Mongabay.co.id

Kala Limbah Cemari Bengawan Solo, Ecoton Somasi Gubernur Jateng dan Jatim

Bersama komunitas pemuda peduli lingkungan, Ecoton melakukan brand audit timbulan sampah yang terjadi di Pantura Lamongan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

 

 

Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Bojonegoro mengumumkan terjadi pencemaran di Bengawan Solo, yang jadi bahan baku air minum. Pengumuman itu disampaikan melalui laman Pemerintah Kabupaten Bojonegoro 7 September lalu.

Yunus Dawenan, Bagian Produksi PDAM Bojonegoro meminta warga tak mengonsumsi air tercemar secara langsung, terlebih saat air berwarna dan berbau. Pelanggan PDAM diminta segera melaporkan kalau mendapat air PDAM tercemar, diduga sumber dari limbah tekstil.

“Cirinya, air berwarna hitam kecoklatan dan biasa limbah mencapai dasar sungai. Di permukaan ada gelembung seperti minyak menggumpal,” katanya. PDAM Bojonegoro sudah menangani penjernihan air sesuai standar dan prosedur berlaku.

Untuk normalisasi Sungai Bengawan Solo perlu waktu tiga sampai empat hari, tergantung arus sungai. “Warga bisa menyampaikan keluhan terkait pencemaran melalui call center PDAM (0353) 881253.”

Lembaga Kajian Konservasi Lahan Basah (Ecological Observation and Wetlands Conservation/Ecoton) melakukan kajian atas kualitas air sungai yang melintasi Jawa Tengah dan Jawa Timur itu.

Ecoton mencatat selama 2018-2021, terjadi 22 kali pencemaran yang mengancam ekosistem sungai yang melintasi 12 kabupaten/kota sepanjang 548 kilometer.

“PDAM Solo, Blora dan Bojonegoro menggantungkan air Sungai Bengawan Solo sebagai bahan baku air minum,” kata Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton, belum lama ini.

Ecoton mencatat, pada 10 Maret 2018, air Sungai Bengawan Solo diduga tercemar limbah pabrik. Pada 8 November 2019, tercemar limbah ciu yang mengakibatkan belasan ribu pelanggan PDAM di Blora, Jawa Tengah, tidak bisa mengakses air bersih. Disusul aliran sepanjang Sungai Bengawan Solo berwarna hitam, dan kematian ikan massal 30 November 2019.

Pada 6 Mei 2020, terjadi pencemaran limbah Industri, rumah tangga, dan limbah peternakan seperti bangkai babi dan ayam. Selang dua bulan, 9 Juli 2020, pencemaran diduga karena industri.

 

Sungai Bengawan Solo, jadi tumpuan berbagai keperluan masyarakat, sebagai sumber air, cari ikan, pengairan dan lain-lain.  Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tak penuhi baku mutu

Ecoton uji laboratorium atas kualitas air di Sungai Bengawan Solo pada Agustus 2020, meliputi titik Tanjung Sari, Jembatan Bungah, Desa Legowo Bungah dan Desa Masangan di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Hasilnya, parameter zat padat terlarut (TDS), BOD, khrom VI, tembaga, nitrit dan klorin bebas, tidak memenuhi baku mutu Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 2/2008 tentang Air Kelas III.

Juga uji laboratorium pada Oktober 2020 di titik Jembatan Karanggeneng, Bendungan Gerak Trucuk, Kedung Bondo, Dusun Gendong/ Jembatan Dukun, Dusun Gendong/ Jembatan Laren dan Sungai Samin Bojonegoro, Jawa Timur. Hasilnya, parameter BOD, kadmium, khrom VI, tembaga, sianida, nitrit dan klorin bebas tidak memenuhi baku mutu.

Pada 2 Februari 2021, terjadi pencemaran Sungai Bengawan Solo dari mikroplastik dan logam berat. Kembali terjadi kematian ikan massal di Bendungan Gerak, Desa Padang, Kecamatan Trucuk, Bojonegoro Juni 2021.

Pada 25 Agustus 2021, kondisi air sungai berubah warna menjadi kecoklatan. Air kembali menghitam dan terjadi kematian ikan massal pada 31 Agustus 2021.

“Radar Bojonegoro pada 23 Agustus 2021 memberitakan air Sungai Bengawan Solo tercemar. Air berwarna hitam pekat, dan ikan mati massal. Hasil uji laboratorium menunjukkan terjadi penurunan mutu air, Dinas Lingkungan Hidup Bojonegoro memastikan air tak layak konsumsi,” kata Prigi.

Aliran Bengawan Solo, merupakan sungai lintas provinsi. Air untuk pembangkit lisrik, bahan baku air minum PDAM Solo, PDAM Blora dan PDAM Bojonegoro juga buat irigasi dan pemasok air untuk 8.000 hektar tambak di hilir, di Gresik, Jawa Timur.

Kuantitas air Bengawan Solo terus menurun dengan sumber pencemar dari industri dan rumah tangga. Penanganan pembuangan limbah cair ke sungai, katanya, masih terbatas.

Selama ini, katanya, pemerintah tak menindak tegas dan serius untuk mencegah atau menghentikan pencamaran Bengawan Solo. “Sungai Bengawan Solo tercemar karena ketidakhadiran pemerintah menanggulangi pencemaran. Dalam hal ini Gubernur Jawa Timur dan Gubernur Jawa Tengah.”

Sedangkan ribuan warga bergantung hidup dari sungai.

Pemerintah daerah, katanya, lalai menjalankan kewajiban memantau industri di sepanjang Sungai Bengawan Solo.

 

Warga membuang sampah di tepi sungai sodetan Bengawan Solo. Timbunan sampah di pantai dan kegiatan pembakaran sampah di tepi sungai tersebut memprihatinkan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Gugat pemerintah

Menyikapi pencemaran berulang di Sungai Bengawan Solo, Ecoton pun melayangkan notifikasi atau somasi kepada Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur Jawa Timur. Tim hukum Ecoton, Azis mengatakan, surat somasi ke Sekretariat Pemprov Jatim dan ke Gubernur Jateng melalui pos tertanggal 5 Oktober 2021.

“Tembusan ke PTUN Surabaya dan Semarang,” katanya.

Sampai sekarang, katanya, belum ada balasan. Ecoton memberi batas waktu selama 60 hari, setelah somasi diterima. Kalau tak ada respons, Ecoton akan melayangkan gugatan ke PTUN Semarang atau Surabaya. “Gugatan pembuatan melawan hukum atas kelalaian mereka hingga pencemaran terus berulang,” ujar Azis.

Dia sebut, Gubernur Jateng dan Gubernur Jatim melanggar Pasal 13 (3) UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Intinya, soal pengendalian pencemaran dan, atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan, atau kegiatan sesuai kewenangan, dan tanggung jawab masing-masing.

Juga Pasal 71 (1) UU PPLH soal menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangan wajib pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan, atau kegiatan atas ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Instansi ini hanya melakukan tindakan administrasi. Padahal, bisa menghentikan dan menghambat pencemaran.”

Ecoton meminta Gubernur Jateng dan Gubernur Jatim bikin program pemulihan kualitas air Sungai Bengawan Solo dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022. Juga memasang kamera pengawas di setiap outlet DAS Bengawan Solo dan memasang alat pemantau kualitas air realtime di setiap outlet pembuangan limbah cair di sepanjang sungai.

Kemudian, pemeriksaan independen terhadap Dinas Lingkungan Hidup Jatim dan Jateng maupun kabupaten dan kota dengan melibatkan unsur masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan hidup dan organisasi yang konsern pengelolaan lingkungan hidup.

“Juga perlu dikeluarkan peringatan terhadap industri, khusus yang berada di DAS Bengawan Solo agar mengolah limbah cair sebelum buang ke sungai.”

Ecoton juga menuntut penindakan hukum berupa sanksi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair melebihi baku mutu. Pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota dituntut pemulihan ekologis pasca ikan mati juga sanksi bagi industri yang menyebabkan kematian ikan massal. Warga juga diminta tak mengonsumsi ikan mati itu. Mongabay belum mendapatkan balasan dari upaya konfirmasi kepada Pemprov Jatim sampai berita ini rilis.

 

 

*****

Foto utama: Ilustrasi. Limbah cair dan padat mengotori perairan seperti Sungai Bengawan Solo. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version