- Ikan terbang termasuk dalam kategori ikan pelagis kecil [small pelagic] yang juga disebut flying fish, memiliki tubuh kecil dengan diameter sekitar 2 cm dan panjangnya dapat mencapai sekitar 24 cm.
- Lamanya terbang dengan terputus-putus dapat mencapai sekitar 30 detik, sedangkan total jarak terbangnya bervariasi, bisa mencapai 200 meter.
- Ikan terbang banyak diburu nelayan karena memiliki nilai ekonomis tinggi, terutama telurnya. Telur ikan terbang berbentuk gumpalan biji berwarna kuning keemasan.
- Nelayan pemburu ikan terbang di Mandar dan Galesong memiliki ritual sebelum menangkap ikan terbang dan telurnya, yaitu mereka berziarah ke makam bangsawan yang dihubungkan dengan legenda ikan.
Ketika berada di laut, kita biasanya sering melihat ikan yang muncul dari dalam air dan tiba-tiba terbang ke permukaan. Ya, itu adalah ikan terbang atau flying fish. Ikan ini banyak diburu nelayan karena memiliki nilai ekonomis tinggi, terutama telurnya. Pemerintah Indonesia telah mengatur kehidupan jenis ini melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan [Kepmen KP] tahun 2016 mengenai Rencana Pengelolaan Perikanan [RPP] Ikan Terbang.
Telur ikan terbang berbentuk gumpalan biji yang berwarna kuning keemasan. Sebelum dijual, telurnya dikeringkan dengan cara dijemur. Harganya sangat mahal, dan diekspor ke Jepang. Pusat perdagangan telur ikan terbang saat ini masih didominasi di perairan Sulawesi Selatan. Pada pertengahan September 2021, harga per kilogram telur ikan terbang kering di tingkat nelayan sekitar 850 ribu Rupiah. Karena tingginya harga telur tersebut, sering disebut sebagai emas dari laut.
Muhammad Ridwan Alimuddin, pemerhati maritim Sulawesi Barat, dalam bukunya “Kabar dari Laut” [2013], mengatakan tradisi perburuan ikan terbang dan telurnya hanya ada di dua tempat, yakni Galesong di Takalar Sulawesi Selatan dan kampung-kampung di pesisir Teluk Mandar yang meliputi Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Memang ada di Fak-Fak Papua Barat, tetapi nelayan yang menangkap di sana adalah nelayan dari Galesong juga. Bagi orang Galesong, menangkap ikan terbang disebut mattorani karena targetnya adalah ikan torani [bahasa lokal untuk ikan terbang]. Kata ini berasal dari penyingkatan to barani [yang berani].
“Orang-orang Galesong percaya ikan terbang bukan ikan sembarangan. Ikannya pemberani,” ungkap Ridwan dalam bukunya.
Baca: Bukan Hanya Komodo, Hiu dan Pari Juga Terancam Dampak Perubahan Iklim
Kepercayaan serupa juga ditemukan di Mandar. Saat musim penangkapan ikan terbang, kata Ridwan, kegiatan itu disebut to manurung [yang turun dari langit] atau mara’dia [raja]. Ketika di laut, cenderung dipamalikan menyebut nama asli ikan terbang, melainkan diganti mara’dia. Baik nelayan Mandar dan Galesong memiliki kesamaan cara sebelum ke laut menangkap ikan terbang dan telur pada musimnya, yaitu ritual berziarah ke makam bangsawan yang dihubungkan dengan legenda ikan terbang.
Selain itu, menurut Ridwan dalam bukunya, baik di Mandar dan Galesong, ada mitos bila di laut meneriakkan kata-kata porno dan beberapa obrolan bertema vulgar, ikan terbang akan terangsang, pada gilirannaya bersemangat kawin sehingga telur melimpah. Bagi orang yang pertama kali mendengar mungkin kaget atau berlebihan, tapi di kalangan nelayan biasa-biasa saja.
“Tujuan kata dan kalimat itu bukan untuk fantasi seksual, tapi praktik mistis semata,” tulis Ridwan.
Baca: Inilah Wujud Ikan Purba Coelacanth yang Hanya Ada di Indonesia dan Afrika
Morfologi Ikan Terbang
Augy Syahailatua, dalam Jurnal Oseana [2014], mengatakan di perairan Selat Makasar dan Laut Flores, ikan terbang dikenal dengan nama lokal tuing-tuing [Bugis], torani [Makassar] atau tourani [Mandar], sedangkan di Laut Sulawesi dengan nama antoni [Minahasa, Sangir, Talaud].
Ikan terbang tergolong dalam bangsa Synotognathy dan suku Exocoetidae yang mempunyai 8 marga, yaitu Cheilopogon [30 jenis], Cypselurus [11 jenis], Exocoetus [2 jenis], Fodiator [2 jenis], Hirundichthys [7 jenis], Oxyporhampus [3 jenis], Parexocoetus [3 jenis], dan Prognichthys [4 jenis].
Enam dari delapan marga dalam suku Exocoetidae ditemukan di perairan Pasifik Barat, termasuk Indonesia. Dua marga yang tidak ditemukan yaitu Fodiator dan Oxyporhampus. Dari 6 marga yang terdapat di perairan Indonesia, hanya Cypselurus dan Cheilopogon yang mempunyai jumlah jenis terbanyak.
Perbedaan karakter morfologi kedua marga ini adalah Cypselurus spp memiliki rahang bawah sedikit lebih pendek dari rahang atas. Sementara, Cheilopogon memiliki rahang atas dan bawah yang relatif sama panjang atau rahang bawah sedikit lebih panjang dari rahang atas.
Kemiripan kedua marga ikan ini adalah sirip dada sangat panjang mencapai bagian belakang dari pangkal sirip dubur atau hampir mencapai pangkal sirip ekor. Tidak terdapat gurat sisik yang merupakan percabangan dari sirip dada. Rahang bagian atas tidak “protrusible”. Posisi sirip dubur ada di belakang sirip dorsal sedikitnya 3 jari-jari sirip.
“Jari-jari sirip punggung lebih banyak 2-5 buah dari jari-jari pada sirip dubur. Serta jari-jari pertama atau kedua dari sirip dada tidak bercabang,” tulis Augy.
Baca: Belida Lopis, Ikan Asli Indonesia yang Dinyatakan Punah
Dalam laporan naskah akademik berjudul Pengelolaan Sumber Daya Ikan Terbang di Wilayah Perairan Provinsi Papua Barat [2020], disebutkan bahwa ikan terbang termasuk dalam kategori ikan pelagis kecil [small pelagic] yang juga disebut flying fish. Ikan ini memiliki tubuh kecil dengan diameter sekitar 2 cm dan panjang mencapai sekitar 24 cm. Untuk dapat terbang melayang, diperlukan empat tahap “manouvre” atau olah gerak.
Ikan ini akan berenang secepatnya di bawah permukaan air dengan sirip [sayap] rapat ke tubuh. Tahap berikutnya, sebagian besar tubuhnya telah muncul ke luar dari air tetapi ekornya masih di air. Saat sayap direntangkan, ekornya masih mendayung kuat di permukaan dengan gerakan kiri-kanan yang sangat cepat, untuk mendapatkan kecepatan awal yang cukup guna lepas landas.
“Jarak atau awalan yang diperlukan untuk dapat terbang berkisar 5-15 meter dengan kecepatan ± 36 km/jam. Lamanya terbang dengan terputus-putus dapat mencapai sekitar 30 detik, sedangkan total jarak terbangnya bervariasi, sekitar 200 meter.”
Baca juga: Bagaimanakah Cara Ikan Tidur dan Istirahat?
Tingkah laku ikan terbang disebutkan memiliki sirip gelembung gas yang fungsinya menjaga keseimbangan di udara. Sirip pectoral lebar berguna sebagai alat keseimbangan, terutama pengaruh gravitasi. Sirip ekor bertugas sebagai alat pendorong ketika akan mulai terbang [taxing flight]. Sirip dada dikendalikan oleh otot-otot aerobik, masing-masing otot lateral membuka sayap dan otot medial melipat sayap. Ikan terbang umumnya memiliki sisik sikloid yang mudah lepas.
Selain itu, tidak mempunyai sirip berjari-jari keras, sirip punggung dan sirip dubur letaknya jauh ke belakang tubuh. Sirip perut abdominal berukuran panjang mencapai pangkal depan dasar sirip anal. Sirip dada panjang, selalu mencapai pangkal sirip punggung.
“Kedua sirip dada yang panjang tersebut diadaptasikan sebagai sayap untuk terbang melayang keluar dari permukaan air ke udara hingga 200 meter. Bahkan lebih, untuk menghindari predator atau suatu mekanisme penghematan energi,” jelas laporan tersebut.