Mongabay.co.id

Kala Pemerintah Bangun Pusat Riset Tanaman Herbal di Humbang Hasundutan

 

 

 

 

Pemerintah sedang membangun Taman Sains dan Teknologi Herbal dan Holtikultura (TSTH) di Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Kawasan hutan sebagai lokasi proyek itu juga terdapat pohon-pohon kemenyan yang jadi sumber penghidupan masyarakat. Kini, pembukaan jalan akses ke lokasi pusat herbal di beberapa desa mulai berlangsung.

Ada empat desa terkena pekerjaan proyek strategis nasional ini. Yakni, Desa Simangaronsang, Pariksinoma, Desa Aek Nauli I dan II. Proyek yang pakai kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) ini berada sekitar 10 kilometer dari Dolloksanggul, ibukota Kabupaten Humbahas.

Sedang ada pelebaran jalan di Desa Pariksinomba. Begitu juga Desa Aek Nauli I dan II. Dua desa ini sekitar lima kilometer sudah jalan beton, dengan lebar 20 meter. Sisanya, masih tahap pelebaran jalan dan pembangunan jembatan akses ke TSTH.

“Dulu, jalan itu masih jalan setapak menuju ke hutan,” kata Ama Jelita Lumbangaol, petani kemenyan Desa Aek Nauli.

Jalan setapak itu terbuat dari kayu, biasa buat jalan kaki para petani ke hutan kemenyan, mengambil getah.

“Aku yang bikin jalan setapak di situ,” kata Ama Jelita.

D bagian lain, tampak sedang ada pembangunan jembatan sekitar 20 meter. Di kawasan hutan ini, tempat warga mengusahakan getah kemenyan.

Sepanjang perjalanan terlihat pohon eukaliptus di areal konsesi PT. Toba Pulp Lestari (TPL)_.

 

Getah kemenyan. Foto: Barita News Lumbanbatu/ Mongabay Indonesia

 

Kami terus menelusuri jalan. Ada lahan kosong bekas penebangan, luas lima kali lapangan sepakbola. Disitulah akan dibangun laboratorium atau gedung perkantoran.

“KHDTK a.n Institut Teknologi DEL,” begitu bunyi patok tiang beton berpelat kuning, di Desa Aek Nauli. Di sana, tempat Jelita dan para petani menderes getah kemenyan.

Kini, mereka tak boleh lagi bikin pondok di dalam hutan. Petani kemenyan biasa bikin pondok untuk tempat tinggal sementara selama mengambil getah kemenyan di hutan.

Para petani kemenyan juga terancam kehilangan sumber ekonomi. Selama ini, mereka memenuhi keperluan keluarga termasuk menyekolahkan anak-anak dari hasil getah kemenyan. Jelita punya sembilan anak, delapan orang masih bersekolah.

Pohon kemenyan yang masih produktif hasilkan getah sudah ditebang untuk infrastruktur.

Sebelumnya, Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan menyebutkan sebanyak 30.000 tanaman herbal akan ditanam di lokasi itu. Areal ini berada di ketinggian 1.400 meter di bawah permukaan laut, dan curah hujan tinggi.

“Sumatera Utara akan menjadi contoh tempat pengembangan tanaman herbal di Indonesia, ” kata Luhut.

Dia juga akan dorong pengembangan TSTH ini ke berbagai universitas seperti Institut Teknologi DEL, Universitas Sumatera Utara, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, hingga Institut Pertanian Bogor (IPB).

Institut Teknologi DEL adalah kampus yang didirikan Luhut. Bermarkas di Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, sekitar dua jam perjalanan darat dari lokasi TSTH. Sesuai keputusan MenLHK, IT-DEL akan mengawasi langsung pengembangan TSTH ini.

Pada 13 September 2020, Menko Marves menandatangi perjanjian kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Tiongkok di bidang industri tanaman obat. Kedua negara berjanji membentuk Pusat Konservasi, Penelitian dan Inovasi Tanaman Obat.

Perjanjian juga ditandatangani oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nani Hendiarti. “Ini mendorong peningkatan inovasi dan industrialisasi tanaman obat dan holtikultura Indonesia,” katanya.

Proyek ini, katanya, mampu melakukan konservasi tumbuhan obat, pengembangan teknologi pembenihan dan budidaya tanaman herbal. Ada juga inovasi proses dan produk herbal hingga industrialisasi tanaman obat medis.

Dia bilang, proyek TSTH sebagai upaya pemerintah mewujudkan ketahanan pangan dan obat nasional. Pemerintah Sumatera Utara dukung penuh proyek ini.

“Pengembangan tanaman herbal itu butuh dukungan dari pemerintah pusat dan daerah,” kata Edy. Dia bilang, proyek itu bermanfaat bagi kesehatan, sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.

Antropolog, Avena Matondang menilai proyek ini tidak tepat sasaran. Bukan meneliti tanaman di alam sekitar malah meneliti tumbuhan dari luar daerah.

“Harusnya masyarakat sekitar dilibatkan dalam penelitian tanaman herbal ini. Bukan ujug-ujug mengambil lahan dari rakyat, dan masyarakat malah jadi penonton. Sama seperti kasus food estate (Desa Siriaria),” katanya melalui telepon.

 

Pembangunan jalan untuk akses ke pusat riset tanaman herbal. Foto: Barita L/ Mongabay Indonesia

 

***

Alat berat sudah terlihat ke lokasi akan meratakan tanah untuk jalan. Sebagian sudah beton. Ada proses pembangunan saluran air.

Dalam dokumen desain rekayasa detil (DED) tahap pertama TSTH ini dengan membebaskan lahan 200 hektar, dengan target sampai Desember 2021. Prioritas membersihkan lahan seluas 83,9 hektar, sekitar 15 hektar untuk laboratorium, sisanya, untuk lahan percontohan pertanian.

Seperti keterangan dalam laman LPSE PUPR, pekerjaan konstruksi jalan akses ke TSTH menelan dana Rp100 miliar dari APBN 2021. Pembukaan lahan sudah sejak Mei 2021 dengan pelaksana proyek pembangunan akses jalan dan jembatan adalah PT. Sineka dan PT. Karya Anugerah Bersama Permai.

Ama Jelita pernah ikut sosialisasi agar masyarakat terdampak lepas lahan untuk bangun akses jalan proyek itu.

“Sebagian sudah menerima, rata-rata [dapat] Rp1 juta”, katanya.

Dia bilang IT-DEL memberi sejumlah uang sebagai santunan kepada masyarakat. .

Awalnya, dia bersama sekitar 40 petani kemenyan menolak. Dia bilang, kawasan itu sumber penghasilan, menderes getah kemenyan. Dia kecewa saat tahu sebagian warga sudah terima uang lepas lahan.

“Sekarang aku tinggal sendiri yang menolak, tanah sudah dipatok KLHK, kami dilarang membuat pondok di hutan (menderes getah kemenyan)”, katanya dalam Bahasa Batak. Jelita dan keluarga sudah turun-temurun jadi petani kemenyan. Lahan kemenyannya berbatasan dengan Desa Pandumaan-Sipituhuta.

Hujan terus mengguyur Desa Aek Nauli sepanjang hari selama seminggu. Di ujung jalan, masih jalan berbatu, belum diaspal, ada rumah papan, baru selesai dibangun. Rumah itu milik Ibu Siringo-ringo, petani kemenyan.

Siringoringo dan keluarga bikin rumah baru di ujung jalan. Informasinya, dalam waktu dekat pemerintah akan memperpanjang jalan untuk proyek TSTH. Jalan itu juga akses menuju ke lokasi pabrik perkebunan kayu TPL.

Yah, kami bikin rumah di sini, biar dekat dengan pohon kemenyan, tempat suami menderes getah.”

Menurut dia, sebagian warga sudah sepakat tanah jadi infrastruktur. “Betul ada ganti rugi, yah, sukarela warga menerima, ada yang Rp1 juta ada juga sampai Rp30 juta.”

Di seberang depan rumahnya berjejer pohon eukaliptus, tanaman muda, setinggi dua sampai tiga meter, milik TPL. TPL melarang menanam atau mengambil pohon di lokasi itu. “Padahal izin konsesi perusahaan kayu itu sudah dicabut untuk proyek TSTH”, katanya.

Dalam situs Pemerintah Humbahas klaim Desa Aek Nauli merupakan kawasan hutan produksi tetap. Dulu, lahan ini masuk konsesi perusahaan perkebunan kayu TPL, kini jadi kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk TSTH.

TPL tak lagi sebagai pihak yang mengantongi izin usaha di kawasan hutan karena sudah ada penciutan izin. Hal itu sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 331 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Penelitian dan Pengembangan Kehutanan oleh Institut Teknologi Del sekitar 500 hektar. SK itu keluar pada 10 Agustus 2020.

Kawasan TSTH berbatasan dengan konsesi TPL.

Mongabay berupaya mengkonfirmasi soal penciutan izin konsesi ke TPL, tetapi perusahaan tak menjawab.

Dalam tiga bulan pembangunan akses jalan sudah hampir 50%. Pemerintah setempat klaim kalau jalan dapat dimanfaatkan warga menuju kebun kemenyan.

Kontraktor nyatakan kesulitan membangun jalan karena lokasi didominasi lahan gambut. Ada juga yang belum selesai pelepasan lahan, seperti di Desa Simangaronsang.

PT Karya Anugerah Bersama Permai, bertanggungjawab membangun jalan sepanjang enam kilometer dari akses masuk ke TSTH, melewati Desa Simangaronsang, Desa Pariksinomba, Desa Aek Silang I dan Desa Aek Silang II. Sisanya, sembilan kilometer oleh PT. Sineka termasuk jembatan akses masuk ke TSTH.

Rencananya, jalan akses masuk ke TSTH sepanjang 17 kilometer rampung Mei 2023.

Avena menilai, proyek TSTH ini sangat paradoks. “Kalau memang untuk penelitian tanaman herbal endemik, hutan kemenyan tak perlu ditebang meskipun untuk pembangunan jalan,” katanya.

Poltak Purba, anggota DPRD Humbahas, mengakui belum mengetahui persoalan itu. Dia menilai, proyek TSTH akan memberikan dampak positif pada masyarakat sekitar.

Hutan di kawasan itu sudah jadi jalan beton.

Hengky Manalu dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak mengatakan, selain jalan beton lebar, di kawasan itu pun akan dibangun gedung perkantoran dan laboratorium TSTH.

AMAN Tano Batak kecewa konsesi TPL menciut bukan kembali jadi hutan adat tetapi ke peruntukan lain.

 

Exit mobile version