Mongabay.co.id

Maraknya Kapal Asing Pencuri Ikan Gunakan ABK dari Indonesia

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan kembali maraknya kapal asing pencuri ikan di Indonesia menggunakan nahkoda dan anak buah kapal (ABK) berasal dari Indonesia. Nelayan tanah air direkrut sengaja untuk melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia salah satunya di Selat Malaka.

Maraknya modus kapal yang melakukan ilegal, unreported and unregulated fishing (IUUF) menggunakan ABK orang Indonesia ditemukan saat KKP menangkap satu kapal pencuri ikan berbendera Malaysia di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571 Selat Malaka pada Minggu (26/9/2021).

Penangkapan dilakukan oleh Kapal Pengawas Hiu 17. Detik-detik penangkapan terjadi kejar-kejaran dengan para pelaku pencurian ikan. Meskipun akhirnya kapal asing berhasil diamankan.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin mengatakan, saat dilakukan pemeriksaan awal ternyata seluruh awak kapal yang berjumlah empat orang merupakan warga negara Indonesia. “Ini modus operandi yang masih sering kita temui khususnya di WPPNRI 571 Selat Malaka. Jadi mereka menggunakan nelayan-nelayan Indonesia untuk melakukan pencurian ikan di wilayah perairan kita,” ujar Adin dalam keterangan resmi dari Jakarta, Rabu (29/9/2021).

Sampai saat ini kapal beserta seluruh awak telah dibawa ke Pangkalan PSDKP Batam untuk proses hukum lebih lanjut. “Seperti biasa pelaku illegal fishing menggunakan alat tangkap trawl yaitu SLFA 5219,” katanya.

baca : Kala Kapal Asing Curi Ikan Kian Menggila di Perairan Natuna Utara

 

Kapal asing berbendera Malaysia yang tertangkap mencuri ikan di perairan Selat Malaka. Foto : PSDKP KKP

 

Senada dengan Adin, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP, Pung Nugroho Saksono menyampaikan, dalam beberapa tahun terakhir jajarannya banyak mengamankan kapal Malaysia yang diawaki oleh nelayan Indonesia. Pada tahun 2020, sebanyak 8 kapal dengan 29 orang awak WNI berhasil diamankan, sedangkan pada tahun 2021 terdapat 9 kapal dengan 32 orang WNI yang ditangkap di perairan Selat Malaka.

“Selama dua tahun ini ada 61 nelayan Indonesia yang bekerja di kapal Malaysia dan melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia. Ini tentu harus menjadi perhatian kita semua,” ujar Ipunk.

Ipunk pun memastikan bahwa jajarannya di lapangan akan tetap menindak tegas para pelaku pencurian ikan ini. Hal tersebut sesuai dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menginstruksikan jajaran Ditjen PSDKP untuk menjadi Benteng KKP dalam menjaga sumber daya kelautan dan perikanan.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan keseriusannya dalam memberantas kasus illegal fishing. Menteri Trenggono menginstruksikan Ditjen PSDKP untuk menjalankan strategi-strategi operasi yang efektif dalam melindungi sumber daya kelautan dan perikanan.

Penangkapan kapal asing pelaku illegal fishing tersebut menambah daftar panjang kapal ikan ilegal dan melanggar aturan yang ditangkap selama masa kepemimpinan Menteri Trenggono. Sepanjang 2021, KKP telah menangkap 140 kapal, terdiri dari 92 kapal ikan Indonesia yang melanggar ketentuan dan 48 kapal ikan asing yang mencuri ikan. Kapal ikan asing yang ditangkap merupakan 17 kapal berbendera Malaysia, 6 kapal berbendera Filipina dan 25 kapal berbendera Vietnam.

baca juga : Kapal Asing Curi Ikan di Natuna Diamankan, Satu Terbakar, Ini Foto dan Videonya

 

Petugas PSDKP saat menangkap kapal asing berbendera Malaysia di perairan Selat Malaka. Foto : KKP

 

Sedangkan menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, kondisi sosial dan ekonomi nelayan Indonesia saat ini yang mendorong mereka menjadi ABK di kapal asing. Abdul mengatakan, perlu disadari laut Indonesia berbatasan dengan negara lain, seperti masyarakat Pulau Sumatera dengan masyarakat Penang dan Jedah di Malaysia, begitu juga masyarakat Sulawesi Utara dengan Mindanao Filipina.

Kondisi geografis itu membuat komunikasi antara masyarakat tiga negara ini berlangsung. “Disitu banyak masyarakat kita tertarik bekerja dengan negara tetangga,” katanya saat dihubungi Mongabay, Minggu (3/10/2021).

Ia melihat, selain banyak tertarik karena kedekatan geografis, ada beberapa alasan lain yang membuat mereka memilih menjadi ABK di kapal asing, yaitu ekonomi lebih baik dibandingkan bekerja di dalam negeri, faktor keamanan dan kenyamanan dan lainnya. “Keamanan yang dimaksud bekerja diatas kapal asing tidak memerlukan administrasi lengkap, asalkan memiliki trek rekor bekerja yang bagus mereka bisa bekerja,” kata Abdul.

Abdul mengatakan, alasan keinginan ABK Indonesia bekerja di kapal asing harus menjadi solusi pemerintah mengatasi modus tersebut. Pemerintah harus menciptakan lapangan pekerjaan, peningkatan ekonomi dan lainnya.

Apalagi kata Abdul, masa pandemi Covid-19 nelayan Indonesia mengalami kesulitan seperti murahnya harga jual ikan hasil tangkapan nelayan. “Karena distribusi sulit akibat penerapan PPKM (Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat),” katanya.

Dia melihat persoalan nelayan itu diabaikan pemerintah sehingga mendorong mereka bekerja di kapal asing untuk mencuri ikan di laut Indonesia. “Pemerintah harus menyelesaikan kendala nelayan kita, agar mereka tidak tertarik bekerja kapal asing lagi,” katanya.

perlu dibaca : Mengapa Kapal Asing Pencuri Ikan Marak di Perairan Natuna?

 

Deretan kapal asing bersandar di PSDKP Kota Batam. Kapal asing ini ditangkap karena melakukan pencurian ikan di Laut Natuna Utara. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Abdul melanjutkan, jika dikalkulasikan dalam lima kapal ikan asing yang beroperasi di wilayah perbatasan WPP 711 dan 116 minimal dua orang ABK Indonesia ada disitu. “Mereka ikut disana ada yang disadari dan tidak disadari, umumnya menyadari kalau itu banyak resikonya,” kata Abdul.

Abdul melihat, tidak ada upaya pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut. Malahan kebijakan yang dihadirkan kebalikan dari yang dibutuhkan nelayan. Misalnya persoalan operasional penangkapan yang menggunakan kebijakan penangkapan ikan terukur. “Kalau kebijakan penangkapan terukur, ini akan mematikan nelayan tradisional. Umumnya penangkapan kuota besar, membutuhkan kapal-kapal besar juga,” katanya.

Abdul mengatakan, di tengah ketidakpastian hukum menimpa nelayan, maka sebagian nelayan memilih bekerja di kapal asing. “Terlepas tidak ada kepastian HAM di atas kapal asing tersebut,” katanya.

 

KKP Pulangkan ABK Asing

Permasalahan illegal fishing di Indonesia tidak hanya terdapat di tengah laut. Namun, ketika kapal pencuri itu ditangkap dengan belasan bahkan puluhan ABK dari negara asal yang diamankan juga menjadi masalah. Pemerintah Indonesia kewalahan menampung para ABK apalagi negara harus mengeluarkan anggaran untuk mereka.

Baru-baru ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan Kementerian Luar Negeri memulangkan 200 awak kapal warga berkewarganegaraan Vietnam pelaku illegal fishing yang berstatus non justisia. Pemulangan awak kapal yang sudah tidak terkait dengan proses hukum tersebut diharapkan dapat mengurai permasalahan terkait banyaknya awak kapal pelaku illegal fishing yang masih berada di Indonesia.

“Terima kasih kepada Ditjen Imigrasi dan Kementerian Luar Negeri serta apresiasi kepada Kedutaan Besar Republik Sosialis Vietnam di Jakarta, sehingga hari ini sebanyak 200 orang dipulangkan melalui Bandara Hang Nadim, Batam,” ujar Dirjen PSDKP KKP Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, belum lama ini.

Adin mengungkapkan bahwa selama ini banyaknya awak kapal pelaku illegal fishing yang belum bisa dideportasi ke negara asal menjadi salah satu permasalahan dalam penanganan IUUF di Indonesia. Selain keterbatasan daya tampung, hal tersebut juga berimplikasi kepada pembiayaan selama awak kapal tersebut berada di Indonesia.

baca juga : Indonesia Bidik Kapal Induk Penyuplai Kapal-Kapal Asing Pencuri Ikan

 

Petugas PSDKP mengawasi puluhan ABK kapal asing yang ditangkap beberapa waktu lalu. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Selain itu, Adin juga menyampaikan bahwa di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti ini, banyaknya awak kapal asing di lokasi penampungan berpotensi menimbulkan kerentanan penyebaran Covid-19. “Harapan kami, ABK asing non justisia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) PSDKP dapat segera dipulangkan ke negara asal mereka,” katanya.

Pemulangan ini sendiri dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Tak hanya difasilitasi tes PCR, para ABK asal Vietnam juga mendapat kelengkapan baju alat pelindung diri (APD) lengkap.

Sementara itu, Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP KKP, Teuku Elvitrasyah, menyebutkan bahwa 200 awak kapal Vietnam yang dipulangkan sebelumnya tinggal di rumah penampungan sementara milik Ditjen PSDKP dan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Ditjen Imigrasi. Sebanyak 50 orang awak kapal sebelumnya tinggal di Pangkalan PSDKP Batam dan 13 orang awak kapal tinggal di Stasiun PSDKP Pontianak. “Yang ada di UPT kami dan sudah dipulangkan ada 63 orang,” ujar Teuku.

Meskipun demikian Teuku menjelaskan bahwa masih cukup banyak awak kapal pelaku illegal fishing asal Vietnam yang berada di UPT PSDKP. Teuku merinci sebanyak 216 awak kapal asal Vietnam menunggu kloter pemulangan selanjutnya yang akan dilaksanakan pada bulan Oktober. Adapun rinciannya 114 orang berada di Pangkalan PSDKP Batam, 70 orang berada di Stasiun PSDKP Pontianak, dan 32 orang berada di Satwas SDKP Natuna.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa KKP akan bertindak tegas terhadap pelaku illegal fishing di perairan Indonesia. Hal tersebut dilaksanakan sebagai upaya mewujudkan kedaulatan pengelolaan sumber daya dan menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan untuk kesejahteraan nelayan.

 

KKP bekerjasama dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan Kementerian Luar Negeri memulangkan 200 awak kapal warga berkewarganegaraan Vietnam pelaku illegal fishing yang berstatus non justisia. Foto : KKP

 

Menurut Abdul, masalah membludaknya ABK asing yang mencuri ikan di tempat penampungan tersebut perlu ada solusi dari pemerintah. Misalnya mencarikan solusi hukuman lain untuk ABK tersebut, seperti masa tahanannya diganti dengan denda, baik ditanggung oleh ABK itu sendiri, perusahaan mereka, atau oleh negara ABK asing itu berasal.

Denda itu lanjut Abdul, denda itu juga menjadi pertanggungjawaban di pengadilan karena tidak ditahan. “Setelah denda langsung kembalikan mereka ke negara asalnya, agar dilakukan pendidikan supaya tidak mengulangi tindakannya mencuri ikan di perairan Indonesia,” tambahnya.

 

Exit mobile version