Mongabay.co.id

Melihat Pelatihan Pembuatan Alat Pancing dan Potensi Gurita di Laut Flores

 

Penerapan kebijakan penangkapan terukur di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) merupakan implementasi prinsip ekonomi biru.

Hal ini untuk mewujudkan keberlanjutan ekologi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan juga meningkatkan PNBP sebagai kontribusi peningkatan ekonomi kepada negara.

Untuk itu, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KKP) melalui Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Banyuwangi menyelenggarakan kegiatan pelatihan pembuatan pancing gurita di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) secara blended learning pada 26 dan 27 November 2021,

Kepala BRSDM, Kusdiantoro menyampaikan, potensi perikanan yang melimpah di Kabupaten Ende perlu dimanfaatkan dengan baik terutama pada komoditas gurita.

Kusdiantoro meminta agar dapat membangun dan menjaga sektor kelautan dan perikanan supaya termanfaatkan dengan baik untuk bisa meningkatkan produksi sesuai kapasitas.

“Melalui pelatihan ini para nelayan gurita diharapkan dapat menyerap ilmu sehingga kemampuannya bertambah, baik dari sisi sumber daya manusianya maupun dari sisi teknologi dan peralatan tangkapnya,” katanya dalam rilis KKP, Selasa (30/11/2021).

Kusdiantoro menyebutkan, kegiatan ini diikuti 100 peserta dari para nelayan di Ende, dengan materi berupa cara menyiapkan bahan dan alat tangkap pancing gurita.

Ia tambahkan,peserta juga dilatih membuat desain pancing gurita serta merakit alat tangkap pancing. Pancing gurita merupakan salah satu alat penangkap ikan yang terdiri dua komponen yaitu tali dan mata pancing.

baca : Gurita dan Tantangan Tata Kelola Perikanan Skala Kecil di Makassar

 

Nelayan di Kabupaten Ende, NTT yang sedang mempraktekan pembuatan alat pancing gurita dari kayu saat pelatihan. Foto : Yayasan Tananua Flores

 

Sementara itu, Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP), Lilly Aprilya Pregiwati menyampaikan, untuk menangkap gurita, para nelayan bisa beralih menggunakan alat yang lebih ramah lingkungan.

Menurut Lilly, dalam kegiatan menangkap gurita, para nelayan masih menggunakan cara tradisional. Dikatakannya,pancing gurita yang ramah lingkungan tentu dapat menjaga keberlanjutan gurita.

“Saya harap kegiatan ini tidak hanya berhenti pada kegiatan pelatihan pembuatan alat pancing saja, namun juga dapat berlanjut untuk meningkatkan nilai hasil jual dari komoditas gurita,” tuturnya.

Kegiatan ini turut diinisiasi oleh Anggota Komisi IV DPR RI, Yohanis Fransiskus Lema.  Ansy sapaannya berharap, dengan potensi yang melimpah para nelayan dapat meningkatkan kemampuannya yang berdampak pada kesejahteraan.

Dia menambahkan, potensi perikanan di Kabupaten Ende sangat melimpah terutama potensi gurita. Bukan hanya di NTT saja, tapi Indonesia merupakan penghasil gurita terbesar dan sudah mendunia.

Diharapkan melalui pelatihan ini para nelayan bisa meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat menghasilkan tangkapan yang melimpah  dan berdampak pada kesejahteraan dengan memanfaatkan potensi kelautan dan perikanan Kabupaten Ende.

“Saya berharap bisa terus bersinergi dengan KKP untuk terus mengadakan pelatihan yang bisa dilanjutkan dengan kegiatan pasca penangkapan,” tuturnya.

baca juga : Amankan Wilayah Tangkap Gurita, Nelayan Banggai Lakukan Patroli Mandiri

 

Nelayan di Kabupaten Ende,NTT menunjukan gurita hasil tangkapan setelah dilakukan pembukan wilayah penangkapan gurita. Foto : Yayasan Tananua Flores

 

Transfer Teknologi

Kegiatan diseminasi pembuatan pancing gurita juga sebelumnya diselenggarakan oleh BPPP Banyuwangi bekerjasama dengan Asosiasi Nelayan Serdas Flotim Jaya.

Kegiatan berlangsung tanggal 28 Oktober 2021 yang diikuti oleh 28 nelayan di Flores Timur yang merupakan pemancing gurita. Kegiatan ini berlangsung sehari dengan 2 sesi yaitu sesi teori dan sesi praktek pembuatan alat pancing guritanya.

Ketua Asosiasi Nelayan Cerdas Flotim Jaya, Rikardus Umbu kepada Mongabay Indonesia mengapresiasi langkah BPPP Banyuwangi guna memberikan ttransfer ilmu kepada nelayan pemancing gurita.

“Niat kita cuma mau membantu nelayan meningkatkan kapasitas tangkapannya.   selama ini mereka nelayan penangkap gurita dan sudah menyumbangkan hasil tangkapannya untuk kebutuhan ekspor gurita,” kata Icad sapaannya.

Melalui kegiatan ini, kata Icad, para nelayan gurita bisa menyerap ilmu dari pelatih sehingga kemampuannya bertambah baik dari sisi sumber daya manusianya maupun dari sisi teknologi dan peralatan tangkapnya.

Ketua Asosiasi Nelayan Cerdas Flotim ini menyebutkan, tanggal 26 November 2021 pihaknya sudah membentuk Koperasi Serba Usaha Gelekat Blue and Green beranggotakan nelayan termasuk penangkap gurita.

baca juga : Penutupan Sementara Areal Penangkapan Gurita di Perairan Ende, Ada Apa?

 

Nelayan pemancing gurita di Kabupaten Flores Timur, NTT sedang melihat keberadaan gurita sebelum melepas umpan. Foto : Asosiasi Nelayan Cerdas Flotim

 

Sementara itu Kepala Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT Ende yang membawahi kabupaten Ende, Ngada dan Nagekeo, Andy  Amuntoda kepada Mongabay Indonesia, Rabu (1/12/2021) mengatakan selain 100 nelayan, juga dilibatkan perempuan nelayan dan para pendamping agar bisa mentransfer ilmunya kepada nelayan lainnya. Pelatihan dilakukan secara daring dan luring.

Ada seorang pelatih dari BPPP Banyuwangi yang memberikan praktek di lapangan sementara 2 pelatih lainnya melakukan membawakan materi secara daring.

“Kita punya grand design pembangunan gurita berkelanjutan bekerjasama dengan Pemda Ende dan Yayasan Tananua Flores. Kita melakukan penutupan areal penangkapan sementara selama beberapa bulan,” ungkapnya.

Andy menambahkan, pihaknya sedang penjajakan untuk pembukaan lokasi pemancingan gurita di Nagekeo dan lebih fokus kepada transfer teknologi.

Menurutnya, pihaknya berkaca kepada konflik antara nelayan pemancing gurita asal Desa Nangahale, Kabupaten Sikka dan nelayan di Desa Tonggo, Kabupaten Nagekeo.

“Kita selesaikan masalahnya dan disepakati ada tranfer teknologi dimana nelayan Nangahale dengan sepuluh sampan, satu sampannya diberikan ke nelayan lokal untuk belajar menangkap gurita,” ucapnya.

Andy bersyukur, adanya transfer teknologi ini membuat nelayan di Desa Tonggo mulai tahu menangkap gurita. Ia katakan,harus diakui penangkap gurita di NTT berasal dari Nangahale bahkan mereka bisa membuat alat tangkap sendiri.

Dirinya harapkan adanya pelatihan berdampak kepada peningkatan produksi perikanan dan ada ekonomi nelayan.

“Satu boks ikan cakalang 50 kilogram harganya sekitar Rp500 ribu sementara gurita bisa mencapai Rp2,5 juta. Kami terus memberikan pelatihan dan mendorong nelayan untuk menangkap gurita karena potensinya masih besar,” ujarnya.

perlu dibaca : Berani Sukses Kelola Gurita Seperti Nelayan Wakatobi

 

Nelayan pemancing gurita di Kabupaten Flores Timur, NTT sedang melihat keberadaan gurita sebelum melepas umpan. Foto : Asosiasi Nelayan Cerdas Flotim

 

Peningkatan Produksi

Pengelolaan perikanan berbasis masyarakat dengan sistem buka tutup areal penangkapan gurita sudah dilakukan pada tanggal 29 Juli 2021. Masyarakat menutup sementara 5 area penangkapan yaitu di perairan Maubhanda, Mauwaru, Maugago, Ngazu Dola dan Tengumanu.

Total area penutupan sementara di wilayah Arubara, Keluarahan Tetandara, Ende tersebut seluas 7,52 Ha. Pembukaan areal dilakukan Sabtu (6/11/2021) dan hasilnya sangat menggembirakan.

“Saat pembukaan bupati saja mancing gurita sebentara saja sudah dapat satu ekor yang beratnya mencapai 3 kilogram,” sebut Andy.

Manager Program Yayasan Tananua Flores Metty  Wasa menjelaskan selama seminggu setelah dilakukan pembukaan areal pancing, produksi gurita nelayan mencapai 100 kilogram lebih.

Metty menjelaskan, rata-rata gurita yang ditangkap beratnya di atas 2 kilogram dan gurita jadi lebih mudah ditangkap. Selama sebulan telah disepakati agar nelayan tetap mencari gurita di lokasi yang telah dibuka karena letaknya dekat dengan kampung dan waktu melaut lebih cepat.

Selama areal penangkapan ditutup jelas Metty, nelayan tetap memancing gurita tetapi di perairan lainnya yang tidak ditutup.

“Beberapa hari lalu satu nelayan bisa mendapat gurita 16 kilogram sehari. Nelayan senang karena ada manfaatnya, padahal awalnya kita ragu jangan sampai gurita berpindah tempat,” ucapnya.

baca juga : Meski Eksportir Terbesar, Perikanan Gurita Indonesia Belum Berkelanjutan

 

Nelayan pemancing gurita di Kabupaten Flores Timur, NTT sedang menunjukan gurita hasil tangkapannya. Foto : Asosiasi Nelayan Cerdas Flotim

 

Metty sebutkan, hasil positif ini memberikan motivasi bahwa proses penutupan sementara areal penangkapan sangat berdampak baik dan ada peningkatan hasil bagi nelayan.

Pihaknya bersama DKP Ende dan kantor cabang DKP NTT wilayah Ende, Ngada dan Nagekeo sudah melakukan penutupan di Desa Maurongga Kecamatan Nangapenda tanggal 23 November hingga tanggal 23 Februari.

“Untuk areal penangkapan baru, dari data bulan Agustus sampai Oktober, wilayah Ndori  1.300 kilogram lebih dan Nangaroro 1.440 kilogram lebih,” ungkapnya.

Andy menambahkan, gurita sebulan beratnya bisa bertambah hingga 50 persen. Gurita di laut selatan Flores lebih bagus karena nutrisinya lebih banyak dibandingkan gurita di laut utara Flores.

Dia paparkan, berdasarkan data tahun 2020  dari perusahaan gurita di Sikka, dari Arubara saja produksinya mencapai 9,3 ton. Kelemahannya di pendataan sehingga Yayasan Tananua Flores telah merekrut 8 orang enumerator untuk lakukan pendataan.

 

Exit mobile version