Mongabay.co.id

Jengkol, Tumbuhan Kaya Manfaat Asli Indonesia

 

 

Tumbuhan ini memiliki buah warna cokelat tua dengan bau khas. Biasanya diolah menjadi masakan sedap nan nikmat seperti rendang, gulai, semur, maupun sambal balado.

Bagi masyarakat Indonesia, buah tanaman ini sangat disukai, meski ada juga yang tidak doyan. Tanaman dari suku polong-polongan ini bernama Archidendron pauciflorum atau Archidendron jiringa. Kita menyebutnya jengkol.

Jengkol digemari karena rasanya yang menggugah selera makan. Bila pintar mengolah, baunya yang menyengat bisa diminimalisir.

Apa manfaat utama jengkol?

Baca: Seliwati, Perempuan Pejuang Tanaman Jengkol untuk Lawan Sawit

 

Rendang jengkol yang menggugah selera makan. Foto: Anisa Wulan Asri/Unsplash/Free to use

 

Berdasarkan penelitian Shukri Radhiah, Mohamed Suhaila, Mohamed Mustapha Noordin, dan Azizah Abdul Hamid yang dipublikasikan di Journal of The Science of Food and Agriculture [2011] berjudul Evaluating the Toxic and Beneficial Effects of Jering Beans [Archidendron jiringa] In Normal and Diabetic Rats, menunjukkan bahwa jengkol mampu menurunkan kadar gula darah setelah makan. Bahkan, para ahli berpendapat jengkol baik untuk mencegah penyakit diabetes dan mengendalikan gula darah pada penderita diabetes.

Dalam penelitian tersebut, peneliti melihat kelompok tikus yang makan jengkol memiliki kelenjar langerhans lebih aktif. Kelenjar ini menghasilkan hormon insulin dan berbagai hormon lainnya yang mengatur gula darah di dalam tubuh.

“Studi ini mengevaluasi efek menguntungkan dan toksik dari diet jering pada jaringan dan organ pada tikus normal dan diabetes,” tulis para peneliti.

Mengutip Hellosehat.com, jengkol dapat mencegah penyakit maag, mengurangi peradangan, mencegah amenia, hingga menjaga kesehatan ibu hamil, sebab jengkol mengangdung fosfor, yaitu nutrisi yang baik untuk pembentukan tulang pada ibu hamil dan janinnya.

Fosfor juga berguna untuk pembekuan darah, fungsi ginjal, perbaikan jaringan dan sel, kontraksi otot dan irama jantung yang normal. Namun, mengkonsumsi jengkol harus dilakukan dengan porsi yang cukup/proporsional.

Baca: Pisang, Antara Varietas dan Manfaat yang Kita Lupakan

 

Buah jengkol ini sudah dikupas dari kulitnya dan siap diolah. Foto: Andryhariana/Pixabay

 

Asli Indonesia

Buku 100 Spesies Pohon Nusantara Target Konservasi Ex-Situ Taman Keanekaragaman Hayati [2019] karya Hendra Gunawan dari Pusat Litbang Hutan – KLHK, menjelaskan bahwa jengkol merupakan tumbuhan yang hidup di Asia Tenggara. Persebarannya ada di Malaysia, Thailand, Myanmar, Laos, Filipina, dan Indonesia [Sumatera, Bangka, Jawa, dan Kalimantan].

Pohon jengkol tumbuh dengan mudah, hidup pada berbagai tipe tanah mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 1.000 mdpl. Tinggi pohon bisa mencapai sekitar 25 meter dengan diameter batang sekitar 40 sentimeter. Batangnya tegak lurus, tidak berbanir, mempunyai cabang lebih dari 3 meter dari permukaan tanah.

Daunnya majemuk, anak daun berbentuk  jorong melebar. Daun yang masih muda lebih lemas dan berwarna merah keunguan. Buah jengkol berbentuk polong pipih dan membelit. Buah masak, polongnya akan membesar dan tempat biji membulat, tiap polong berisi 5-7 buah.

Pohon jengkol memiliki musim bunga setiap tahun, terutama pada Juli dan Agustus. Berkembang secara generatif melalui biji, namun juga bisa melalui vegetatif, yaitu melalui cangkok, okulasi dan sambungan.

Dalam Jurnal Biosains, berjudul Uji Toksisitas [LC50 – 24 jam] Ekstrak Kulit Jengkol [Pithecellobium jiringa] Terhadap Larva Udang [Artemia salina Leach] karya Indah Sinaga, Rosliana, dan Riyanto dari Fakultas Biologi Universitas Medan, diketahui jengkol memiliki sejumlah senyawa kimia yang khas. Salah satunya adalah asam jengkolat. Senyawa ini merupakan asam amino alifatik yang mengandung sulfur dan bersifat toksik.

Selain asam jengkolat pada tanaman jengkol juga terdapat glikosida, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A dan B1, minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, flavonoid, serta tannin yang berpotensi sebagai insektisida, larvasida, dan zat toksik terhadap wereng coklat.

Ekstrak etanol kulit jengkol juga dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans dan Eschericia coli. Senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan jengkol hampir selalu memiliki toksik pada dosis tinggi.

“Oleh karena itu, perlu dilakukan uji toksisitas untuk mengetahui efek toksik dan ambang batas penggunaannya sebagai obat,” tulis mereka.

Baca juga: Sagu, Sumber Pangan Nasional yang Belum Dimaksimalkan

 

Jengkol merupakan tumbuhan asli Indonesia yang memiliki banyak manfaat. Foto: Wikimedia Commons/Hariadhi/CC BY-SA 3.0

 

Beragam nama

Di Indonesia, jengkol memiliki nama beragam. Orang Jawa menyebutnya jengkol, Sunda [kicaang atau jengkol], Sumatera (jaring atau jariang), Sulawesi Utara [lubi], dan Bali [blandingan].

Pohon jengkol merupakan salah satu pohon asli Nusantara yang ditargetkan ditanam di Taman Keanekaragaman Hayati [Taman Kehati]. Taman Kehati adalah kawasan pencadangan sumber daya alam hayati lokal di luar kawasan hutan yang mempunyai fungsi konservasi in-situ dan/atau ex-situ. Khususnya, tumbuhan yang menyerbukkan dan pemencaran biji harus dibantu satwa. Hal ini bertujuan menyelamatkan berbagai spesies tumbuhan asli atau lokal yang semakin terancam punah.

Berdasarkan data Buku 100 Spesies Pohon Nusantara Target Konservasi Ex-Situ Taman Keanekaragaman Hayati, sejak diundangkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2012 tentang Taman Kehati, diketahui hingga akhir 2016 sudah dibangun 78 Taman Kehati. Di antaranya, 69 dibangun dibangun oleh pemerintah dan 9 dibangun oleh swasta yang tersebar di 21 provinsi, mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara.

 

 

Exit mobile version