Mongabay.co.id

Mendorong Konsep Pesantren Ramah Lingkungan di Malang

 

 

 

 

Pesantren Darul Hikmah di Merjosari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, coba kembangkan konsep pesantren berwawasan lingkungan. Mereka bikin ada konservasi air, tekankan penanaman aneka pepohonan untuk meningkatkan kualitas lingkungan di lahan seluas 1,5 hektar. Ini untuk menciptakan paru-paru pesantren sekaligus bagian dari menjaga dan konservasi sumber mata air.

Lahan dibiarkan terbentuk alami dan berkontur. Ia jadi ruang terbuka untuk gardu pandang dan taman belajar santri. Sedangkan bangunan berdiri di lahan dengan menyesuaikan kontur tanah. Bangunan lebih terbuka, hingga tak perlu penerangan saat pagi dan siang serta lebih dingin dengan begitu tak pakai pendingin ruangan.

Air pun dikelola dengan baik. Air yang sudah terpakai untuk bersuci, mandi dan cuci dialirkan ke aneka tanaman di ladang pesantren. Pesantren memiliki area perkebunan, dan pengembangan tanaman pangan.

Aulia Fikriarini, Ketua Jurusan Arsitektur Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang mengatakan, konsep eco pesantren dari rancangan bangunan sampai praktik-praktik di dalamya mempertimbangkan berkelanjutan atau ramah lingkungan. Konsep bangunan pesantren, katanya, hendaknya bisa menyesuaikan dan beradaptasi dengan lingkungan hidup.

Dia contohkan, bangunan Australian Islamic Centre yang menekankan efisiensi energi dan konservasi. Saat pagi tak butuh lampu untuk penerangan. Desain bangunan dengan mekanisme menangkap cahaya matahari dan dipantulkan ke seluruh ruangan. “Listrik makin hemat, menekan penggunaan energi.”

Di Cambridge Central Mosque, yang mampu menampung 1.000 jamaah juga didesain ramah lingkungan dan menekan emisi karbon. Penerangan pakai panel surya yang diletakkan di atap mesjid. Air wudlu dan toilet pakai air yang ditampung dari air hujan yang diproses dengan mutakhir.

“Air limbah dari mesjid dialirkan untuk menyiram tanaman di kebun dekat mesjid,” katanya.

Mesjid didesain terbuka, dibuat kisi-kisi aula dan dinding untuk mengurangi panas hingga siang hari tidak gunakan lampu. Setiap pilar mesjid, katanya, pakai kaca untuk meneruskan siar matahari ke dalam ruangan.

Konsep pesantren berwawasan lingkungan penting sekali terlebih saat ini banyak pesantren dengan kondisi kelebihan daya tampung.

Abdurrahman Said, pengasuh pesantren PP Raudlatul Ulum juga Direktur Pasca Sarjana Institut Agama Islam (IAI) Al Qolam mengatakan, sebagian pesantren di Kabupaten Malang, belum bisa menerapkan hunian sesuai daya tampung. Jumlah kamar tersedia tak sebanding dengan jumlah santri alias kelebihan kapasitas. Daya tampung melebihi 100-200%.

 

Baca juga: Menumbuhkan Kesadaran Pangan dan Ekologi di Pesantren Ath-Thaariq Garut

Pesantren Ekologi Ath-Thaariq, yang membangun konsep pertemuan ramah alam, pertanian berkelanjutan. Beragam  produk organik dari teh herbal sampai bibit-bibit tanaman. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Kamar yang seharusnya berisi lima orang, bisa diisi 10-20 orang. Jadi, sebagian santri tidur di ruang kelas, teras, musala atau aula. Seperti Pondok Pesantren (PP) Raudlatul Ulum, Ganjaran, Gondanglegi, Kabupaten Malang yang diasuh Abdurrahman, sekitar 60% santri tak tertampung di kamar. “Seperti itu kondisinya. Bisa dibayangkan kebersihan dan pengelolaan sampah. Banyak pesantren kesulitan lahan untuk mengolah sampah,” kata pria yang juga Direktur Pesantren Center ini.

Banyak pesantren di Kabupaten Malang, katanya, yang belum memenuhi UU Nomor 18/2019, tentang Pesantren. Terutama, Pasal 11 ayat 2 menyebutkan, asrama dan pondok harus memperhatikan aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan dan keamanan. Pasal 11 ayat 3 bilang, pemerintah pusat dan daerah sesuai kewenangan dapat memfasilitas pondok atau asrama pesantren untuk memenuhi aspek kenyamanan, kebersihan, kesehata dan keamanan.

Data statistik BPS Kabupaten Malang pesantren ada 727 dengan santri 4,7 juta orang. Pesantren Center beranggotakan 128 pesantren, dengan santri 28.000 orang. “Pengasuh kadang lebih fokus mengurus akademik, kurang memperhatikan kebersihan,” katanya dalam webinar bertema Eko Pesantren: Desain Pesantren Ramah Lingkungan, diselanggarakan Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Kabupaten Malang di penghujung Oktober lalu.

Dia bilang, kepada Lakpesdam NU Kabupaten Malang untuk memikirkan kemandirian lingkungan pesantren dan bagaimana mendesain lingkungan pesantren. Dia siap menghubungkan dengan anggota Pesantren Center.

Aulia bilang, arsitektur pesantren ramah lingkungan juga menghadirkan konsep atau metode pembelajaran yang memadukan soal kelestarian lingkungan dan kurikulum pendidikan pesantren. “Memperhatikan aspek lingkungan, kesehatan, bangunan lingkungan dan nilai ekonomi. “Berbagai aspek dalam lingkungan terintegrasi di pesantren,” katanya.

 

Pelatihan eco enzyme bagi santri Pondok Pesantren Modern Nurul Amin, Kuala Mandor B, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Foto: Facebook/Darwin Doloksaribu.

 

Sampah jadi pupuk

Agus Mulyono, dosen Fisika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang mengajak santri membangun gerakan santri menjaga dan merawat bumi. Jumlah santri banyak di Kabupaten Malang, katanya, menjadi modal besar membangun gerakan bersama. Salah satu cara, dengan memanfaatkan sampah dapur jadi eco enzyme yang diperkenalkan oleh Rosukon Poompanvong, pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand sejak 30 tahun lalu.

Eco enzyme dibuat dari sisa kulit buah seperti jeruk dan nanas atau sisa sayuran ditambah tetes tebu atau gula dan air. Komposisinya, 3:1:10. Kalau kulit buah tiga ons, tetes tebu satu ons dan air 10 ons. Lantas cairan difermentasi selama 90 hari, sampai air berwarna kecoklatan dengan aroma asam segar.

Eco enzyme berfungsi mengurangi penggunaan zat kimia yang berkontrbusi atas kerusakan alam. Cairan eco enzyme bisa dibuat untuk mencuci peralatan dapur, pembersih lantai, juga sebagai pupuk tanaman. Eco enzyme merupakan cairan anti bakteri, jamur, menyegarkan udara, dan mengurangi polusi dan sampah.

Cairan eco enzyme disemprotkan ke tumpukan sampah bisa mencegah gas metana, dan menghilangkan bau sampah.

“Tuhan menciptakan sesuatu pasti ada manfaatnya bagi makhluk hidup. Termasuk sampah bisa diolah,” katanya.

Eco enzyme ditambah lerak atau klerek bisa jadi sabun mandi dan sampo. Sekaligus untuk obat kumur, dan gosok gigi.

Dyah Pitaloka, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Raden Rahmat Malang mengajak para santri menerapkan pertanian terpadu, dengan sistem pertanian yang memanfaatkan semua potensi energi. Tujuannya menghasilkan produk seimbang atau ramah lingkungan.

Eco pesantren, katanya, turut mendorong pengetahuan, kepedulian dan kesadaran aktif santri terhadap lingkungan hidup berdasar agama Islam. Di pesantren, katanya, banyak limbah bisa dimanfatkan, seperti air cucian beras bisa ditampung untuk pupuk tanaman. Air cucian beras mengandung hormon auksin dan giberelin, berfungsi untuk pertumbuhan tanaman.

“Air cucian beras belum banyak disentuh dan diperhatikan,” katanya.

Dyah kerap melatih santri untuk bertani dengan memanfaatkan teknologi pertanian ramah lingkungan dan mendorong dibangun gerakan pesantren jadi motor penggerak ketahanan pangan.

Dalam uji coba, dengan menanam labu siam yang memanfaatkan lahan seluas 600 meter persegi. Hasilnya, setiap dua hari hasilkan labu siam seberat dua kwintal.

“Tiga tahun, hasil ditotal senilai harga mobil Kijang Innova,” katanya.

Penanaman dan perawatan labu mudah, dan tidak banyak mengeluarkan biaya untuk pupuk tanaman. Tanah cukup diberi pupuk kandang agar tetap subur.

*****

Foto utama: bangunan Australian Islamic Centre yang menekankan efisiensi energi dan konservasi, Foto:  mosqpedia.org

Exit mobile version