Mongabay.co.id

Kebun Raya Bogor Harus Dikelola dengan Agenda Ramah Lingkungan

 

 

Wisata malam Glow di Kebun Raya Bogor yang kontroversi, tetap ditolak. Para budayawan yang tergabung dalam Aliansi Komunitas Budaya Jawa Barat tidak rela, kebun raya ini dihiasi wisata cahaya lampu pada malam hari itu. Mereka menilai, hadirnya wisata Glow tidak menghormati budaya dan kelestarian alam.

Puncaknya dalam beberapa minggu terakhir, mereka berdemo di depan gerbang Kebun Raya Bogor, Balai Kota Bogor, dan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro. Mereka menolak bentuk swastanisasi kebun raya, yang diusulkan Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN] dan PT. Mitra Natura Raya [MNR] selaku perusahaan operator dan pengelola Glow tersebut.

“Kami meminta kebijakan swastanisasi itu dicabut,” kata Ari Mulya Sebagja, Ketua Majelis Adat Sunda kepada awak media yang menemuinya usai audiensi dengan Komisi V DPRD Jawa Barat, Kamis [21/10/2021] lalu, dikutip dari Fokussatu.

Bima Arya, Wali Kota Bogor, mengeluarkan surat penyataan sikap kepada Aliansi Komunitas Jawa Barat dengan tembusan Kepala BRIN, Rektor Institut Pertanin Bogor [IPB], Pimpinan PT. MNR, Ketua DPRD Kota Bogor, Dandim 0606 Kota Bogor dan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bogor.

Bima meminta BRIN dan PT. MNR untuk melakukan evaluasi menyeluruh konsep Glow dan pengelolaan Kebun Raya Bogor IPB. “Pemerintah Kota Bogor meminta PT. MNR menghentikan semua aktivitas Glow selama proses evaluasi berlangsung,” tulis surat pernyataan sikap yang ditandatangani Bima Arya, pada 28 Oktober 2021.

Pemerintah Kota Bogor juga meminta BRIN, agar semua kebijakan terkait pengelolaan Kebun Raya Bogor memperhatikan kearifan lokal dan memperhatikan rekomendasi Pemerintah Kota Bogor. Dalam kegiatan Glow, BRIN harus mempertimbangkan kajian cepat tim IPB.

“Dalam kajian ini menunjukkan, kegiatan Glow berpotensi memberikan dampak bagi ekosistem, tidak hanya Kebun Raya Bogor tapi juga di lingkungan luar kebun raya dan Kota Bogor.”

Paling penting, Pemerintah Kota Bogor meminta pengembangan dan pengelolaan kebun raya, sejalan dengan karakter dan identitas Kota Bogor, sebagai kota pusaka yang tidak hanya menjaga kelesetarian alam tetapi juga warisan dunia.

Baca: Kebun Raya Bogor dan Wisata Berbasis Ilmiah yang Harus Dipertahankan

 

Tempat favorit di Kebun Raya Bogor yang digunakan pengunjung untuk berfoto. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Awal mula  

Wisata Glow menjadi perhatian publik setelah sejumlah mantan Kepala Kebun Raya Indonesia,  membuat surat terbuka ke BRIN. Mereka khawatir dampak yang ditimbulkan wisata cahaya ini terhadap flora dan fauna.

Glow adalah wisata malam, pengunjung dihibur permainan lampu yang menerangi pohon-pohon, serta animasi video dengan pohon-pohon sebagai layar. Wisata malam Glow memiliki 6 zona sebagai atraksi, yaitu Taman Pandan, Taman Meksiko, Taman Akuatik, Lorong Waktu, Taman Astrid, dan Taman Ecodome.

Ernan Rustiadi, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat [LPPM] IPB mengatakan, kampusnya sudah diminta Wali Kota Bogor untuk ikut dalam kajian dampak wisata malam Glow di Kebun Raya Bogor terhadap ekosistem.

“Subtansi dari IPB sudah beres dan secara internal telah dipresentasikan pada rektor dan pimpinan IPB,” kata Ernan Rustiadi kepada Mongabay Indonesia, Rabu [17/11/2021].

Baca: Kebun Raya dan Pentingnya Pelestarian Keanekaragaman Hayati

 

Buah bisbul atau buah mentega yang dapat dikonsumsi langsung atau sebagai campuran minuman dan rujak. Tumbuhan ini berasal dari Filipina lalu menyebar hingga ke Indonesia. Foto: Kebun Raya Bogor/BRIN

 

BRIN pastikan fungsi Kebun Raya 

Sebelumnya, atas kekhawatiran publik kepada pihak pengelola Kebun Raya Bogor terkait pengembangan atau inovasi wisata malam Glow, BRIN menyakinkan bila aktivitas ini tidak akan mengganggu ekosistem, konservasi, dan kepentingan riset.

Melalui keterangan tertulis, Hendrian, Plt Direktur Kemitraan Riset dan Inovasi, menjamin tidak ada satu fungsi Kebun Raya Bogor mengalahkan fungsi lainnya. Dia memastikan, kelima fungsi kebun raya yakni konservasi, penelitian, edukasi, wisata, dan jasa lingkungan tetap berjalan  seimbang dan proporsional.

“Kelima fungsi itu dipastikan berjalan bersamaan. Jadi tidak benar fungsi wisata akan mengalahkan fungsi konservasi,” ujarnya.

Menurutnya, pengelolaan kebun raya dilakukan oleh tiga pihak, yaitu Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya untuk mengelola riset dan periset, Deputi Infrastruktur melalui Direktorat Laboratorium dan Kawasan Sains dan Teknologi untuk mengelola laboratorium riset, dan Deputi Infrastruktur melalui Direktorat Koleksi untuk melakukan pemeliharaan koleksi.

Michael Bayu A. Sumarijanto, Direktur Sales PT. MNR mengatakan, inovasi Glow yang dikembangkan untuk edukasi dan wisata ini bertujuan untuk memberikan kesadaran konservasi pada generasi muda.

“Diharapkan, setelah mengikuti program ini, pengunjung akan mulai atau bertambah kecintaan dan kepedulian pada biodiversiti,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Glow nantinya menyuguhkan konten edukasi tentang biota yang ada di Kebun Raya Bogor dalam bentuk pencahayaan, animasi visual, audio, pengalaman langsung, dan lainnya. 

Baca: Benarkah Kebun Raya Bogor Kebun Raya Tertua di Dunia?

 

Kebun Raya Bogor yang harus menjalankan 5 fungsi utamanya sebagai kebun raya. Foto: Kebun Raya Bogor/BRIN

  

Mengancam flora dan fauna 

Sementara itu, Pakar Serangga Institut Pertanian Bogor [IPB], Damayanti Buchori, meragukan bila atraksi Glow aman bagi ekosistem. Dia menerangkan, atraksi Glow akan berdampak buruk pada ekosistem Kebun Raya Bogor. Terutama, pada tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan misalnya, akibat atraksi yang menyala malam hari, akan memunculkan siklus tidak normal pada tumbuhan.

“Tumbuhan itu, normalnya siang akan berfotosntesis dan malam melakukan respirasi. Jika cahaya Glow menyala malam hari, bisa membuat tumbuhan selalu berfotosentesis. Ini tidak baik. Keseimbangan harus ada,” tuturnya kepada Mongabay Indonesia, Kamis [18/11/2021].

Fotosintesis adalah proses biokimia pembentukan karbohidrat dari bahan anorganik yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun, yaitu klorofil dengan bantuan cahaya matahari. Sedangkan respirasi artinya bernapas. Dilakukan tumbuhan pada malam hari saat suasana gelap. Repirasi merupakan proses masuknya oksigen dan keluarnya karbondioksida.

“Proses ini harus seimbang. Kalau terjadi ketimpangan, ada dampak buruk pada keberlangsungan tumbuhan,” ujarnya.

Atraksi Glow juga mengancam satwa yang aktif malam hari, misalnya kunang-kunang. Polusi cahaya mengganggunya, sebab mereka menggunakan cahaya sebagai media komunikasi. “Ketika malam hari menjadi terlalu terang, mereka akan sulit berkomunikasi,” tutur Damayanti.

Cahaya juga digunakan kunang-kunang sebagai sinyal untuk menarik lawan jenisnya sebelum kawin. “Polusi cahaya tentu akan mengancam hidup mereka, kesusahan berkomunikasi dan melakukan perkawinan. Padahal, kunang-kunang bermanfaat sekali bagi ekosistem, karena membantu proses penyerbukan tanaman.”

Sebagian kunang-kunang dewasa, akan mengisap cairan nektar yang membantu proses penyerbukan pada tanaman tertentu. Kunang-kunang juga ada yang jadi predator dan memangsa serangga-serangga lain yang berpotensi sebagai hama.

 

Kunang-kunang yang sangat terganggu dengan hadirnya wisata cahaya malam Glow di Kebun Raya Bogor. Foto: James Wainscoat/Unsplash/Photos for everyone

 

Hewan lain yang terganggu adalah kelelawar. Padahal satwa ini sangat penting bagi 52 jenis tumbuhan, karena dapat berkembang biak setelah dilakukan proses penyerbukan oleh koloni kelelawar yang selama ini hidup di Kebun Raya Bogor.

Kelelawar merupakan hewan yang memiliki habitat spesifik dan rentan terhadap gangguan. Jenia nokturnal ini, melakukan kehidupan di malam hari dan beristirahat siang hari.

“Kondisi kelelawar rentan sekali, atraksi cahaya malam hari sangat bertentangan dengan kehidupan fauna nokturnal seperti kelelawar,” lanjutnya.

Damy, panggilan akrab Damayanti menuturkan, mestinya pihak BRIN dan PT. MNR melakukan aktivitas yang ramah lingkungan untuk menarik minat kalangan muda. Misalnya, memaksimalkan Kebun Raya Bogor menjadi museum keanekaragaman hayati, apalagi kebun raya ini telah diajukan menjadi situs warisan dunia.

“Bangun eksistensi Kebun Raya Bogor sebagai sesuatu yang istimewa sebagai peradapan dunia. Anak muda harus dicerdaskan dengan pengetahuan, bukan hanya dipuaskan keinginan untuk berfoto-foto saja,” paparnya.

 

Kelelawar yang juga terganggu adanya atraksi cahaya malam Glow, karena ia merupakan satwa malam. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Polusi cahaya dan suara

Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa [BEM] Fakultas Kehutanan IPB, juga angkat suara. Dari kajian, hasil pengamatan yang mereka lakukan pada lima lokasi berbeda di Kebun Raya Bogor, mereka menemukan sebanyak 42 jenis burung dari 22 famili di wilayah ini.

“Faktor ditemukan atau tidaknya suatu jenis burung, dipengaruhi oleh kesesuaian habitat, seleksi habitat, potensi kehadiran satwa lain [predator, parasit, dan pesaing], dan kondisi lingkungan,” kata Deva Sangaji, dari Depertemen Kajian dan Aksi Strategis kepada Mongabay Indonesia, Rabu [17/11/2021].

Adanya aktivitas Glow, mahasiswa Fakultas Kehutanan ini menyakini, keanekaragaman burung terancam karena tingkat kepadatan manusia dan interaksi negatif dengan satwa yang bersifat sinantropik.

Apalagi di Kebun Raya Bogor, berdasarkan Permen LHK No. P.106 Tahun 2018 ditemukan 3 jenis burung yang termasuk satwa dilindungi, yaitu sikep madu asia [Pernis ptilorhynchus], kipasan belang [Rhipidura javanica], dan betet biasa [Psittacula alexandri].

Di kebun raya ini juga ditemukan jenis lain yaitu empuloh janggut [Alophoixus bres], prenjak jawa [Prinia familiaris], juga jalak kerbau [Acridotheres javanicus].

“Kehadiran berbagai jenis burung dilindungi, menunjukan KebunRaya Bogor memiliki peran penting dalam mendukung kehidupan dan upaya konservasi burung di kawasan Kota Bogor,” tutur Deva.

Kebun Raya Bogor merupakan kebun raya tertua di Asia Tenggara, yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Baron van der Capellen, dengan nama Lands Plantentuin te Buitenzorg. Usianya, saat ini 204 tahun. Luasnya 87 hektar, terletak di tengah Kota Bogor, Jawa Barat.

Dikutip dari situs Kebun Raya Bogor, awalnya kebun raya ini hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan di Hindia Belanda. Pada perkembangannya, pendirian Kebun Raya Bogor justru mengawali perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, terutama bidang botani [1880-1905].

Dari Kebun Raya Bogor, lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis [1842], Herbarium Bogoriense [1844], Kebun Raya Cibodas [1860], Laboratorium Treub [1884], dan Museum dan Laboratorium Zoologi [1894].

 

 

Exit mobile version