Mongabay.co.id

Harimau di Jambi Mati karena Malnutrisi, Satwa Mangsa Menipis?

Harimau di tempat penyelamatan satwa BKSDA Jambi. Harimau ini akhirnya mati. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Harimau Sumatera betina yang masuk kandang perangkap di lokasi konflik harimau dan manusia di Kabupaten Merangin,Jambi, akhirnya mati. Harimau masuk kandang perangkap yang dipasang tim mitigasi konflik satwa BKSDA Jambi pada 15 Oktober lalu. Kondisi harimau sangat kurus dan lemah maka dibawa ke tempat penyelamatan satwa BKSDA Jambi di Kota Jambi. Harimau menjalani perawatan namun tak tertolong yang dinyatakan mati oleh tim medis pada 2 November lalu.

Dari hasil nekropsi tim medis, usus dan lambung harimau mengalami luka, mata cekung dan kulit dalam pucat. “Kesimpulan sementara harimau ini mengalami malnutrisi kronis,” kata Rahmad Saleh, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi.

Dari pemeriksaan feses ditemukan telur cacing dan di tubuh harimau ada kutu caplak. Untuk mengetahui pasti penyebab kematian tim medis mengirim sampel organ ke laboratorium Pusat Studi Satwa Primata di Bogor.

 

***

Sebelum harimau mati, pada 28 Oktober 2021 atau 12 hari setelah tiba di tempat penyelamatan satwa baru dapat tindakan medis berupa pembiusan untuk pemeriksaan fisik, pengambilan sampel darah serta pemberian cairan melalui infus. Hari berikutnya, diberi pakan berupa daging dan hati ayam tetapi tidak dimakan harimau. Tindakan medis hari itu dengan pemberian obat-obatan dan vitamin.

Pada 30 Oktober, kondisi satwa masih belum memperlihatkan perubahan, berbaring dan lemah serta diberikan tindakan medis sama seperti hari sebelumnya. Hingga 1 November kondisi harimau makin menurun dan baru diberikan kembali cairan infus serta vitamin melalui ekor. Harimau juga diberikan hati sapi dengan disuapkan langsung ke mulut dengan kayu namun hanya dijilat.

 

Harimau yang masuk perangkap ttim mitigasi BKSDA jambi. Harimau alami malnutrisi kronit, badan kurus kering. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

 

Pemberian makanan berikutnya, harimau sama sekali tidak merespon, hanya berbaring.

Pada 2 November, dinihari tim medis mengecek kondisi harimau yang hanya berbaring lemah dan kurang merespon. Pagi harinya, tim kembali mengecek, pada pukul 07.00 WIB harimau dinyatakan mati.

Proses nekropsi pada hari sama. Setelah itu, bangkai harimau dibakar di tempat penyelamatan satwa BKSDA Jambi. “Pemusnahan dengan dibakar ini kami ambil untuk mengurangi risiko penularan virus atau penyakit yang mungkin saja dimiliki harimau” kata Rahmad.

 

***

Harimau betina ini masuk ke kandang perangkap di Desa Air Batu, Kecamatan Renah Pembarap, Merangin ini berbatasan dengan hutan produksi yang dimasuki penambang emas ilegal. Kawasan hutan produksi ini juga berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Lanskap ini merupakan habitat dan wilayah jelajah satwa yang sangat terancam punah ini.

Pemasangan kandang perangkap ini berawal dari ada warga Desa Guguk, Rasidi (30) diserang harimau hingga tewas pada 25 September 2021.

Rasidi adalah seorang pekerja di tambang emas ilegal. Pada 11 Oktober 2021, Pami, warga Desa Marus Jaya sedang di kebun karet diserang harimau namun berhasil diselamatkan suaminya.

Pami mengalami luka cakar dan gigitan di bagian lengan kiri dan belakang tubuh. Korban ketiga Abu Bakar, warga Desa Air Batu diserang harimau ketika mencari sinyal internet bersama beberapa teman di Bukit Semenit, 13 Oktober lalu.

Dia diterkam dan tak dapat menyelamatkan diri. Teman-temannya meminta bantuan warga desa mengusir harimau dan mengamankan jasad korban.

“Berdasarkan laporan warga ini kami menurunkan tim ke lokasi untuk pengecekan dan berkoordinasi dengan pihak berwenang” kata Rahmad.

Setelah pengecekan, tim memasang kamera perangkap untuk memantau pergerakan harimau dan kandang perangkap di kawasan tiga desa tempat tiga warga jadi korban. Akhirnya, pada 15 Oktober satu harimau masuk kandang perangkap diperkirakan berumur 10 tahun, dengan panjang 180 cm. Kondisi harimau sangat lemah.

“Kami menduga harimau ini yang menyerang 3 tiga warga karena sesuai deskripsi saksi mata.”

Zulmanudin, dokter hewan yang menangani proses evakuasi harimau mengatakan, kaki depan kanan harimau ada luka bekas jerat.

Setelah tiba di tempat penyelamatan satwa, tim medis segera pemeriksaan lanjutan. “Dari hasil pemeriksaan radiologi kaki depan kanan bekas luka mengalami patah.” katanya. Ada kuku cakar terlepas dan rusak.

 

Babi mati misterius

Kematian misterius babi hutan (Sus scrofa) di berbagai wilayah di Jambi, terus terjadi. Fenomena ini juga terjadi di Desa Beringin Tinggi, Kecamatan Sungai Tenang, tidak jauh dari lokasi konflik harimau dan manusia di Merangin.

Warga melihat banyak babi mati di sepanjang aliran sungai di desa mereka. Pada Juni lalu, Orang Rimba di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo juga menemukan banyak babi mati di pinggiran sungai wilayah berburu mereka hingga makin sulit menemukan babi hutan.

Babi hutan di Tanjung Jabung Barat juga mengalami kejadian sama. Terkait dengan banyak babi hutan mati mendadak di berbagai wilayah BKSDA Jambi menduga ini karena virus African swine fever (ASF).

Bersamaan dengan marak babi hutan mati, harimau mulai muncul dan mendekati pemukiman. Pada Agustus lalu, satu harimau menyerang ternak warga Desa Sungai Cemara, Kecamatan Sadu, Tanjung Jabung Timur. Harimau juga muncul di perkebunan sawit perusahaan di Desa Air Hitam Laut dan Desa Sungai Sayang.

Tim penanganan konflik satwa BKSDA Jambi dan Taman Nasional Berbak-Sembilang (TNBS) masih patroli serta memasang kamera perangkap di lokasi harimau terlihat.

Konflik harimau dan manusia tak hanya di Merangin. Pada bulan sama, warga di Kecamatan Tengah Ilir, Tebo juga resah karena harimau terlihat dan memangsa ternak di Dusun Kelapa Kembar, Dusun Melako dan Desa Lubuk Mandarsah.

Rahmad bilang terdapat kemungkinan muncul harimau di sekitar pemukiman di beberapa wilayah di Jambi ini berhubungan dengan banyak babi hutan– satwa mangsa– mati karena virus ASF.

Kekurangan satwa mangsa menyebabkan harimau keluar dari wilayah jelajah hingga mendekati pemukiman.

Pada penelitian Luskin dkk, kasus ASF pertama Indonesia ditemukan pada babi peliharaan September 2019. Tingkat konsumsi dan perdagangan daging babi lintas negara cukup tinggi di beberapa provinsi seperti Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Utara. Dengan begitu, didiuga virus ini menyebar dan menulari populasi babi hutan liar di berbagai wilayah di Indonesia.

 

******

Foto utama: Harimau di tempat penyelamatan satwa BKSDA Jambi. Harimau ini akhirnya mati. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version