Mongabay.co.id

Kala Bupati Kuansing Terjerat Kasus Korupsi Perizinan Sawit

 

 

 

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka kasus penerimaan hadiah atau janji dalam perpanjangan hak guna usaha (HGU) perusahaan sawit di Riau. Masing-masing, Andi Putra, Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Riau dan General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso. Lili Pintauli Siregar, Wakil Ketua KPK mengumumkan penetapan tersangka pada 18 Oktober lalu. Organisasi masyarakat sipil menduga, kasus korupsi serupa kemungkinan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. KPK pun diminta serius melanjutkan program Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GNPSDA).

Andi Putra, sempat menduduki kursi Ketua DPRD Kuantan Singingi, sebelum bertarung dalam pilkada serentak, tahun lalu. Posisinya digantikan adiknya, Adam. Dia, anak Sukarmis, Bupati Kuantan Singingi 2006-2016. Kini, Sukarmis  tercatat sebagai anggota DPRD Riau 2019-2024. Ketiganya, sama-sama dari Partai Golongan Karya. Andi, adalah Ketua DPD partai berlambang pohon beringin di kabupaten itu.

Adapun Adimulia Agrolestari, berdasarkan data pansus monitoring dan evaluasi perizinan DPRD Riau 2015, mempunyai dua kebun yang berlokasi di Kecamatan Singingi Hilir, Kuantan Singingi dan Kecamatan Kampar Kiri, Kampar. Masing-masing 6.485 hektar dan 5.300 hektar. Perusahaan juga mendirikan pabrik sawit di Kampar Kiri.

Dalam mengelola kebun dan mengolah buah, Adimulia mengantongi izin usaha perkebunan (IUP) yang terintegrasi, antara budidaya dengan industri pengelolaan hasil perkebunan. Izin ini terbit pada 29 April 1991 dengan No. HK.350/E4.277/04.91. Perusahaan juga memiliki izin lokasi dengan No. Kpts.55/IL-II/1991.

Temuan Pansus DPRD Riau itu menyebutkan, Adimulia hanya memiliki HGU untuk kebun di Singingi Hilir, seluas 2.563 hektar. Ini diibuktikan dengan No.16/HGU/BPN/94 yang terbit 18 April 1994.

Masih dalam temuan Pansus DPRD Riau, potensi pajak yang tidak dibayarkan tiap tahun oleh Adimulia dari kebun Singingi Hilir Rp648, 480 juta (PBB), Rp7, 295.625 miliar (PPh) dan PPN Rp19, 455 miliar. Lalu, potensi pajak dari kebun Kampar Kiri Rp529, 980 juta (PBB), Rp5, 962.500 miliar (PPh) dan PPN Rp15, 900 miliar.

Data dari supplychains.trase.earth menambah informasi mengenai Adimulia. Pada 2015, aliran keuangan dari industri perkebunan sawit milik perusahaan itu sekitar US$13,8 juta. Hasil perkebunan dikirim ke tiga grup besar antara lain, Wilmar dengan pendapatan US$5,16 juta, Sinar Mas US$4,71 juta dan Musim Mas US$3,91 juta.

Dari tiga grup besar itu, minyak sawit hasil produksi pabrik Adimulia dikirim keluar negeri melalui importir Wilmar via Wilmar dan Yihai Kerry, Sinar Mas Group dengan importer Golden Agri Internasional dan Musim Mas melalui importer Inter Continental Oil & Fats.

Para importir mengalirkan hasil olahan sawit ke berbagai negara seperti India, China, Belanda, Bangladesh, Amerika, Pakistan, Italia dan Spanyol. Kemudian, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Kenya, Myanmar, Arab Saudi, Mesir, Ukraina, Vietnam, Oman dan negara lain.

Selain aliran keuangan, Trase Earth juga menganalisis risiko deforestasi dari aktivitas Adimulia yang mencapai 47,44 hektar pada 2015. Luas areal tanam 9.908 hektar dan menghasilkan minyak sawit (palm oil) dengan volume 24.660 ton.

Data dari Unilever Suppliers, pada 2019, Adimulia terdaftar sebagai pemasok dengan ID PO1000004351 dan belum memiliki sertifikat RSPO. Selain itu, juga terdaftar sebagai pemasok bagi Vandemoortele, perusahaan bisnis makanan di Belgia.

HGU Adimulia akan berakhir tiga tahun mendatang, pada penghujung Desember 2024.

Dalam proses mengurus perpanjangan izin itu, Andi mematok harga miliaran rupiah untuk selembar surat persetujuan, sebagai Bupati Kuantan Singingi, yang baru lima bulan dilantik.

 

Baca juga: Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan

Riau, merupakan provinsi kebun sawit terluas di Indonesia. © Yudi Nofiandi/Auriga

 

Kronologi penangkapan

Sebelum penetapan dua tersangka, hari itu, KPK terlebih dahulu melakukan operasi tangkap tangan (OTT), sekitar pukul 11.00. Tim KPK menggelandang delapan orang ke Mapolda Riau untuk diperiksa dan diminta keterangan. Komisi antirasuah menyimpulkan, ada dugaan peristiwa pidana dalam penindakan itu. KPK juga menemukan beberapa orang yang harus bertanggungjawab secara hukum.

Selain Andi, tim KPK mengamankan ajudan, staf berikut dengan sopi. Sementara itu dari perusahaan, selain Sudarso, Senior Manager Paino dan dua sopir mereka juga turut diamankan.

Hasil penyelidikan tim KPK, Adimulya tengah mengurus perpanjangan seritifikat HGU. Dalam proses itu, perusahaan sawit ini harus menyertakan persetujuan dari Andi, selaku bupati. Senin, itu Sudarso dan Paino menyerahkan uang ke Andi, di rumah pribadinya.

Usai memastikan penyerahan uang, seketika itu juga, tim KPK langsung meluncur ke kediaman Andi. Dia tak berada di tempat dan bergerak ke Pekanbaru. Tim lagi-lagi gagal menangkap Andi. Tim akhirnya meminta keluarga menghubungi Andi agar kooperatif.

Baru sekitar pukul 22.45, Andi Putra bersama staf diantar sopir menemui tim di Mapolda Riau. Tim langsung meminta keterangan. Petunjuknya, penyerahan uang tunai Rp500 juta, Rp80,9 juta serta dalam bentuk mata uang asing 1.680 Dolar Singapura. Berikut dengan telepon genggam mereka iPhone XR.

Penindakan ini berjalan cepat karena dibatasi waktu 24 jam. Setelah mengumpulkan informasi dan berbagai keterangan, KPK menyelidiki dan menemukan bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya meningkatkan status perkara pada tahap penyidikan. Malam itu juga KPK mengumumkan dua tersangka.

“Konstruksi perkaranya diduga terjadi untuk keberlangsungan kegiatan usaha PT AA (Adimulai Agrolestari),” kata Lili Pintauli Siregar, Wakil Ketua KPK, dalam konferensi pers.

Pengajuan perpanjangan HGU oleh Adimulya sudah mulai sejak 2019 karena akan berakhir 2024. Salah satu syarat agar dapat restu perpanjangan harus membangun kebun kemitraan minimal 20% dari luas HGU. Namun, lokasi kebun kemitraan yang jadi syarat usulan justru terletak di Kabupaten Kampar, bukan Kuantan Singingi.

Sudarso, mengajukan surat permohonan ke Andi agar menyetujui kebun kemitraan di luar administrasi kewilayahan itu. Keduanya, terlebih dahulu bertemu sebelum permohonan dijawab. Pada kesempatan itu, Andi meminta uang Rp2 miliar. Seperti yang disampaikan Lili, Andi mengatakan permintaan imbalan itu hal biasa.

Tak ada tawar menawar atas harga surat persetujuan yang dipatok Andi. Keduanya langsung menyepakati. Sebagai tanda jadi, September 2021, Sudarso menyerahkan Rp500 juta terlebih dahulu. Penyerahan kedua, 18 Oktober, Sudarso menambahkan Rp200 juta.

Sudarso, sebagai pemberi uang disangka melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Adapun Andi sebagai penerima, disangka dengan Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 UU yang sama.

“Untuk keperluan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka untuk 20 hari pertama. Terhitung 19 Oktober sampai 7 November 2021,” kata Lili.

Sudarso ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur, sementara Andi di Rutan Gedung Merah Putih, KPK.

Lili berterimakasih atas dukungan masyarakat dan Kepolisian Daerah Riau yang membantu kelancaran rangkaian tangkap tangan. KPK, katanya, tidak pernah bosan mengingatkan pada seluruh penyelenggara negara yang menerima amanat rakyat agar tetap menjalankan tugas dengan penuh integritas demi kepentingan masyarakat.

“Terkait perkara ini, seluruh kepala daerah bertanggungjawab mendukung pemerintah bersama KPK, memperbaiki tata kelola perkebunan sawit hingga menutup celah korupsi. Diharapkan mengoptimalkan potensi penerimaan pajak dan mengefektifkan penegakan hukum dibidang sumberdaya alam.”

Ramada Febrian, Plt Direktur Kebun Auriga Nusantara, mengatakan, kasus serupa mungkin terjadi di beberapa daerah. Logikanya, untuk memperpanjang izin HGU ribuan hektar saja, perusahaan berani mengeluarkan biaya negosiasi.

“Bagaimana dengan perusahaan yang melewati prosedur perizinan yang lebih rumit? Seperti proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan yang luasnya bisa sampai puluhan ribu hektar tiap perusahaan?”

 

Baca juga: Konflik Lahan Berlarut, Suku Anak Dalam Jalan Kaki Lagi ke Jakarta

Annas Maamun, Gubernur Riau non aktif, yang menjadi terdakwa suap alihfungsi kawasan hutan divonis enam tahun penjaga dan denda Rp200 juta. Hanya dua dakwaan terbukti, menurut majelis hakim. Dia terbebas dari kasus suap yang melibatkan PT Duta Palma. Foto: Lovina

 

Gubernur dan bupati korupsi

Andi menambah deretan kepala daerah di Riau yang tersandung korupsi. Belum lama ini, Mursini, juga terlibat korupsi kegiatan rutin atau belanja barang dan jasa di Sekretariat Daerah Kuantan Singingi Rp800 juta. Mursini, petahana yang kalah bertarung melawan Andi, merebut kembali kursi nomor satu di kabupaten dengan julukan Kota Jalur ini.

Khusus korupsi sektor perizinan sumberdaya alam, Andi juga bukan satu-satunya yang pernah diseret penegak hukum. KPK pada 2014, pernah menangkap Gubernur Riau Annas Maamun saat menerima suap untuk alih fungsi hutan jadi perkebunan sawit.

Annas mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo tahun lalu, setelah jadi pesakitan di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, selama enam tahun.

Alasan Annas mohon grasi, adalah mengenai kesehatannya yang menurun, terlebih lagi kondisinya yang dibilang mulai uzur dan renta. Namun, hasrat dan gairah politik ternyata tidak luntur sama sekali. Baru-baru ini, Annas bahkan berpindah partai ke Nasdem yang sebelumnya malang melintang di Golkar. Ketika baru keluar penjara, Annas bahkan menggaungkan isu pembentukan Provinsi Riau Pesisir. Keaktifan Annas itu tidak sesuai dengan alasannya mengajukan grasi.

Salah satu perusahaan penyuap Annas adalah PT Darmex Agro. Surya Darmadi, bos perusahaan ini, ingin lahan sejumlah anak perusahaannya masuk dalam usulan revisi RTRW Riau agar kebun sawit dalam kawasan hutan diubah jadi bukan kawasan hutan.

Suheri Terta, Legal Manager Duta Palma, yang diperintah bosnya menyerahkan uang ke Annas, sedang menjalani masa tahanan tiga tahun di Lapas Sukamiskin. Surya Darmadi, masih jadi buronan.

Salah satu anak perusahaan Darmex Agro ada di Kuantan Singingi, yakni PT Dutapalma Nusantara. Perusahaan ini tengah berkonflik dengan masyarakat adat gara-gara memutus berbagai akses masyarakat ke kebun. Perusahaan menggali parit dalam dan lebar hingga masyarakat terhalang mengambil getah karet, memanen sawit dan mengurus sapi ternak.

Sebelum ada OTT, Andi beberapa kali mendatangi lokasi konflik dan meminta Dutapalma menyambung kembali jalan itu. Perintah itu sia-sia dan tak pernah digubris Dutapalma. Saat ini, akses yang biasa dilalui masyarakat masih terbelah oleh parit. Belakangan, giliran masyarakat menutup akses lalu-lalang kendaraan perusahaan keluar-masuk kebun.

Jauh sebelum Annas, KPK juga pernah memenjarakan Gubernur Riau lainnya, yakni Rusli Zainal. Dia korupsi izin kehutanan dan dihukum 10 tahun penjara. Kasus serupa juga menjerat sejumlah kepala daerah tingkat kabupaten. Antara lain, Bupati Siak Arwin AS, Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar serta Bupati Kampar Burhanuddin Husin—sebagai Kepala Dinas Kehutanan saat terlibat korupsi. Masing-masing, dikenakan penjara 4-11 tahun.

Okto Yugo Setyo, Wakil Koordinator Jikalahari, mengingatkan, KPK harus lebih serius melanjutkan program Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GNPSDA) . Kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah mesti terlibat aktif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi sumberdaya alam.

Selama ini, kata Okto, kegiatan itu belum optimal karena masih terbatas pada pengumpulan data, namun minim aksi dan kurang pelibatan masyarakat. Khusus di Riau, beberapa agenda koordinasi dan supervisi oleh KPK ke pemerintah daerah, malah tak melibatkan masyarakat sipil.

Sejak awal, pemerintah daerah sebenarnya sudah terlibat dan turut menandatangani nota kesepahaman bersama antar kementerian dan lembaga serta 34 gubernur. Salah satu masalah di Riau adalah, pengukuhan kawasan hutan. Alih-alih diselesaikan, Gubernur Riau justru mengesahkan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW).

Hasilnya, peraturan daerah ini tak membantu penyelesaian konflik sumberdaya alam di Riau.

Wan Thamrin Hasyim, Gubernur Riau sempat menerbitkan keputusan tentang rencana aksi terintegrasi pemberantasan korupsi tahun 2018. Satu tahun kemudian terbentuk satuan tugas pelaksana rencan aksi ini. Itu, dibuat setelah beberapa minggu Perda RTRW Riau disahkan. “Walaupun terlambat, namun tak juga dikerjakan. Padahal hasil renaksi dapat digunakan memperbaiki Perda RTRW Riau,” kata Okto.

SK Gubernur Riau, tentang rencana aksi pemberantasan korupsi itu hanya berumur satu tahun atau telah berakhir pada Mei 2019. Namun, Gubernur Syamsuar saat ini tak pernah memperpanjang SK ini. “Masalah yang menjerat Andi Putra tak akan selesai hanya dengan penangkapan. Contohnya, setelah Annas Maamun ditangkap dengan kasus yang hampir mirip, masih ada juga yang main-main perizinan. Apalagi sekarang ada UU Cipta Kerja.”

 

Tandan Buah Segar sawit baru panen. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

*****

Exit mobile version