Mongabay.co.id

Jamur Tiram, Sumber Bahan Pangan yang Suburkan Lahan

Budidaya jamur di Desa Sindanglaya, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

 

Anang [58] terlihat cekatan mencampurkan serbuk gergaji kayu sengon, dedak padi, dan air dalam mesin pengaduk. Beberapa kali dia menimbang campuran itu.

“Campuran yang tepat ketika ketiga media tanam ini merata. Tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah,” kata petani jamur tiram dari Talang Buluh, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, pekan lalu.

Sebenarnya, Anang sudah menemukan formula ideal, yaitu serbuk kayu sengon sebanyak 8 ember cat ukuran 25 liter, dicampur 4 gayung dedak dan 2 ember air.

“Tapi, tergantung kelembaban serbuk kayu sengon, kalau sudah basah airnya dikurangi,” lanjutnya.

Pada satu kali proses pengadukan, akan menghasilkan sekitar 800 baglog jamur tiram. Kemudian, baglog disterilisasi menggunakan pemanas selama 6-8 jam pada suhu 100 derajat Celcius.

“Penentu keberhasilan jamur tiram adalah jenis serbuk kayu yang digunakan sebagai media tanam, serta kebersihan dalam proses budidaya,” tutur Anang.

Baca: Sutardi yang Nyaman dengan Jamur Tiram

 

Jamur Tiram yang dibudidayakan di Desa Sindanglaya, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Kayu sengon terbukti efektif untuk pertumbuhan jamur tiram. Hal ini sebagaimana disampaikan peneliti Institut Teknologi Sepuluh November, yaitu Hanum Kusuma Astuti, Nengah Dwianita Kuswytasari.

Dalam Jurnal Sains dan Seni ITS berjudul “Efektifitas Pertumbuhan Jamur Tiram Putih [Pleurotus ostreatus] dengan Variasi Media Kayu Sengon [Paraserianthes falcataria] dan Sabut Kelapa [Cocos nucifera]” diketahui kayu sengon memenuhi nutrisi utama yang diperlukan jamur tiram putih antara lain karbohidrat [selulosa, hemiselulosa, dan lignin], protein, lemak, mineral dan vitamin.

Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram bisa dari suhu, kelembaban, hingga kandungan air.

“Suhu udara sangat berperan untuk mendapatkan pertumbuhan badan buah yang optimal,” lanjut Anang yang sudah mulai bertani jamur sejak 2014.

Pada umumnya, suhu yang optimal untuk pertumbuhan jamur tiram, dibedakan dalam dua fase. Fase inkubasi, memerlukan suhu 22-28 derajat Celcius dengan kelembaban 60-70 persen dan fase pembentukan tubuh buah, yang memerlukan suhu 16-22 derajat Celcius. Kelembaban pada saat pertumbuhan jamur antara 80-90 persen.

Sedangkan misellium atau bagian jamur akan tumbuh cepat bila dalam keadaan gelap atau tanpa sinar. “Itu sebabnya, ruangan pertumbuhan ditempatkan dalam kondisi gelap.”

Pertumbuhan jamur tiram juga tergantung kandungan air dalam media, berkisar antara 60-65 persen. Apabila kering, pertumbuhan jamur akan terganggu, bila kandungan air terlalu tinggi akan membusuk dan mati.

Anang mengatakan, usaha jamur tiram yang ia kelola bisa menghasilkan 300 kilogram per hari. Distribusinya ke seluruh pasar di Kota Palembang, dari Pasar Induk Jakabaring hingga Pasar KM 5.

“Jamur ini bisa diolah menjadi lauk tumis, gorengan jamur krispi, hingga pepes,” paparnya.

Baca: Duku Komering, Si Manis yang Rentan Terhadap Perubahan Iklim

 

Jamur tiram merupakan bahan pangan alternatif yang memiliki kandungan gizi. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Jalan panjang jamur tiram

Dalam Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 4 Nomor 1 Januari 2018 berjudul “Jamur Tiram [Pleurotus ostreatus] untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Rehabilitasi Lingkungan” karya Donowati Tjokrokusumo, diketahui jamur tiram sebagai bahan pangan telah dikenal  orang China sejak Dinasti Chow, berkuasa sekitar tiga ribu tahun silam.

Saat itu, jamur tiram dimanfaatkan sebagai santapan spesial bagi para pejabat negara, karena rasanya yang lezat dan bernilai gizi tinggi. Secara tradisional, masyarakat China memanfaatkannya untuk pengobatan relaksasi otot dan tulang sendi, sakit pinggang, encok, tungkai dan lengan mati rasa, juga pembuluh darah terganggu.

Di Meksiko, jamur tiram dikonsumsi dengan cara dimasak atau digoreng sebentar. Cara demikian diyakini  dapat menguatkan pembuluh vena dan melemaskan otot. Sedangkan di negara Ceko, jamur tiram diekstrak tubuh buahnya untuk diet dan mencegah serta menyembuhkan orang yang mempunyai kolesterol tinggi.

Baca juga: Melestarikan Duku Palembang, Upaya Menjaga Lahan Gambut. Seperti Apa?

 

Jamur tiram yang dibudidayakan masyarakat Indonesia sebagai sumber bahan pangan. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Di  Indonesia komoditas jamur pangan [Edible mushroom] dibudidayakan sejak 1955-an yang saat ini tersebar di beberapa wilayah, misalnya di Jawa Barat [Subang, Indramayu, Karawang], Jawa Tengah, DIY [Pakem, Kaliurang], dan Jawa Timur.

“Beberapa jenis jamur pangan yang sudah dikenal adalah jamur kancing [Agaricus bisporus], jamur merang [Volvariella volveceae], jamur shiitake [Lentinus edodes], jamur kuping [Auricularia] dan jamur tiram (Pleurotussp). Sedangkan jamur yang berkhasiat sebagai obat adalah jamur shiitake, jamur maitake [Grifolla fondosa], dan jamur ling tzhi [Ganoderma lucidum],” tulis Donowati Tjokrokusumo.

 

Anang, petani jamur tiram di Sumatera Selatan. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Rehabilitasi lingkungan

Di Indonesia, budidaya jamur tiram masih dikelola secara khusus, yaitu di sebuah rumah jamur.

“Masyarakat dapat membudidayakan di lahan pertanian, asalkan memenuhi persyaratan yang baik dan benar,” lanjut Donowati.

Dia menjelaskan, budidaya jamur tiram di lahan pertanian dapat membantu menyuburkan kembali lahan yang telah tercemar polutan berbahaya, seperti bahan polutan organik yang tergolong dalam POP’s [Persistant Organic Polltants].

Jamur tiram memiliki kemampuan memecah rantai molekul polutan organik yang berasal dari senyawa utama minyak, khususnya PAH [Polycyclic Aromatic Hydrocarbon] yang tergolong dalam jenis POP’s. Sebut saja molekul inti yang terkandung dalam oli, minyak diesel, pestisida, serta bahan-bahan industri yang tergolong berbahaya [toksik].

“Jamur tiram memproduksi enzim kuat yang mempunyai kemampuan menetralisir bahan-bahan industri bersifat toksik, sehingga dapat memulihkan kembali lingkungan yang telah rusak.”

Hal ini, tentunya menambah nilai budidaya jamur, sebagai bahan pangan dan obat-obatan berkualitas.

“Selain bermanfaat untuk produksi dan jaminan keamanan pangan [food security], jamur tiram penting untuk perbaikan lingkungan pertanian,” jelas riset tersebut.

 

 

Exit mobile version