Mongabay.co.id

Duku Komering, Si Manis yang Rentan Terhadap Perubahan Iklim

 

 

Juned, petani duku komering asal Sirah Pulau Padang, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, tak pernah sehari pun absen merawat kebunnya. Dia membersihkan semak yang tumbuh di antara batang pohon dan membuang ranting-ranting lapuk. 

Junet tak sendiri. Dia ditemani saudaranya Adius Rizal dan keponakannya bernama Ari. Mereka setia, merawat pohon duku yang telah berumur puluhan tahun tersebut.

“Pohon lagi berbunga,” ujarnya kepada Mongabay Indonesia, Senin [27/9/2021].

Bunga itu berwarna hijau, sedikit kekuningan. Ukurannya kecil, tangkainya pendek, bentuknya seperti mangkuk. Sedangkan kelopaknya tebal, berjumlah lima helai. 

Bunga duku adalah bunga majemuk tandan, dalam satu bunga terdapat putik dan benang sari. Di dalam bunga ini terdapat bakal buah yang terdiri 4 – 5 ruas. 

Saat bunga menjadi buah, bentuknya bulat. Ketika muda, kulitnya hijau bergetah, namun saat matang kulitnya menjadi kuning dan getahnya berkurang hingga hilang. 

Junet mengatakan, sekitar tiga hingga enam bulan ke depan bunga-bunga ini akan menjadi buah siap panen, secara bertahap.

“Kalau cuaca panas dan kebun tidak banjir, tiga hingga enam bulan ke depan, waktunya buah duku dipetik,” paparnya. 

Baca: Mengenal Si Gundul, Durian Unik Asal Lombok

 

Duku komering yang terkenal dengan rasa manisnya. Foto: Humaidy Kenedy

 

Duku komering

Duku komering terkenal dengan rasa manis, berkulit tipis, berbiji kecil dan daging buahnya besar. Duku asal Sumatera Selatan ini merupakan varietas paling terkenal di Indonesia selain duku kumpeh, duku condet, dan duku metesih. 

Di Provinsi Sumatera Selatan, tumbuhan yang berbuah musiman itu tumbuh subur di wilayah Komering, meliputi Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu Timur, dan Ogan Komering Ulu Selatan.

Komering merupakan wilayah yang dilalui aliran Sungai Komering. Sungai dengan panjang 360 km ini merupakan salah satu sungai besar di Sumatera Selatan yang memiliki luas daerah aliran sungai [DAS] 9,918 hektar.

Dalam buku “Ekologi Duku Komering [2018]” karya Ari Sugiarto dan Habifa Marisa diketahui bahwa persebaran duku di Kabupaten Ogan Komering Ilir berada di Kecamatan Sirah Pulau Padang dan Pampangan. Sedangkan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur terdapat di Kecamatan Cempaka, Madang Suku I, Madang Suku II dan Semendawai Barat. 

“Di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan berada di Kecamatan Buay Rawan dan Kecamatan Muara Dua. Sedangkan di Kabupaten Ogan Komering Ulu ada di Kecamatan Baturaja Timur, Baturaja Barat dan Peninjauan,” tulis peneliti dari Universitas Sriwijaya itu. 

Duku manis ini bisa dinikmati pada musim panen, Februari hingga akhir Maret. Tanaman ini mulai menghasilkan buah sekitar umur 10 tahun. 

“Lamanya umur tanaman hingga menghasilkan buah menjadi kendala bagi masyarakat yang membudiyakannya. Namun begitu, duku merupakan tanaman berumur panjang, tidak membutuhkan regenerasi yang singkat.”

Baca: Inilah Momala, Jagung Lokal Berwarna Ungu dari Gorontalo

 

Duku komering tumbuh di sepanjang Sungai Komering. Foto: Humaidy Kenedy

 

Ancaman perubahan iklim

Tanaman yang masuk Ordo Sapindales ini, pohon dengan daun-daun majemuk atau tunggal, nyatanya terancam juga akibat perubahan iklim.

Berdasarkan penelitian Ari Sugiarto, masih bersumber buku “Ekologi Duku Komering”, yang membuat permodelan peningkatan suhu udara di wilayah Sumetera Selatan pada tahun 1977-2017, diketahui telah terjadi peningkatan suhu udara sebesar 1,5 derajat Celcius. Peningkatan suhu udara rata-rata harian sebesar 1,3 derajat Celcius dan peningkatan suhu udara maksimum sebesar 1,2 derajat Celcius.

Peningkatan suhu udara minimum sebesar 1,5 0C menyebabkan meningkatnya laju transpirasi duku sebesar 3,66 mm3/g tanaman/jam. Sedangkan peningkatan suhu udara rata-rata harian sebesar 1,3 oC menyebabkan meningkatnya laju  transpirasi duku sebesar 7,76 mm3 /g tanaman/jam. 

Peningkatan suhu udara maksimum sebesar 1,2 0C menyebabkan meningkatnya laju transpirasi duku sebesar 4,03 mm3/g tanaman/jam. Transpirasi merupakan proses biologis, yaitu air hilang dalam bentuk uap air dari bagian udara tanaman

Jika respirasi dan transpor zat terganggu, menyebabkan tumbuhan kekurangan nutrisi. Ini dikarenakan, tanaman memiliki suhu optimum yang berbeda untuk berkembang. 

Baca: Melirik Talas Sebagai Potensi Pangan Masyarakat Indonesia

 

Duku Komering merupakan varietas terkenal di Indonesia. Foto: Humaidy Kenedy

 

Ancaman penyakit

Daerah yang banyak mengalami batang duku berpenyakit berada di Desa Bantan Pelita, Kecamatan Buay Pemuka Peliung, Ogan Komering Ulu. 

Dari laporan sripoku.com, jumlah batang yang berpenyakitan mencapai ratusan unit. Bahkan, akhirnya mati.

Berdasarkan data Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dijelaskan bahwa duku adalah tumbuhan yang sangat tergantung iklim. Misalnya, duku tidak dapat tumbuh optimal di daerah yang anginnya kencang.

Duku tumbuh optimal di daerah dengan iklim basah sampai agak basah yang bercurah hujan antara 1.500-2.500 mm/tahun ditambah intensitas cahaya matahari tinggi.

Selain itu, tanaman duku dapat tumbuh subur jika terletak di daerah dengan suhu rata-rata 19 derajat Celcius. “Sebaliknya, jika kelembaban udara rendah dapat menghambat pertumbuhan,” jelas laporan tersebut.

Baca juga: Pisang, Antara Varietas dan Manfaat yang Kita Lupakan

 

Meningkatnya suhu udara dapat mengganggu pertumbuhan pohon duku. Foto: Humaidy Kenedy

 

Obat lokal

Masyarakat Komering nyatanya memanfaatkan tanaman duku sebagai obat. Bagian yang diambil adalah kulit batang, biji, kulit buah, dan daun. 

Pemanfaatan kulit batang biasanya dengan cara direbus. Air dari hasil rebusan itu dipercaya dapat menyebuhkan sakit kuning. Sementara, kulit buah yang kering digunakan masyarakat sebagai obat nyamuk bakar. 

Untuk daun, biasanya dimanfaatkan untuk mengobati benjolan pada tubuh. Caranya, daun dilayukan dengan api kemudian diusap ke permukaan tubuh yang benjol tersebut. 

 

 

Exit mobile version