Mongabay.co.id

Warga Terus Berjuang Demi Keberlangsungan Hidup di Wadas

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

 

 

 

Ratusan ibu-ibu berkumpul di halaman Mesjid Nurul Huda Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Juni lalu. Berkaos merah bertuliskan “Wadon Wadas,” mereka berdoa bersama demi kelancaran kegiatan.

Sebagian dari mereka akan menuju Kantor Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) di Kota Yogyakarta, 62 kilometer dari Desa Wadas. Mereka ingin menyerahkan petisi penolakan penambangan material untuk Bendungan Bener, yang ditandatangani lebih 14.000 orang lewat kanal Change.org. Warga juga mendesak rencana penambangan di Desa Wadas tak lanjut.

Sebelumnya, pada 8 Juni 2018, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menerbitkan izin penetapan lokasi (IPL) pembangunan Bendungan Bener bernomor 509/41/2018, berlaku dua tahun, berakhir 8 Juni 2020.

Gubernur mengeluarkan Surat Keputusan Perpanjangan IPL No 539/29/2020 berlaku satu tahun, berakhir 5 Juni 2021.

Kuasa hukum warga Wadas memperoleh salinan surat ditandatangani Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Isinya, percepatan pembaruan penetapan lokasi pengadaan tanah pembangunan Bendungan Bener. Dalam surat menyebutkan, kunci sukses pembangunan adalah pengadaan tanah di lokasi dan quarry dengan target penyelesaian pengadaan tanah pada Oktober 2021.

Surat itu meminta Gubernur Jawa Tengah menerbitkan pembaruan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Bener. Berselang dua hari, gubernur lantas mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 590/20/2021 tentang pembaruan atas IPL pengadaan tanah buat Bendungan Bener di Purworejo dan Wonosobo bertanggal 7 Juni 2021.

Insin Sutrisno, Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Desa Wadas (Gempadewa) dalam diskusi daring belum lama ini menyinggung bagaimana upaya mengadukan masalah penambangan di desanya. Banyak pihak sudah dia datangi untuk menyampaikan penolakan tambang yang mengancam kelestarian lingkungan desa.

“Izin penetapan lokasi sama dengan hanya mendengarkan orang-orang yang punya kepentingan merusak lingkungan warga,” kata Julian Duwi Prasetia, kuasa hukum warga Wadas.

 

Baca juga: Warga Wadas Bertahan, Tolak Penambangan buat Proyek Bendungan Bener

Marsono, petani durian Desa Wadas,bertahan tak mau kebun hilang ditambang. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

***

Surat pembaruan terbit, warga Wadas, atas nama Insin Sutrisno dan kawan-kawan didampingi Koalisi Advokat untuk Keadilan Gempadewa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Gugatan diserahkan 15 Juli dan terdaftar resmi 16 Juli 2021.

Pada hari 12 Agustus lalu, sidang mendengarkan keterangan saksi dan ahli. Dari penggugat antara lain menghadirkan I Gusti Agung Made Wardana, selaku ahli lingkungan Fakultas Hukum UGM) Andreas Budi Widiyanto, Sosiolog Fisipol UGM, dan Dianto Bachriadi, ahli politik agraria Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

Kemudian, Nandra Eko Nugroho, ahli Geologi dan Kebencanaan Fakultas Pertambangan UPN Yogyakarta, Bibianus Hengky Widhi Antoro, ahli Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta, Hotmauli Sidabalok, ahli Hak Asasi Manusia Universitas Katolik Soegijapranata, serta Risma Umar, ahli gender.

Tergugat antara lain mengajukan Yos Johan Utama, Rektor Universitas Diponegoro, hadir 19 Agustus lalu. Sidang dipimpin Hakim Ketua Roni Erry Saputro, dengan hakim anggota Eka Putranti dan Ridwan Akhir.

Di luar ruang sidang, beberapa warga Wadas menggelar poster dan doa juga pembagian besek makanan hasil bumi Wadas kepada mereka yang ditemui di sepanjang jalan sekitar gedung PTUN Semarang.

Kuasa hukum penggugat menilai, langkah Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan surat keputusan tentang pembaruan penetapan lokasi pengadaan tanah bagi pembangunan Bendungan Bener merugikan warga Wadas. Gubernur dianggap tak mendengarakan suara penolakan warga.

“Kami menilai izin penetapan lokasi bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Secara prosedur dan substansi surat keputusan itu cacat hingga harus dibatalkan,” kata Hasrul Buamona, kuasa hukum warga.

 

Baca juga: Warga Wadas Tolak Pengerukan Bukit untuk Proyek Bendungan Bener

Unjuk rasa di depan Kantor BBWSO oleh Solidaritas Peduli Wadas beberapa waktu lalu..Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

Dianto Bachriadi mengatakan, UU Nomor 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum untuk menyelesaikan persoalan hukum terkait pengadaan tanah yang sebelumnya diatur perpres.

“Di dalam penjelasan disitu tidak ada dikatakan dalam teks bahwa yang dimaksud pengadan tanah untuk kepentingan umum itu meliputi pengadaan tanah untuk menyediakan material-material atau barang-barang yang terkait pembangunan. Yang dimaksud pengadaan tanah adalah untuk bangunan proyek itu. Entah dari mana material yang datang itu proses yang lain,” katanya.

Bibianus Henky Widhi Antoro, ahli hukum administrasi negara mengatakan, dalam UU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, tak mengenal terminologi pembaruan. Hanya istilah diperpanjang.

Seorang pejabat tata usaha negara, katanya, ketika bertindak harus punya dasar hukum.

Menurut Andreas Budi Widiyanto, ketika pembangunan tidak partisipatif maka hasil bisa meminggirkan masyarakat.

“Dalam kultur Jawa ada istilah diuwongke, mendudukkan masyarakat sebagai subyek bukan obyek. Diajak bicara, diajak musyawarah. Ketika jadi obyek dia disingkirkan.”

Made Wardana menerangkan, keberlakuan amdal sesuai keberlakuan izin lingkungan. Izin lingkungan berlaku sesuai masa berlaku izin usaha atau izin kegiatan.

“Apabila pemrakarsa kegiatan tidak melaksanakan kegiatan dalam jangka waktu tiga tahun sejak keluar izin lingkungan maka izin lingkungan dan dokumen amdal dinyatakan kadaluarsa.“

Risma Umar mengatakan, Indonesia memiliki UU Nomor 7/1984 menegaskan penghapusan diskriminasi perempuan. Satu bentuk diskriminasi saat proses pengambilan keputusan penentuan lokasi pertambangan, katanya, tak ada melibatkan perempuan.

Dari ahli-ahli yang hadir dari penggugat diperoleh kesimpulan selain mengancam ruang hidup dan tidak memperhatikan HAM, penambangan tanpa melibatkan partisipasi warga berpotensi merusak kehidupan sosial budaya warga termasuk perempuan.

Bendungan Bener, dibangun dengan memanfaatkan daerah aliran Sungai Bogowonto. Menurut database pembangunan bendungan yang dikeluarkan Direktorat Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, panjang puncak bendungan 525,3 meter. Sebagai pengelola adalah BBWS Serayu Opak dengan konstruksi pada 2017.

Bendungan ini mampu mengairi irigasi untuk lahan seluas 15.519 hektar. Juga untuk membangkitkan listrik enam MWH per tahun. Luas genangan waduk saat banjir mencapai 357 hektar.

Data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas menyebutkan, Bendungan Bener menelan investasi Rp2.060 triliun dari APBN. Konstruksi mulai 2018 dan rencana operasi pada 2023. Bendungan ini berkapasitas 100,94 meter kubik mengurangi debit banjir 210 meter kubik per detik, dan menyediakan pasokan air baku 1.600 meter kubik per detik.

Dalam surat keputusan Gubernur Jateng Nomor 590/41/2018 tentang persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk Bendungan Bener menyebutkan, kebutuhan lahan seluas 592,08 hektar.

Di Purworejo meliputi Desa Wadas, Bener, Karangsari, Kedungloteng, Nglaris, Limbangan, dan Guntur (Kecamatan Bener) dan Desa Kemiri (Kecamatan Gebang). Di Wonosobo di Kecamatan Kepil meliputi Desa Gadingrejo, Bener, dan Burat.

Opak Dwi Purwantoro, Kepala BBWS Serayu kepada awak media, April lalu mengatakan, material quarry di Desa Wadas, batuan yang bakal diambil sekitar 8,5 juta meter kubik dalam 3-4 tahun dengan menyingkap lapisan tanah bagian atas terlebih dulu.

Bendungan yang akan dibangun bertipe urugan batu dengan membran beton, ketinggian 159 meter hingga banyak perlu material urug. Material urug itu, berupa batuan andesit, akan diambil dari perbukitan bumi Wadas. Warga Wadas turun menurun menikmati limpahan berkah alam dari bukit itu.

 

Baca juga: Jaga Lahan Tani, Warga Wadas Tolak Penambangan Batu (Bagian 1)

Hasil kopi dari Desa Wadas. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Kasasi

Kekalahan di PTUN Semarang tak menyurutkan langkah hukum Warga Wadas. Pada Selasa, 14 September lalu Koalisi Advokat untuk Masyarakat Wadas, sudah mengajukan memori kasasi ke MA lewat PTUN Semarang.

“Pada 14 September, kami dari Koalisi Advokat untuk Masyarakat Wadas sudah mengajukan memori kasasi. Memori kasasi merupakan perlawanan berlanjut kami terhadap ketidakpasan secara hukum terhadap putusan nomor 68 tahun 2021 di PTUN Semarang,” kata Hasrul Boamona, dalam kesempatan berbeda.

Menurut dia, putusan hakim pada PTUN seharusnya memiliki nilai secara substansial. Artinya, hakim terikat mengikuti dan menerapkan putusan terdahulu baik yang dibuat sendiri maupun pendahulu untuk kasus serupa.

“Ada dua hal pokok yang menjadi analisis kami sebagai kuasa hukum. Di dalam UU Pengadaan Tanah tidak mengenal terminologi pembaruan. Terminologi yang dikenal adalah perpanjangan. Gubernur tidak memakai UU Pengadaan Tanah sebagai rujukan untuk mengeluarkan keputusan itu,” katanya.

Padahal, setiap keputusan pejabat PTUN harus memuat dua hal mendasar, UU dan asas-asas pemerintahan yang baik. “Apalagi asas-asas pemerintahan yang baik sudah dipositifkan menjadi UU.”

Pemerintah, katanya, dalam hal ini Gubernur Jawa Tengah tak memberi contoh yang baik bagaimana sebuah kebijakan dikeluarkan. Gubernur, tidak merujuk atau mengikuti perintah UU.

“Jadi,  izin pembaruan yang dikeluarkan Ganjar Pranowo tidak memiliki dasar hukum. Hingga Mahkamah Agung harus menyatakan tidak sah dan batal demi hukum surat keputusan yang menjadi obyek sengketa.”

Dia bilang, dalam memori kasasi mempertanyakan, kalau alasan untuk kepentingan umum mengapa tidak merujuk ke UU. “Hanya karena masuk proyek strategis nasional tidak berarti bisa menabrak UU.”

Dalam konferensi pers di kantor LBH Yogyakarta baru-baru ini, Insin Sutrisno mengatakan, meski gugatan ditolak, warga tetap solid dan tambah semangat.

“Masih ada seribu jalan bisa ditempuh. Sampai di manapun, kapanpun warga Wadas tidak akan memberikan tanahnya untuk proyek.”

Dia katakan, dengan keputusan itu sempat sedih, kecewa, tetapi itu bukan akhir segalanya.

“Kami masih ada jalan lain untuk memperjuangkan Desa Wadas supaya tetap utuh, lestari, demi kelangsungan anak cucu. Supaya mata pencaharian kami tetap ada,” kata Yati, wadon Wadas.

 

Baca juga: Ribuan Pohon Durian Terancam Proyek Bendungan Bener (Bagian 2)

Jalan di Desa Wadas dengan pemandangan sawah dan bukit dikejauhan. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

******

Foto utama: Pos jaga untuk mendukung penolakan penambangan muncul di beberapa titik di Desa Wadas. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version