Mongabay.co.id

Upaya Penanganan Sampah di Banyumas, Dari TPST, Mesin Pirolisis Hingga TPA BLE

 

Pemkab Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) menjadi salah satu pemkab yang konsisten untuk menangani sampah. Mulai dari pembangunan tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST), pembelian mesin pirolisis pemusnah sampah, kerja sama dengan pengelola refuse derived-fuel (RDF) hingga tempat pembuangan akhir berbasis lingkungan dan edukasi (TPA BLE) yang diperkirakan rampung akhir tahun ini.

Salah satu TPST yang berjalan dengan baik adalah TPST Kedungrandu yang dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Randu Makmur. Di lokasi setempat, terlihat sejumlah aktivitas. Di antaranya adalah pemilahan sampah yang dilakukan para pekerja.

Sementara di samping kiri hanggar, ada budidaya magot dengan pakan sampah organik yang masuk ke TPST setempat. Sementara di sisi kanan, ada mesin pirolisis sebagai mesin pemusnah sampah. Bahkan, mesin itulah yang memusnahkan sampah warga yang menjalani isolasi mandiri, Mesin tersebut sudah memenuhi standar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena pembakaran dengan suhu di atas 800 derajat Celcus.

Ketua KSM Randu Makmur Wahidin mengungkapkan di TPST Gunung Tugel Kedungrandu memang ada beberapa aktivitas pengelolaan sampah. “Kalau kami mengurus masalah sampah domestik. Dari sampah mulai datang, kemudian dipilah antara sampah organik, anorganik dan residu. Kalau sampah organik dapat diproses menjadi pakan magot, karena di TPST sini ada budidaya magot. Kemudian jika anorganik dapat dicacah untuk disetorkan ke RDF dan residu bisa dimusnahkan melalui mesin pirolisis yang ada di sini sejak akhir 2020 silam,” katanya pada Mongabay, Rabu (25/11).

baca : Setelah Carut Marut Sampah di Banyumas, Bagaimana Komitmen Penanganannya?

 

Mesin pirolisis yang mampu memusnahkan sampah dengan cara dibakar pada suhu di atas 800 derajat Celcius. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Menurut Wahidin, khusus untuk mesin pirolisis langsung ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas. Dinas menempatkan para petugas di sini untuk menangani secara khusus pembakaran residu. Dan sejak terjadi lonjakan pandemi COVID-19 beberapa waktu lalu di Banyumas, seluruh sampah warga yang menjalani isolasi mandiri masuk ke tempat tersebut.

“Sejak Juli atau Agustus lalu, ketika kasus covid-19 melonjak, maka sampah warga yang isoman masuk ke sini. Untuk membedakan dengan sampah domestik biasa, maka kantong sampahnya dibedakan warganya. Kalau untuk isoman, warnanya kuning,” ungkapnya.

Petugas mesin pirolisis, Ari Nurcahyono, mengatakan setiap harinya, mereka memproses sampah terutama yang tidak dapat dimanfaatkan. “Biasanya, yang dibakar di mesin pirolisis adalah residu. Ada sekitar 10-15 kantong yang dibakar. Residu-residu yang dibakar itu menghasilkan abu, karena proses pembakarannya mencapai suhu antara 800-900 derajat Celcius. Saat bekerja, saya memakai baju khusus tahan panas,”katanya.

Kepala DLH Banyumas Junaedi mengatakan pembelian mesin pirolisis tersebut merupakan bagian dari komitmen Pemkab Banyumas dalam mengelola sampah. “Sementara ini, sudah dibangun hanggar-hanggar untuk TPST. Sampai sekarang, pemkab telah membangun 23 TPST yang tersebar di sejumlah kecamatan. Dari 23 TPST yang ada di Banyumas saat ini mampu memangkas 100 truk yang harus dikirim ke empat pembuangan akhir. Sebelum ada TPST, ada 130 truk sampah yang langsung dibuang ke TPA. Namun, setelah ada 23 hanggar, maka dapat mengurangi 100 truk dan sekarang tinggal 30 truk yang masuk TPA,” katanya.

baca juga : Warga Gugat Pemkab Banyumas Soal TPA Sampah, Mengapa?

 

Petugas siap memasukkan sampah dari warga yang isolasi mandiri ke mesin pirolisis. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Menurutnya, salah satu TPST yang cukup bagus dalam mengelola sampah adalah TPST Gunung Tugel. Di lokasi setempat juga ditempatkan mesin pirolisis.

Dengan adanya mesin pirolisis tersebut, maka residu yang biasanya langsung dibuang dapat dibakar dengan suhu 800-900 derajat Celcius. “Mesin pirolisis ini memang memiliki suhu yang tinggi, agar sesuai dengan aturan yang ada. Sebab, dalam aturan yang dikeluarkan Kementerian LHK, pembakaran sampah hanya boleh dengan suhu tinggi di atas 800 derajat Celcius. Supaya tidak menimbulkan pencemaran zat berbahaya yakni furan dan dioksin. Alat tersebut telah mendapat rekomendasi dari KLHK,” jelas Junaedi.

 

Berbagai Cara Pengelolaan

Junaedi mengungkapkan keberadaan mesin pirolisis tersebut ternyata sangat berguna pada saat terjadi lonjakan pandemi covid-19 di Banyumas. “Kalau pasien yang di RS maupun mereka yang memghuni rumah karantina, sampah-sampahnya sudah ada yang mengurus. Pengelolaan sampah infeksiusnya dilakukan oleh pihak ketiga. Pada saat kasus tinggi, ternyata banyak juga warga yang menjalani isolasi di rumah. Sampahnya, DLH yang mengelola,”jelas Junaedi.

Dia mengatakan sejak dari hulu, DLH memberikan kantong khusus berwarna kuning bagi warga yang menjalani isolasi mandiri. Kemudian, sampahnya dipisahkan dengan sampah domestik lainnya dengan cara pengangkutan menggunakan armada khusus juga. “Pengangkutnya adalah mobil dengan bak tertutup. Sampah itu, kemudian langsung dibawa ke TPST Gunung Tugel untuk dimusnahkan melalui mesin pirolisis. Kapasitas mesinnya dalam satu jam bisa memusnahkan 1 meter kubik sampah,”jelasnya.

Sampai sekarang, mesin pirolisis masih tetap beroperasi, meski umumnya saat ini memproses residu. Sebab, kasus COVID-19 di Banyumas sudah mulai landai, sehingga isolasi di rumah karantina dan perawatan RS.

baca juga : Sekolah Sungai Didirikan di Banyumas, Untuk Apa?

 

Tempat budidaya magot di TPST Gunung Tugel, Kedungrandu, Patikraja, Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Tak hanya mesin pirolisis, sebagian sampah yang dikelola oleh KSM di TPST-TPST disetor ke TPST RDF Jeruklegi, Cilacap. “Pemkab Banyumas telah menekan kerja sama dengan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) Tbk. Isinya adalah pemanfaatan material hasil pemilahan sampah di Banyumas untuk bahan bakar alternatif di pabrik semen milik PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. Kerja sama ini merupakan upaya untuk mengurangi sampah. Kami melakukan berbagai cara untuk penanganan sampah di Banyumas, salah satunya adalah dengan kerja sama ini,”ungkapnya.

Kerja sama yang dimulai pada akhir Agustus lalu, masih terus berlangsung hingga kini. Sebab, kalau dihitung-hitung, ada potensi 5-10 ton setiap harinya. “Ini memberikan kesempatan bagi teman-teman KSM untuk memilahkan sampah plastik, sehingga dapat digunakan sebagai RDF di SBI. Setiap kilogram (kg) sampah akan dihargai antara Rp50 hingga Rp75. Sampah hanya disiapkan saja, karena yang mengambil adalah pihak mereka,”tambahnya.

Tak hanya itu, kini Pemkab Banyumas juga tengan membangun TPA BLE yang lokasinya berada di  Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor. Luasan lahan untuk TPA BLE mencapai 3,5 hektare (ha). Lahan ini dikonsep berwawasan lingkungan dan edukasi. TPA BLE berbeda konsepnya dengan TPST, karena TPA BLE tidak hanya fokus pada 3 R (Reduce, Reuse, Recycle), melainkan juga dilengkapi dengan kolam renang, pabrik plastik, kolam dan fasilitas lainnya.

“TPA BLE ini adalah tempat pemrosesan akhir sampah berbasis lingkungan dan edukasi karena nanti di sana itu komplit penanganan sampah yang dilakukan. Di sana ada budidaya magot, kemudian ada pabrik plastik, ada kolam lele, bahkan da kolam renangnya, ini yang tidak ada di TPA yang lain,”jelasnya.

Produk sampah organik dapat diproses menjadi bubur yang menjadi bahan pakan magot. Magot untuk pakan lele kemudian yang sampah plastik yang bisa didaur ulang menjadi bahan plastik, sehingga di sana ada pabrik plastik. “Saat sekarang TPA BLE sudah hampir selesai tahapnnya,”katanya.

Dana yang digunakan untuk membangun TPA BLE di Banyumas berasal dari APBN senilai Rp44 miliar dan dana pendamping APBD sebesar Rp6,3 miliar. TPA BLE tidak akan menyisakan residu, karena semuanya diproses secara tuntas. Residu bakal dimusnahkan dengan mesin pirolisis yang tidak mencemari lingkungan.

 

Sejumlah warga terlihat memulung di tempat pembuangan sampah (TPA) Kaliori, Banyumas, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version