Mongabay.co.id

Manfaatkan Hiu Paus Sebagai Daya Tarik Wisata, Daerah Harus ada Rencana Aksi

Hiu paus yang terpantau di perairan Papua Barat yang sebagian besar merupakan jantan. Foto: Shawn Heinrichs/Conservation International

 

Kemunculan Hiu Paus (Rhincodon typus) secara rutin di beberapa daerah di Indonesia dianggap sebagai sebuah berkah. Betapa tidak, salah satu satwa laut terbesar di dunia ini telah menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Dengan demikian, pemerintah daerah mendapatkan keuntungan dari hiu paus. Namun pengelolaan yang tidak baik, justru berdampak negatif pada hiu paus, seperti pemberian makanan dari atas perahu ataupun menggantungkan makanan pada karung dengan tujuan mempertahankan kemunculannya.

Seperti diketahui, pemberian makanan secara terus menerus telah mengubah perilaku hiu paus. Individu yang muncul cenderung kembali karena jaminan mendapatkan makanan. Dalam buku “Hiu Paus di Pantai Botubarani” (BPSPL Makassar, 2019), pemberian makanan ini membuat pola pergerakan hiu paus pun mulai berubah, dari bergerak aktif di perairan bebas menjadi terpusat di satu tempat yang kecil dengan jumlah banyak dan dalam waktu lama. Selain itu, hiu paus juga menjadi sangat jinak, dan lebih diam.

Pemberian makanan dari atas perahu membuat hiu paus selalu mengarahkan mulut ke permukaan perairan. Saat posisi tersebut, mulut hiu paus sesekali mengalami benturan dengan badan perahu yang bisa mengakibatkan luka. Padahal hiu paus bukanlah hewan peliharaan yang hidup di perairan bebas dan harus tetap memiliki jarak dengan manusia. Sangat penting untuk mempertahankan sisi liar dari hiu paus agar bisa bertahan hidup di lautan bebas.

Hiu Paus termasuk jenis ikan Appendix II Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dengan status endangered (EN) atau terancam punah. Seharusnya pola pengelola pariwisata hiu paus memanfaatkan kemunculannya secara alami berdasarkan kalender musim, bukan karena pemberian makanan baik dari atas perahu maupun dengan menggantungkan makanan pada karung.

baca : Hari Hiu Paus Internasional: Membenahi Upaya Konservasi Ikan Terbesar di Dunia

 

Hiu paus (Rhincodon typus) yang ditangkap illegal dilepasliarkan kembali ke laut dari karamba jaring apung milik PT. Air Biru Maluku, di dekat Pulau Kasumba, Maluku. Sebelumnya, aparat menggerebeg tempat tersebut pada Juni 2016. Foto : Paul Hilton/WCS/Mongabay Indonesia

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) pada Minggu (14/11/2021), mendorong segera dirumuskannya Rencana Aksi Daerah (RAD) pada 6 lokasi prioritas implementasi RAN (Rencana Aksi Nasional), meliputi Gorontalo, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Timur, pasca ditetapkannya Keputusan Menteri dan Perikanan (Kepmen KP) No.16/2021 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus Tahun 2021-2025.

Pamuji Lestari, Plt. Dirjen PRL KKP, menyampaikan untuk mencapai 6 sasaran program konservasi hiu paus dalam RAN 2021-2025 tersebut, diperlukan komitmen berbagai pihak khususnya pemerintah daerah di 6 lokasi prioritas implementasi RAN.

“Rencana Aksi Nasional ini perlu diadopsi pada tingkat daerah dalam bentuk RAD Konservasi Hiu Paus yang dilengkapi dengan perangkat hukumnya agar komitmen dan alokasi pendanaan dapat diarahkan untuk konservasi hiu paus di tingkat daerah,” ujar Pamuji Lestari dalam siaran pers KKP.

Untuk mempercepat implementasi tersebut, Pamuji menjelaskan KKP bersama pemerintah daerah dan mitra terkait menginventarisasi kegiatan rencana aksi nasional yang telah dilakukan pada tahun 2021, tantangan dalam pelaksanaan serta rencana tindak lanjutnya pada tahun 2022 melalui rapat koordinasi yang digelar secara daring dan luring. Selain inventarisasi, rapat koordinasi juga dimaksudkan untuk sosialisasi pembelajaran dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam proses pengadopsian RAN ke dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) Konservasi Hiu Paus.

“Kami tentunya berharap RAN Konservasi Hiu Paus dapat segera diimplementasikan dan diintegrasikan pada program kerja di masing-masing lokasi prioritas yang telah ditetapkan,” tuturnya.

baca juga : Setelah Terjebak Hampir Sebulan, Hiu Paus Paitonah Berhasil Diselamatkan

 

Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua. Foto : Shawn Heinrichs / Conservation International

 

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) KKP, Andi Rusandi menerangkan, rapat kordinasi dengan para pemangku kepentingan menghasilkan beberapa masukan dan sejumlah rekomendasi. Pertama, pemerintah daerah perlu membentuk tim atau kelompok kerja penyusunan RAD Konservasi Hiu Paus berkolaborasi dengan dinas provinsi, kabupaten atau kota, dan pemangku kepentingan lainnya.

Kedua, RAN Konservasi Hiu Paus menjadi pedoman dan acuan dalam penyusunan RAD Konservasi Hiu Paus. Ketiga, progres implementasi RAN Hiu Paus yang belum terlaksana perlu diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Keempat, perlunya kolaborasi Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan dalam implementasi RAN Hiu Paus.

KKP sendiri telah menetapkan hiu paus sebagai jenis ikan yang dilindungi secara penuh melalui Kepmen KP No.18/2013, sesuai rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selaku otoritas keilmuan.

Dalam siaran pers itu juga, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Muslim, dalam sesi pembelajaran pengembangan RAD Konservasi Hiu Paus di NTB mengungkapkan bahwa Provinsi NTB telah membentuk kelompok kerja (Pokja) konservasi hiu paus dan menyusun RAD konservasi hiu paus.

“Dokumen RAD Konservasi Hiu Paus disusun sebagai acuan dan pedoman bagi para pihak yang terkait dalam pengelolaan hiu paus dan habitatnya di NTB secara sistematis, efektif, terukur dan terintegrasi,” ujar Muslim.

perlu dibaca : Ada Ekowisata Berkelanjutan untuk Hiu Paus di Teluk Saleh, Seperti Apa?

 

Aktivitas wisata hiu paus di perairan Teluk Saleh, Desa Labuhan Jambu, Kabupaten Sumbawa, NTB. Conservation International Indonesia melakukan pendampingan pengembangan ekowisata hiu paus yang berkelanjutan di Teluk Saleh. Foto : CI Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Di NTB, salah satu lokasi yang tengah dikembangkan adalah perairan Teluk Saleh di Desa Labuhan Jambu, Sumbawa. Bagi nelayan di Desa Labuhan Jambu, satwa ini dianggap sebagai nenek moyangnya ikan. Namun ada juga sebagian nelayan yang menganggap hiu paus sebagai hama alias hewan laut yang menakutkan. Sehingga, nelayan tersebut mengusirnya dengan cara menombak atau menggunakan parang. Semenjak ada edukasi bahwa hiu paus bukan satwa berbahaya dan perlu dilindungi, mayarakat mulai berperan penting melindungi ekosistem laut dan hiu paus.

“Tak ada lagi yang menggunakan kekerasan seperti tombak dan parang untuk mengusir mereka,” ungkap Iqbal Hidayat, warga yang menjadi local champion di Desa Labuhan Jambu.

Di Labuhan Jambu, hiu paus telah menjadi sahabat nelayan. Ketika hiu paus masuk jaring, nelayan akan membantu mengeluarkannya. Ketika jaring robek, pemerintah desa menanggungnya. Hal ini karena Desa Labuhan Jambu telah ditetapkan sebagai desa wisata berbasis hiu paus dengan tujuan untuk melindungi hiu paus. Sedangkan pendapatan dari ekowista ini dilakukan untuk konservasi hiu paus.

Di Gorontalo, titik kemunculan hiu paus dan menjadi atraksi wisata minat khusus berada di Pantai Botubarani, Kabupaten Bone Bolango. Lokasinya dari pusat Kota Gorontalo hanya berjarak 30 menit menggunakan kenderaan roda dua maupun roda empat. Bahkan untuk melihat hiu paus sangat mudah, karena berada di pesisir dan dekat dari pemukiman warga. Untuk berinteraksi dengan hiu paus cukup berenang atau snorkeling sekira lima menit saja. Cara lainnya adalah dengan naik perahu yang didayung oleh warga atau dengan cara menyelam atau diving.

baca : Wisata Hiu Paus di Gorontalo Harus Utamakan Konservasi

 

Kehadiran hiu paus di pantai Botubarani, Gorontalo telah menjadi magnet bagi wisatawan. Tampak pengujung berinteraksi dengan hiu paus. Foto: Adiwinata Solihin

 

Terkait dengan Rencana Aksi Daerah (RAD) Hiu Paus yang didorong oleh KKP di Gorontalo sebagai salah satu lokasi prioritas, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo mengatakan bahwa RAD Hiu Paus sedang dalam perumusan. Syafrie AB. Kasim, Kepala Bidang PRL dan PDSPKP, mengatakan dari rumusan yang sudah ada, untuk progres yang telah dilakukan yaitu pendataan wisatawan dan identifikasi foto serta penanda akustik hiu paus 2016-2021, pembangunan sarana dan prasarana CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability) wisata dan pengawasan, pengusulan geosite Botubarani dan inisiasi pencadangan kawasan konservasi, serta peningkatan kapasitas masyarakat.

“Koordinasi antar stakeholder juga sudah terbangun. Tantangannya yaitu pandemik COVID-19 dan keterbatasan anggaran dan permintaan support kepada NGO. Komitmennya adalah pelibatan masyarakat dan kelompok. Untuk riset dilakukan oleh perguruan tinggi. Sementara pemerintah daerah dan pusat memfasilitasi sarana prasarana fisik, dan UPT fokus pada pendataan hiu paus,” ungkap Syafrie yang dihubungi Mongabay, Minggu (15/11/2021).

Sedangkan Ranny R. Yuneni, shark and ray conservation specialist dari Yayasan WWF Indonesia, berpendapat, dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Hiu Paus terdapat strategi yang diusung dalam lima tahun ke depan. Penjabaran yang ada dalam RAN tersebut bisa diejawantahkan ke dalam RAD, terutama di Provinsi Gorontalo. Stakeholder atau para pemangku kepentingan yang terlibat di Gorontalo menurutnya juga penting dalam melakukan penyusunan RAD maupun dalam melakukan implementasinya.

“Di Gorontalo saya pikir sudah sangat baik komunikasi antar stakeholder dan peduli terhadap hiu paus di Gorontalo, sehingga hal ini dapat menjadi peluang yang signifikan bagi pengelolaan. Bisa jadi membuat Pokja (Kelompok Kerja) lebih resmi, siapa mengerjakan apa, itu akan lebih terukur dan implementatif,” ujar Ranny.

Namun hal lain yang penting, menurut Ranny, adalah terkait dengan strateginya harus benar-benar menyebutkan isu apa saja yang terjadi di Gorontalo, semisal pariwisata yang kurang bertanggung jawab dan code of conduct yang belum dilakukan atau kelembagaan yang masih minim. Sehingga strategi yang dilakukan masih selaras namun tidak ikut-ikutan, yang mungkin dapat di lakukan di Gorontalo.

baca juga : Penelitian: Inilah Pola Kemunculan Hiu Paus di Gorontalo

 

Iman Tilahunga membersihkan sampah plastik di sekitar hiu paus di Botubarani, Gorontalo. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version