap penularan virus dari salah satu nyamuk dalam skenario terburuk. Terutama, di Eropa dan daerah tropis dan sub-tropis dataran tinggi. 

Sementara potensi penularan sepanjang tahun dari Aedes aegypti kemungkinan besar akan berkembang biak [terutama di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara]. Untuk Aedes albopictus potensi penularannya kemungkinan akan menurun secara substansial di daerah tropis, menandai pergeseran global menuju risiko musiman karena daerah tropis akhirnya menjadi terlalu panas untuk transmisi Aedes albopictus. 

“Memprediksi dampak perubahan iklim terhadap virus yang dibawa oleh Aedes, terutama demam berdarah, chikungunya, dan zika— merupakan komponen kunci dari kesiapsiagaan kesehatan masyarakat,” ungkap para peneliti.

Baca: Bagaimana Jika Nyamuk Punah dari Planet Bumi? Apa yang akan Terjadi?

 

Nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah. Foto: Paul I. Howell, MPH; Prof. Frank Hadley Collins/Centers for Disease Control and Prevention [CDC]/Image Number: 9534 via Britannica.com

 

Penelitian lainnya yang diterbitkan dalam Journal of Health Epidemiology and Communicable Diseases, diungkapkan bahwa nyamuk memiliki respon tinggi terhadap perubahan iklim berupa penyebaran aktif dan pasif. 

Penyebaran aktif berupa penyebaran luas dan tingkat reproduksi tinggi terutama di daerah baru. Penyebaran pasif berupa penyebaran yang meluas melalui transportasi manusia, termasuk antar-benua, seperti Aedes albopictus yang menempel di roda mobil.

Dijelaskan lagi bahwa kemampuan nyamuk untuk menularkan penyakit ke manusia tergantung faktor seperti umur; semakin panjang umurnya semakin tinggi peluang menulari manusia. Pada umumnya nyamuk yang bersifat antropofilik, cenderung menyukai menghisap darah manusia dibandingkan darah hewan. Semakin sering seekor nyamuk yang mengandung bibit penyakit menggigit, semakin besar peluang menularkan penyakit.

“Faktor lainnya adalah kerentanan nyamuk terhadap patogen itu sendiri. Nyamuk yang memiliki terlalu banyak patogen dalam perutnya memiliki peluang lebih besar untuk menginfeksi manusia. Nyamuk juga memiliki kebiasaan menggigit di luar maupun di dalam rumah pada malam hari. Setelah menggigit, beristirahat di dalam maupun di luar rumah,” ungkap Risqa Novita, penulis utama jurnal yang terbit 1 Juni 2019.

Baca juga: Mengenal Nyamuk, dari Pembawa Petaka hingga Pengendali

 

Nyamuk penyebab penyakit malaria [Anopheles minimus] yang banyak tersebar di Asia. Foto: James Gathany/CDC via Britannica.com

 

Menurutnya lagi, faktor temperatur lingkungan yang dianggap kondusif berkisar antara 25-30oC dan kelembaban udara 60-80 %. Faktor lingkungan juga sangat berperan untuk menyebabkan nyamuk sebagai vektor penular penyakit infeksius. Misalkan lingkungan fisik, seperti temperatur udara yang mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi patogen penyakit, kelembaban udara yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Sementara hujan yang diselingi panas semakin baik untuk perkembangbiakan nyamuk, sedangkan pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.

Lebih lanjut dijelaskan, kemampuan nyamuk untuk bertahan hidup tergantung temperatur dan kelembaban lingkungan yang mempengaruhi fekunditas atau kemampuan bereproduksi dan fertilitas nyamuk. Temperatur yang tinggi sangat mempengaruhi kelembaban udara dan biologis nyamuk. Kelembaban 60-80 % berpengaruh pada nyamuk betina. Nyamuk akan menurunkan produksi telur, peletakan telur, dan perubahan peletakan telur.

“Tingginya kasus penularan penyakit berkaitan erat dengan perubahan peruntukan lahan yang semula adalah hutan berubah menjadi perkebunan atau perumahan, metode pertanian yang berbeda, pemakaian pestisida, perilaku manusia, kontrol vektor dan perubahan iklim. Penyakit-penyakit tersebut termasuk penyakit zoonosis yang menular dari hewan seperti mamalia atau burung liar ke manusia, yang dapat bersirkulasi secara terus-menerus di dalam lingkungan.”

 

Nyamuk Aedes aegypti yang menggigit tubuh manusia. Foto: Wikimedia Commons/United States Department of Agriculture/Public Domain

 

Hujan, temperatur tinggi dan berbagai perubahan cuaca mempengaruhi vektor dan penyakit yang ditularkan oleh vektor. Misal, temperatur tinggi dapat meningkatkan atau menurunkan survival rate, daya tahan vektor, tingkah laku vektor, ekologi, dan beberapa faktor lain.

Menurut laporan ini, populasi nyamuk tergantung dengan variabel iklim, yaitu temperatur dan presipitasi. Perubahan iklim menyebabkan peningkatan suhu latitudinal dan altitudinal, serta kenaikan suhu air permukaan bumi sebesar 2.4-6.4oC per tahun pada 2100. Perubahan temperatur berpengaruh langsung ke nyamuk karena nyamuk merupakan hewan ektotermik yang sangat bergantung dengan suhu lingkungan.

“Perubahan temperatur mempengaruhi biologi dan ekologi nyamuk, termasuk penyebaran penyakit. Hal ini karena nyamuk sangat tergantung pada temperatur ambien untuk bertahan hidup dan berkembang biak,” jelas Risqa.

 

 

Exit mobile version