Mongabay.co.id

Lagi, Penjual Kulit Harimau Sumatera Ditangkap di Bener Meriah

 

 

Perdagangan bagian tubuh harimau sumatera tidak ada kata berhenti di Provinsi Aceh.

Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Wilayah Sumatera bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, kembali menangkap tiga penjual kulit harimau sumatera, di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum [SPBU] Desa Gegerung, Kecamatan Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, Senin [25/10/2021].

Dua pelaku, yaitu MAS [47] dan SH [30], ditetapkan sebagai tersangka.

“Barang bukti berupa satu lembar kulit harimau sumatera utuh dengan tengkorak kepala menempel pada kulit, tiga telepon seluler, satu unit mobil dan beberapa bukti lainnya telah diamankan,” ujar Subhan, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera, Rabu [27/10/2021].

Subhan menyebutkan, dua tersangka itu ditahan di rumah tahanan Polda Aceh untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sementara seorang lagi, J [29], dilepaskan karena tidak terkait kegiatan haram tersebut.

“Kami akan terus bersinergi dengan para pengelola kawasan hutan, sebagai habitat satwa, guna langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum.”

Baca: Jual 3 Lembar Kulit Harimau Sumatera, Warga Aceh Tenggara Ditangkap

 

Inilah barang bukti berupa kulita harimau beserta kepalanya yang diamankan dari pelaku di Bener Meriah, Aceh, Senin [25/10/2021]. Foto: Dok. Balai Gakkum Sumatera KLHK

 

Subhan menuturkan, pada 25 Oktober 2021, tim gabungan memperoleh informasi dari masyarakat bahwa ada warga Desa Asir Asir Asia, Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, menawarkan satu lembar kulit harimau seharga Rp70 juta.

“MAS, SH, dan J, tertangkap tangan petugas sekitar pukul 22.00 WIB, yang menyamar sebagai pembeli.”

Atas perbuatan tersebut, tersangka diancam pidana berdasarkan Pasal 21 Ayat 2 Huruf d Jo Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hukumannya, penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta.

“Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera sedang mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain dan jaringannya di Aceh, serta mengungkap pemodalnya,” ungkapnya.

Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, Sustyo Iriyono, menegaskan kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar merupakan kejahatan luar biasa, melibatkan jaringan dengan pelaku berlapis dan bernilai ekonomi tinggi.

“Upaya penindakan dan penegakan hukum terus kami lakukan, dengan mengupayakan hukuman maksimal terhadap para pelaku, terutama pemodal. Kami juga bersinergi dengan aparat penegak hukum lainn untuk memberantas kejahatan ini,” tegasnya.

Baca: Masa Depan Harimau Sumatera di Tangan Kita

 

Kulit harimau ini disita dari para pelaku yang hendak memperdagangkannya di Bener Meriah, Aceh. Foto: Dok. Balai Gakkum Sumatera KLHK

 

Ditangkap  

Sebelumnya, pada 13 Agustus 2021, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum [Gakkum] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Wilayah Sumatera, menangkap penjual tiga lembar kulit dan tulang-belulang harimau beserta 9 kilogram sisik trenggiling.

Pelaku AS [48], warga Desa Pasir Bangun, Kecamatan Lawe Alas, Kabupaten Aceh Tenggara, diamankan saat hendak menjual bagian-bagian tubuh satwa dilindungi itu, kepada petugas yang menyamar sebagai pembeli.

Saat ini terdakwa ditahan di Rumah Tahanan Klas II Kutacane, yang sebelumnya ditahan di Rumah Tahanan Polda Aceh.

“Kasus ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, sudah pada tahap pemeriksaan saksi,” ujar Subhan.

Berdasarkan penelusuran di situs Pengadilan Negeri Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, sidang perdana dengan Nomor Perkara: 196/Pid.B/LH/2021/PN Ktn, digelar pada 19 Oktober 2021 dan pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum digelar pada 26 Oktober 2021. Sementara pada sidang lanjutan 2 November 2021, agendanya pemeriksaan terdakwa.

Hingga saat ini, pengungkapan kasus tersebut masih hanya sebatas pelaku pertama yaitu AS, sementara pembelinya belum bisa diungkap.

Menurut Subhan, untuk menghentikan perdagangan ilegal satwa maupun bagian tubuhnya, yang harus dikejar adalah pemodal atau pembeli utama. “Namun, ini bukan perkara mudah karena jaringan mereka cukup kuat,” paparnya.

Baca juga: Profesi Tidak Biasa Sarwani Sabi, Pawang Harimau Sumatera

 

Malelang Jaya, harimau sumatera yang telah dikembalikan ke habitat aslinya di hutan Terangun, Gayo Lues, Aceh, pada 9 November 2020. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Ketua Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre [YOSL-OIC], Panut Hadisiswoyo telah mengatakan, hingga saat ini perburuan harimau sumatera dan satwa dilindungi lainnya masih terus terjadi di hutan Kawasan Ekosistem Leuser [KEL].

“Tim patroli masih menemukan tanda-tanda perburuan ilegal, baik itu pondok yang dibangun pemburu, jerat, maupun tanda-tanda lainnya,” ujarnya.

Panut mengakui, untuk menghentikan kegiatan perburuan dan perdagangan satwa bukan hal gampang. Aktor yang terlibat bekerja sangat rapi, tertutup, dan sangat profesional.

“Mereka sangat kuat menjaga jaringannya. Untuk pembeli utama, mereka tidak akan terlibat langsung dalam jaringan tersebut. Biasanya, menggunakan perantara, atau orang lain yang mewakili,” paparnya.

 

 

Exit mobile version