Mongabay.co.id

Konflik Lahan Pemuteran: Resolusi Damai dengan Wana Tani [1]

 

Hidup warga Desa Pemuteran, Buleleng, Bali kini terlihat sumringah penuh harapan, ketika kawasan pesisir dan lahan kering Sendang Pasir direboisasi dengan hutan mangrove dan ujicoba pertanian organik di kebun kolektif.

Laut dan kebun di daratan adalah berkah bagi warga yang menghidupi ratusan keluarga di desa ini. Namun, konflik agraria puluhan tahun ini jadi beban besar untuk dua generasi.

Generasi pertama warga Sendang Pasir disebut sudah bermukim pada 1917-1918. Saat itu dunia menghadapi wabah Flu Spanyol yang membunuh jutaan warga. Pemerintah memberikan Hak Guna Usaha (HGU) pada PT. Margarana, dan berakhir pada 31 Desember 2005. Perusahaan ingin tetap menguasai lahan sehingga digugat Pemprov Bali pada 2009. Berdasar putusan pengadilan, diputuskan perusahaan tak lagi punya akses lahan di Sendang Pasir.

Di sisi lain, warga yang berkelompok dalam Serikat Petani Suka Makmur (SPSM) berjuang mendapat akses lahan sampai jadi objek reforma agraria didampingi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Bali. Kini, mereka dijanjikan mendapat sertifikat redistribusi lahan, dan lebih 600 KK warga Sendang Pasir menunggu saat itu tiba. Wabah atau pandemi kembali menghampiri, dan warga berharap pandemi COVID-19 ini membawa kabar baik untuk masa depan mereka. Memutus rantai panjang konflik agraria yang membelit selama ini.

“Semoga sertifikatnya cepat selesai, saya tidak akan jual (lahan itu),” janji Purwati, petani perempuan yang menanam buah naga. Kekhawatiran penjualan lahan produktif inilah yang berusaha dicegah dengan mengoptimalkan hasil lahan saat ini. Purwati sendiri merasa tidak ada kebutuhan menjual kebun karena tidak ada hasil

baca : Sentra Daun Pisang di Pusaran Konflik Agraria [2]

 

Panorama Teluk di Desa Sendang Pasir, Buleleng, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sembari menunggu penyerahan sertifikat lahan, Yayasan IDEP Selaras Alam hadir untuk memotivasi warga mengoptimalkan lahannya. Termasuk rehabilitasi pesisir dengan penambahan tegakan pohon mangrove.

Tak sulit mengakses pantai dan teluk-teluk di kawasan Pemuteran yang kesohor ini. Jalan tanah di sela-sela kebun mengarahkan langsung ke pantai, sekitar 2-3 km dari jalan raya utama. Desa Sendang Pasir berdampingan dengan Pantai Pemuteran yang padat akomodasi pariwisata dan dive operator karena keindahan bawah lautnya.

Area pesisir desa adalah Pantai Sendang. Di beberapa titik pantai masih terlihat tegakan mangrove yang tersisa. Jenisnya dengan akar-akar yang menyembul dari permukaan pasir berlumpur. Jika air laut pasang, mangrove ini seperti berada di tengah laut, menciptakan panorama karismatik kekayaan ekosistem pesisirnya.

Hutan mangrove di masa lalu inilah yang menghadirkan keanekaragaman ikan hias yang banyak ditangkap nelayan sebagai penghasilan utama. Mangrove adalah daerah pemijahan ikan dan satwa lain seperti kepiting dan udang.

Namun, tegakan mangrove berkurang karena dicari kayunya dan dampak aktivitas lain seperti penggunaan potasium untuk menangkap ikan di masa lalu. Ikan hias pun berkurang.

Pada peringatan Hari Tani Nasional, 24 September 2021 lalu, puluhan warga, anak sekolah, dan relawan lain menanam bibit mangrove di area ini. Untuk tahap pertama, ada 200 bibit yang ditanam.

Jenis yang ditanam adalah bakau tandok atau bakau minyak (Rhizophora apiculata). Jenis yang berbeda mangrove endemik yang tersisa di pesisir Pemuteran, yakni bogem (Sonneratia alba). Bogem memiliki akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang ke luar ke arah udara seperti pasak. Akar ini merupakan akar udara yang berbentuk seperti pensil atau kerucut yang menonjol ke atas, terbentuk dari perluasan akar yang tumbuh secara horisontal. Akar napas ini terdapat pada Avicennia alba, Xylocarpus moluccensis dan Sonneratia alba.

Rhizopora tumbuh subur di Taman Hutan Rakyat Mangrove Ngurah Rai di pesisir Teluk Benoa, selatan Bali. Akarnya jauh berbeda, akar tunjang yang mencuat dari atas seperti laba-laba. Inilah yang menjadikannya benteng dari rob dan abrasi, sekaligus mudah tersangkut sampah plastik. Akar tunjang merupakan cabang-cabang akar yang keluar dari batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini merupakan akar udara yang tumbuh di atas permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah serta memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Akar ini terdapat pada Rhizophora apiculata, R. mucronata dan R. stylosa.

baca juga : Transformasi Petani Bunga Wanagiri, demi Mengurangi Perambahan Hutan Lindung

 

Jenis mangrove endemik di pesisir Desa Sedang Pasir, Buleleng, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Bibit Rhizophora yang dipilih untuk menambah tegakan mangrove karena kesulitan membibitkan jenis mangrove endemik dan jenis ini dinilai bisa tumbuh di sana. Bibit ini sudah tertanam dan perlu dirawat untuk bisa tumbuh besar.

Sedangkan di kebun daratan, IDEP sedang ujicoba kebun kolektif dengan prinsip permakultur. Desain kebun beragam jenis tanaman pangan dalam satu area untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari tanpa input kimia.

Para petani saat ini masih menanam cabai, jagung, dan buah naga di sejumlah petak kebun. Inilah sumber penghasilan mereka. Tanaman yang jadi perlawanan petani untuk mendapat akses lahan, menggantikan budidaya karet dan kelapa oleh perusahaan penerima HGU.

 

Menghidupkan Lahan Sengketa

IDEP dan kelompok petani sepakat merancang sebuah pengembangan food forest atau wanatani untuk menjawab beragam persoalan di lahan kebun kolektif. Mulai persoalan degradasi pesisir, penggunaan pestisida dan urea di lahan komoditas pertanian, dan borosnya penggunaan air tanah.

Lebih dari 200 hektar lahan yang akan diredistribusi nanti, kelompok petani sepakat akan membuat kebun kolektif berkonsep wana tani sekitar 2 hektar untuk mempraktikkan produksi pangan secara organik. Juga menerapkan prinsip hemat air.

Sudah beberapa tahun ini IDEP menjalankan program Bali Water Protection (BWP) untuk mitigasi krisis air. Putu Bawa, manajer BWP mengatakan warga akan diajak belajar menyeimbangkan jumlah air yang disedot dari tanah dengan membuat sumur-sumur imbuhan. Sumur imbuhan inilah yang akan menyuntikkan air kembali ke tanah dari air hujan.

menarik dibaca : Petani Muda Keren Gobleg Kini Bisa Bertani Lewat Ponsel

 

Sumur imbuhan atau resapan air hujan di Sedang Pasir oleh Yayasan IDEP. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sebagai awalan, sudah ada beberapa sumur imbuhan atau resapan yang dibuat. Di kebun kolektif terlihat ada dua jenis sumur. Pertama, sumur pantau yang airnya bisa disedot untuk penyiraman sekaligus memantau intrusi air laut. Sumur bor ini dalamnya sekitar 40 meter.

Kedua, sumur imbuhan yang dalamnya 4 meter dan lebar diameternya 1 meter. Dibangun di area cekungan yang sudah diobservasi sebagai tempat tergenangnya air hujan. “Ambil air 100, harus mengembalikan 100,” ujar Bowo dalam diskusi memperingati Hari Tani di Pemuteran.

Puluhan warga hadir di kebun kolektif untuk menyuarakan permohonan sertifikat dalam acara Hari Tani yang dihelat KPA Nasional. Terlebih desa tetangga mereka, Sumber Klampok yang juga puluhan tahun dalam pusaran konflik agraria di Bali sudah menerima sertifikat.

Bawa mengatakan, Pemuteran adalah desa agraris yang tidak memiliki aliran air permukaan dan tak dialiri PDAM. Warga mengandalkan air bawah tanah, seperti membuat sumur bor dan sumber air tepi pantai. Karena itu edukasi tentang sumur imbuhan untuk menyeimbangkan penyedotan air tanah dinilai sangat penting.

Perilaku menghemat air juga diperkenalkan dengan penggunaan sprinkle, menggunakan alat penyemprot. Karena kebiasaan petani menyiram dengan cara kocor, menggunakan pipa yang menghamburkan banyak air. Strategi hemat air lainnya adalah mengatur tanaman beragam termasuk tanaman umur panjang seperti buah-buahan dalam konsep wana tani, bagian dari permakultur. Cara lain adalah penurunan atau menghentikan penggunaan input kimia yang rakus air untuk pemupukan atau mematikan gulma.

Samsul, salah seorang petani mengakui daerahnya sulit air. Bahkan ia pernah menanam cabai dan gagal panen karena airnya payau. Ia berharap ada solusi jangka panjang. Bawa menambahkan, solusi sederhana lain untuk akses air adalah membuat penampungan air hujan. Skala kecil di rumah dan skala besar di desa dengan embung, bendungan kecil penampung air hujan.

baca juga : Memilih Bisnis Ekologis Saat Rehat Pandemi

 

Penggunaan sprinkle untuk hemat air di lahan kebun kolektif organik SPSM. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Roberto Hutabarat, pendamping SPSM dalam mengakses lahan dan pembuatan kebun kolektif ini mengingatkan petani jika nanti sertifikat sudah dibagi, lahan jangan dijual. “Kita harus menunjukkan kesiapan, kalau dapat sertifikat artinya bisa mengupayakan dan mengolah lahan. Jangan dijual untuk beli mobil,” harapnya.

Petani Sendang Pasir sudah mulai ujicoba menanam berbagai benih lokal yang sudah hilang. Seperti kacang-kacangan dan sorgum. Di Bali, sorgum ini dikenal dengan istilah jagung Bleleng atau jagung gembal. Namun bahan pangan ini sudah sangat lama hilang dari meja makan atau warung-warung. Sorgum hanya dikenal orang lanjut usia yang dulu pernah menikmati di usia kanaknya.

Hasil panen sorgum disajikan dalam bentuk kue, dicampur beras ketan dan diisi unti, kelapa dengan gula merah. Rasanya pulen, sorgum merah ini cocok diisi unti kelapa. Saat ini warga masih berusaha mengolah sorgum karena peralatan masih terbatas.

 

***

Keterangan foto utama :  Ilustrasi. Petani perlu air untuk menyirami dan mengairi tanaman. Namun, di Denpasar Utara, mereka mulai mengalami kesulitan air. Foto: Luh De Suryani/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version