Mongabay.co.id

Melihat Kesiapan Desa di Wilayah Gambut Kalimantan Tengah Hadapi Karhutla

 

 

Pulang Pisau merupakan kabupaten di Kalimantan Tengah yang mempunyai kawasan gambut luas dan dalam. Wilayah ini rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan [karhutla], terutama saat kemarau.

Empat desa yang berada di zona rawan kebakaran lahan gambut, yaitu Kantan Atas, Talio Muara, Talio Hulu, dan Bahaur Basantan, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau dan  beberapa desa yang berada di Blok C dalam peta kawasan eks PLG, selalu siap menghadapi ancaman bencana itu.

Pada 2019, berdasarkan data BPBD: Dokumen Kajian KRB 2019, luasan kebakaran di Kabupaten Pulang Pisau mencapai 708.101 ha. Ini terjadi di delapan kecamatan, yaitu Pandih Batu [53.600 ha], Kahayan Kuala [115.500 ha], Kahayan Tengah [58.300 ha], Maliku [41.300 ha], Jabiren Raya [122.300], Sebangau Kuala [235.000 ha], Banama Tingan [3.801 ha], dan Kahayan Hilir [78.300 ha]. Sementara luasan kebakaran hutan dan lahan di Kalteng pada 2019, menurut data Sipongi adalah 317.749.00 ha, dari luas 2.743.163 ha [data BRG 2019] luasan lahan gambut.

Baca: Asap Pekat Berbahaya Terus Selimuti Palangkaraya

 

Masyarakat Peduli Api [MPA] Desa Talio Hulu melakukan penyiraman lahan untuk pembasahan di kawasan lahan yang rawan terbakar saat musim kemarau. MPA dibantu TNI dalam upaya pencegahan karhutla. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Masyarakat peduli api

Sekretaris Desa Kantan Atas, Petrus Sukarmin, menyatakan wilayahnya terdeteksi memiliki titik panas pada 2015. Saat itu, kawasan hutan, lahan pertanian, perkebunan hingga mendekati permukiman, hangus dilalap api. Sumber api diperkirakan berasal dari lahan tidur yang merembet ke wilayah pertanian dan perkebunan.

“Peralatan dan tenaga terbatas membuat kami tidak mampu memadamkan api menyeluruh. Kendala lain adalah lahan gambut yang mudah terbakar, sangat membahayakan saat pemadaman,” ujarnya pertengahan September 2021.

Stevanus Purwudi, Ketua Masyarakat Peduli Api [MPA] Desa Kantan Atas, mengatakan kebakaran hebat dialami desa ini pada 2017 sampai 2018. Untuk itu dibuat MPA yang diikuti dibangunnya kanal bloking dan sumur bor sebagai upaya pencegahan kebakaran, program BRG.

“Banyak sumur bor buntu tersumbat pasir, hanya satu dua saja yang bisa dipakai. Hal ini dikarenakan tidak ada biaya operasional memadai sebagai perawatan,” ujarnya.

Khusus di jalur rawan terbakar, menurut dia, perlu dibangun lagi sumur bor, karena saat kemarau panjang kanal primer kering, termasuk dua embung yang ada di desa. Untuk itu, hal paling efektif adalah sumur bor.

Namun, hal yang disayangkan, mesin pompa air yang mereka gunakan untuk upaya pembasahan lahan masih kejaksaan provinsi, terkait kasus sumur bor yang terjadi pada 2019. “Sampai sekarang, sebanyak 10 mesin pompa disita kejaksaan, belum dikembalikan [sebagai barang bukti],” ungkap Stevanus.

Upaya lain yang dilakukan warga desa ketika memasuki kemarau adalah membersihkan kawasan dan membuat pembatas. Upaya ini pun perlu tenaga ekstra, karena pintu masuk api banyak, salah satunya dari perkebunan sawit yang berbatasan langsung dengan desa,

“Peran atau kerja sama perusahaan belum ada, mereka fokus dengan wilayahnya,” katanya.

Sejak ada larangan membuka lahan dengan membakar, sekitar 70 persen lahan pertanian di Desa Kantan Atas mengalami perubahan dari pertanian ke perkebunan, terutama sawit dan karet. Warga yang sebelumnya menikmati beras hasil sawah sendiri kini harus membeli.

“Hal ini terkait biaya pengolahan lahan yang tinggi dan kondisi gambut mengandung pirit,” ujarnya.

Mujiarso, Kepala Desa Desa Kantan Atas, mengatakan pihaknya telah mengupayakan bantuan untuk pencegahan kebakaran lahan dan hutan dengan menganggarkan dana untuk operasional MPA. Juga, berkerja sama dengan Kemitraan untuk pengembangan Kelompok Wanita Tani [KWT] sejak tahun 2020 yang menanam porang.

“Hasil ini diharap dapat membantu untuk operasional MPA,” paparnya.

Baca juga: Inilah Aksi Pemuda Palangkaraya untuk Pelestarian Lingkungan Hidup

 

Sekat kanal semi permanen di Desa Kantan Atas, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, yang masih terawat baik. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Sekat kanal

Di Desa Talio Hulu, pada 2017 telah dibangun 43 sekat kanal yang hingga kini dalam kondisi baik, serta 50 sumur bor yang kini bisa ditemukan 8 unit yang berfungsi.

Widodo, Sekretaris Desa Talio menyebut, selain peralatan, biaya operasional, dan perawatan, maka pelatihan pemadaman api adalah hal penting bagi anggota MPA. Tentunya, sesuai standar keselamatan. “Pada 2019, sebanyak 120 hektar kebun jabon, sengon, sawit, dan karet warga terbakar,” ujarnya, Senin [19/9/2021].

Sementara, perangkat Desa Talio Muara Bersama anggota MPA rutin memelihara peralatan dan sarana pencegahan kebakaran.

“Kami tetap memperhatikan MPA, meskipun dana terbatas dan ada rencana pengadaan (alat) juga,” ujar Marzuki, Kades Talio Muara.

Di sini dibangun 35 sumur bor tahun 2017 dan 5 sumur bor pada 2019, namun tidak ada sekat kanal. Desa ini termasuk aman dari kebakaran karena kesadaran masyarakat sudah terbentuk.

“Tidak ada yang membakar lahan, beralih ke kebun. Meski mesin pompa air hanya satu unit, namun upaya antisipasi dengan pembasahan rutin dilakukan setiap enam bulan sekali,” jelasnya.

Kelurahan Bahaur Basantan yang posisinya berada di pinggir Sungai Kahayan, pada 2017 dibangun 40 sekat kanal yang kondisinya masih cukup baik. Di daerah ini, kanal yang dibangun jauh lebih lama sebelum kehadiran PLG. Hampir sama dengan desa lainnya, sumber api umumnya berasal dari lahan atau hutan yang berada di perbatasan desa, jaraknya jauh dari permukiman.

Untuk antisipasi dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan, Zaenal, anggota MPA Kelurahan Bahaur Basantan mengatakan, mereka bekerja sama dengan 12 desa sekitar, sebagaimana tahun sebelumnya.

“Kami saling bantu. Jika ada kebakaran di desa tetangga terdekat, kami ikut memadamkan,” terangnya.

 

 

Exit mobile version