Mongabay.co.id

Ketika Satwa-satwa Dilindungi Terus Diburu

Gajah Riau, yang mati di konsesi PT Arara Abadi, Februari 2020. Foto: BKSDA Riau

 

 

 

 

Satwa-satwa dilindungi seperti gajah, badak, harimau sampai rusa terus terancam. Sudahlah habitat mereka tergerus, perburuan pun terus menggila. Bagaimana upaya penyelamatan?

Gajah, misal, terus jadi incaran perburuan, bahkan di kawasan konservasi sekalipun seperti di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Lampung.

Berdasarkan survei DNA populasi gajah oleh Wildlife Conservation Society (WCS), di TN Way Kambas pada 2010 terdapat 247 gajah namun pendataan 2020, dengan metode GPS collar hanya 180, 67 gajah tidak terpantau.

Pada 2020, Balai TNWK mencatat, kurun 10 tahun terakhir, terjadi kematian 22 gajah karena perburuan liar. Mereka mati hilang gading dan gigi. Bahkan, kontak senjata masih terjadi antara polisi hutan dan pelaku perburuan liar.

Sejumlah barang bukti ditemukan, seperti 741 jerat seling, 34 sepeda ontel, empat perahu dayung, tulang kepala, tulang dan pinggul gajah.

Kuswandono, Kepala Balai TNWK mengatakan, hasil evaluasi dengan aplikasi SMART RBM semester I 2021, ditemukan jenis alat perburuan yaitu satu jaring kabut, tujuh jerat nilon, 16 jerat seling, 40 jerat seling kecil, dua perangkap kandang, tiga stick dan 13 tanda perburuan lain.

 

 

Temuan ini, katanya, menandakan perburuan liar di Taman Nasional Way Kambas, marak. Untuk itu, katanya, perlu konsep perlindungan penyangga kehidupan di area konservasi dan sekitar, termasuk merestorasi hutan. Salah satu upaya, TNWK bekerjasama dengan mitra seperti Yayasan Auriga Nusantara, dalam merestorasi hutan.

Auriga merupakan organisasi lingkungan yang bekerja sama dengan Balai TNWK dalam rehabilitasi hutan atau pemulihan ekosistem.

Timer Manurung, dari Yayasan Auriga Indonesia mengatakan, mereka berupaya merehabilitasi hamparan ilalang pasca kebakaran hebat pada dekade 90-an, hingga nanti bisa sebagai habitat gajah.

“Kami mengapresiasi Balai TNWK yang membuka ruang kerja sama dengan Auriga Nusantara memulihkan habitat, baik ketika kami bersama konsorsium pada 2013-2017 seluas 100 hektar, maupun spesifik dengan Auriga hingga 2023 untuk luasan 1.200 hektar.”

Di lahan restorasi 1.200 hektar itu, Auriga menargetkan membangun pembibitan dan penanaman 600 hektar di Rawa Kadut sampai 2023. Mereka juga membuat sekat bakar untuk mengendalikan kebakaran dan menghambat kebakaran tak meluas.

 

Cula badak sitaan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Penyelamatan badak

Serupa gajah, badak pun alami keterancaman. Indra Eksploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya mengatakan, untuk badak, KLHK lakukan konsep penyelamatan dari sisi keragaman genetik.

“Itu nomor satu. Bagaimanapun juga, kalau meningkatkan populasi badak tanpa memperhatikan keragaman genetik, suatu saat akan menjadi in breeding dan akan punah. Kepunahan tidak perlu terjadi, tetapi harus diikuti bagaimana badak Sumatera bisa dijamin keberagaman genetiknya. Begitu juga badak Jawa,” katanya, dalam daring beberapa waktu lalu.

Untuk badak yang berada di suaka, tempat ini bisa jadi caption breeding program. Pengembangbiakan dilakukan secara terkontrol biasa disebut ex-situ link to in-situ.

Ketika program ex-situ link in-situ ini jalan berarti program itu harus juga diperkuat dengan kawasan perlindungan (protection zone).

“Ini perlu kita jamin bahwa memang habitat yang aman buat badak dan kemudian di satu sisi habitat ini juga mampu untuk mendukung kehidupan jangka panjang.”

Selain masalah teknis, program pendanaan secara berkelanjutan untuk penyelamatan badak Sumatera sangat penting.

Indra juga singgung sinergitas penegakan hukum antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan aparat kepolisian, selama ini berjalan sangat baik.

Di Sumatera, khusus kepolisian daerah begitu mendukung penegakan hukum kejahatan tumbuhan dan satwa liar ini. Satu contoh di Aceh, kasus pembunuhan gajah, perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera serta satwa endemik terancam punah lain juga berhasil diungkap kerjasama antara dengan kepolisian daerah setempat.

Sinergitas dengan kepolisian, membongkar kasus kejahatan satwa liar dilindungi juga dengan instansi penegak hukum lain.

Menurut Indra, KLHK juga menggandeng kejaksaan dan kehakiman soal pemahaman kejahatan tumbuhan dan satwa liar. Para jaksa dan hakim bersertifikasi lingkungan dapat memberikan penegakan hukum maksimal terhadap pelaku kejahatan tumbuhan dan satwa liar.

Mereka juga diminta sebagai pengajar, memberikan informasi bagaimana hakim-hakim bersertifikat lingkungan ini perlu memahami arti penting keanekaragaman hayati.

 

 

Perburuan rusa

Di Sumatera Barat, perburuan rusa pun masih marak di beberapa kabupaten. Beberapa waktu lalu, video aksi perburuan rusa (Cervus unicolor) di Pesisir Selatan, viral di media sosial. Video itu ramai jadi perbincangan dari aplikasi TikTok. Diduga kejadian itu terjadi di Sungai Gemuruh, Nagari Indrapura Selatan, Pesisir Selatan.

Video yang diunggah akun TikTok saddamputra2 itu menunjukkan sekelompok orang berlari di sungai sambil menyerukan memarang dan menombak rusa. Setelah rusa terjebak di semak-semak pinggir hutan, seorang pria mengayunkan parang ke arah rusa. Kasus ini sudah diselesaikan BKSDA Sumbar.

Belakangan diketahui lokasi itu tempat berburu dari berbagai wilayah untuk mendapatkan hewan berupa rusa maupun kijang.

Menurut hasil investigasi BKSDA, aksi ini terjadi di Kampung Muaro Sakai, dekat jembatan Ponton, Nagari Teluk Amplu Inderapura, Kecamatan Pancung Soal, Pesisir Selatan.

Menurut keterangan warga, perburuan rusa pada Minggu sore. Saat itu, warga sedang berburu babi dan melihat satwa dilindungi itu melintas melewati sungai.

Atas peristiwa ini perwakilan tokoh-tokoh masyarakat Inderapura dan Pemerintah Nagari Teluk Kualo Inderapura memohon kepada instansi berwenang tak langsung menangkap pelaku. Mereka minta pembinaan terlebih dahulu dan menjamin kejadian serupa tak terulang kembali.

Menurut mereka, kejadian itu karena ketidaktahuan bahwa rusa termasuk satwa dilindungi UU.

Berdasarkan catatan BKSDA Sumbar, beberapa kabupaten di Sumbar masih kerap memburu rusa besar-besaran seperti di Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, 50 Kota, Pesisir Selatan dan Sijunjung. Para pemburu ini berkedok berburu babi padahal mereka juga ambil rusa.

Yaparudin, warga Pesisir Selatan, mengatakan, berburu rusa sudah sejak dulu, baik individu maupun kelompok.

Lokasi perburuan rusa dalam video viral itu, katanya, merupakan hutan yang masih banyak rusa. Yang berburu warga setempat atau dari luar.

Warga lokal yang berburu biasa terdiri dari dua sampai tiga orang pada Jumat. Kalau orang luar daerah biasa hari minggu sampai puluhan bahkan ratusan orang. Mereka bahkan, membawa anjing untuk mengejar hewan buruan.

 

 

Dia bilang, untuk mendapatkan rusa buruan biasa mereka dengan menembak atau memasang jerat. “Kalau menembak malam hari, butuh keahlian khusus dan perlengkapan pendukung lain seperti senter. Berburu dengan cara ini biasa berhari-hari di dalam hutan dengan senjata api rakitan.”

Ada juga pakai jerat. Jerat dipasang di hutan beberapa hari kemudian didatangi. Cara seperti ini, kemungkinan besar rusa mati sebelum disembelih. Pemasangan jerat tidak hanya membahayakan rusa juga hewan lain seperti beruang dan harimau, terlebih kawasan ini berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat.

Yaparudin bilang, rusa buruan ini biasa dijual kepada pengepul di Tapan dan Inderapura, Pesisir Selatan. Satu rusa bisa jutaan tergantung berat. Pernah ada satu rusa 100 kilogram Rp5 juta.

Pengepul akan menjual daging rusa ke rumah makan di sekitar Tapan dan Inderapura bahkan sampai ke Kerinci.

Menurut dia, jual beli daging rusa ini masih terus berlangsung hingga sekarang.

Wilson Novarino, dosen jurusan Biologi Universitas Andalas, mengatakan, rusa merupakan kelompok hewan herbivora (pemakan daun dan rumput) yang memamah biak. Karena itu, rusa berperan penting dalam ekosistem hutan baik dalam proses regenerasi hutan ataupun fungsi sebagai sumber pakan bagi hewan lain.

Sebagai pemakan dedaunan dan rumputm rusa berperan dalam merangsang percabangan dan tumbuh tunas-tunas baru dari bekas ranting dan daun yang dimakan. Dengan begitu, meskipun saat dimakan terjadi pengurangan jumlah daun dari tumbuhan, namun dalam jangka panjang justru jadikan tumbuhan punya atau daun lebih banyak.

Rusa terkadang juga jadikan tingkatan pancang atau pohon sebagai tempat mengasah ranggah (terkadang diistilahkan sebagai tanduk), pada kondisi sesaat. Hal ini menimbulkan kerusakan pada pancang atau pohon, namun jangka panjang turut memicu penebalan kulit pohon di sekitar kerusakan. Selain itu, kotoran rusa juga sangat berperan dalam proses menambah unsur hara pada tanah.

Sebagai hewan herbivora, dalam rantai makanan rusa berfungsi sebagai satwa mangsa bagi predator. Dengan demikian, katanya, keberadaan rusa pada suatu daerah juga berperan menjamin kestabilan hewan pemangsa seperti harimau.

Perburuan satwa sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18/1994 tentang Perburuan Satwa Buru.

“Dalam aturan itu sudah dijelaskan, perburuan satwa hanya boleh di taman buru, kebun buru dan areal buru dengan perizinan. Sedangkan satwa yang diburu sendiri adalah jenis tidak dilindungi,” katanya.

Khusus berburu satwa dengan senapan diatur melalui Peraturan Kapolri Nomor 8/2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga.

Dalam peraturan itu, senapan angin kategori senjata api untuk olahraga hanya untuk kepentingan menembak sasaran atau target. Senapan angin dilarang untuk di luar lokasi latihan, pertandingan, atau berburu.

 

 

******

Foto utama: Gajah Riau, yang mati di konsesi PT Arara Abadi, Februari 2020. Foto: BKSDA Riau

 

Exit mobile version