Mongabay.co.id

Konflik Manusia dan Monyet di Batam Bisa Makin Parah Kala Hutan Terus Tergerus

 

 

 

 

Pengunjung sedang duduk asik di pondok-pondok di tepi Pantai Mirota, Kota Batam, Kepulauan Riau, histeris kala sekawanan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) menghampiri mereka.

Pondok-pondok ini berjarak hanya satu meter dari bukit rindang dengan pepohonan. Monyet satu persatu keluar dari celah pohon, dari berukuran kecil hingga besar.

Beberapa pengunjung yang tidak berani, menjauhi pondok ke arah pantai dan meninggalkan barang-barang mereka. “Takut, biarin ajalah barang saya diambil semua,” kata Dilla, pengunjung yang sedang mengendong bayinya pasrah dan menjauh dari pondok, Oktober lalu.

Pengunjung yang berani tetap bertahan menjaga barang mereka. Sayangnya, ada juga sebagai pengunjung malahan melepari makanan ke monyet yang menunggu di dahan perpohonan.Mmereka melempari makanan setelah itu tertawa.

Meskipun sudah diusir, monyet ini terus berdatangan dan makin banyak. Mereka datang ke pengunjung yang melempari makanan. Monyet turun makin banyak, bahkan ada yang berani bertengger di atas pondok mengintai bungkusan atau tas pengunjung yang dikira berisi makanan.

Pantai Mirota ini terletak setelah jembatan lima barelang. Butuh waktu setidaknya dua jam menuju pantai. Mirota, salah «satu pantai yang terkenal dari belasan pantai di sepanjang kawasan itu.

Tak apa papan imbauan dilarang memberi makanan kepada monyet di sekitaran pantai. Begitu juga, tidak nampak petugas yang mencoba mengusir para monyet ekor panjang ini. Akhirnya, beberapa pengunjung memilih berkemas dan pulang.

Petugas pantai, Patra mengatakan, pengunjung seharusnya tidak panik kehadiran monyet. Monyet tidak akan menganggu pengunjung. “Nggak papa, mereka nggak mengganggu itu,” katanya kepada Mongabay.

Dia mengingatkan, agar wisatawan tidak memberikan makanan kepada monyet karena itu akan mengundang kawanan mereka. “Yang penting jangan beri makan, itu saja,” katanya. Beberapa kali Patra sempat mengejar monyet ini ketika dia berhasil merampas kantong atau sampah menumpuk di tempat sampah di pondok-pondok itu.

 

Baca juga : Krisis Pakan Satwa di Kebun Binatang Dampak Pandemi Corona


Keseimbangan alam

Keberadaan monyet ekor panjang tidak hanya meresahkan wisatawan di Pantai Mirota Kota Batam. Monyet yang terkenal beradaptasi cepat ini juga turun ke pemukiman warga. Warga merasa terancam dengan kondisi ini.

Decky, Kepala Seksi Konservasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah Kepri, sering mendapatkan laporan monyet ekor panjang turun mendatangi perumahan warga. “Ada beberapa perumahan yang pernah melaporkan, seperti warga di perumahan Patam Lestari Sekupang, Tiban, Sukajadi, Panbil dan komplek Polda, terakhir yang melaporkan warga perumahan Panbil,” katanya November lalu.

Kalau ada laporan seperti itu BKSDA melakukan beberapa langkah, seperti mengusir, menangkap, dan merelokasi monyet ke hutan atau pulau lain. “Kita juga mengedukasi masyarakat agar tidak sembarangan membuang sampah makanan, terutama di perumahan yang lokasi dekat dengan hutan atau habitat monyet ekor panjang.”

Beberapa kali BKSDA Batam merelokasi monyet ekor panjang ke pulau tetapi dalam jumlah terbatas dua sampai empat, mereka akan dipindahkan ke Jembatan 4 Barelang.

Decky bilang, belum menemukan langkah jangka panjang mengatasi masalah monyet ekor panjang di Kota Batam.

Dia menduga, konflik monyet terjadi karena tutupan hutan di Batam terus berkurang hingga mereka kesulitan mencari pakan. “Jangka panjang, terus terang belum terpikir oleh kita, kalau kaji lebih jauh, mungkin seperti kasus gangguan satwa di tempat-tempat lain, bahwa kondisi ini terjadi karena habitat makin sempit. Sumber pakan mereka juga makin terbatas,” kata Dekcy.

Dia mengatakan, monyet merupakan hewan cerdas dan cepat adaptasi. “Kalau mereka sudah terbiasa dengan lingkungan manusia, mereka juga makin berani,” katanya.

Sampai saat ini, BKSDA Kota Batam belum pernah mendata populasi monyet ekor panjang di Kota Batam.

 

Baca juga : Konflik Manusia dengan Macan Tutul Jawa Belum Berakhir

Monyet panjang ekor mengambil kantong sampah.FitiL Yogi ES/Mongabay Indonesia

 

Iwan Kurniawan, The Aspinall Foundation Indonesia Program Jawa Timur mengatakan, populasi monyet ekor panjang banyak dijumpai di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke. “Setiap daerah varitasnya berbeda-beda, terutama perbedaan dari warna bulu,” katanya saat dihubungi Mongabay medio 16 November.

Lima tahun ke depan, katanya, populasi itu akan berkurang apalagi tekanan kerusahan lingkungan terus terjadi. “Termasuk di Batam, tekanan (lingkungan) lebih berat membuat monyet turun ke pantai, seperti di Jawa juga hanya tersisa 10% hutun lindung.”

Monyet ekor panjang merupakan satwa yang mampu beradaptasi berbagai perubahan lingkungan. “Termasuk cara mereka mencari makanan,” katanya.

Iwan bilang, reproduksi monyet ekor panjang sangat tinggi, bahkan ketika dalam keadaan mengkonsumsi pakan yang memiliki nutrisi rendah. Cepatnya reproduksi itu membuat monyet ekor panjang kadang dianggap hama bagi manusia.

Selama ini, yang membatasi reproduksi monyet ekor panjang agar tidak makin banyak adalah hewan predator seperti harimau, elang, dan lain-lain di tengah hutan. Hewan predator memangsa monyet ekor panjang di hutan liar. Sekarang, hewan-hewan predator itu hilang karena deforestasi merusak tempat tinggal mereka.

Reproduksi monyet ekor panjang bisa dua kali lipat saat ini, misal, tahun ini 50, tahun depan bisa 150. Dengan begitu, makin banyak dan tidak terbendung mereka terpaksa membiasakan diri hadir di lingkungan manusia, karena hutan tempat tinggalnya makin mengecil.

 

Pengjunung Pantai Mirota, Kota Batam. Foto: Yogi ES/ Mongabay Indonesia

 

Setop beri makanan

Belum ada solusi jangka panjang yang adil untuk menghadapi monyet ekor panjang atau yang sering dianggap masyarakat perkebunan sebagai hama. Namun, katanya, perlu edukasi kepada masyarakat agar tak memberikan makanan kepada monyet. Memberi makan membuat monyet ekor panjang ketergantungan dengan manusia.

Dalam beberapa kasus, masyarakat tidak melaporkan kepada BKSDA, tetapi kepada aparat kepolisian. “Karena diangap meresahkan, daripada berbahaya monyet itu ditembak di tempat, juga tidak mungkin itu terjadi di Batam.”

Untuk itu, pihak berwenang harus bertindak. “Meskipun hewan ini tidak dilindungi, BKSDA harus mencarikan solusi terbaik, jangan sampai dibasmi dengan ditembak mati.”

Dia menawarkan beberapa solusi, seperti relokasi ke pulau tanpa penghuni seperti di Jawa Timur, monyet ekor panjang lepas di Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung. “Biarkan mereka menikmati hidup disana, reproduksi mereka dibatasi secara alami disana, yang penting tidak manusia yang membunuh.”

Menurut Iwan, hal sama bisa diterapkan di Pulau Sumatera karena memiliki daratan luas dan banyak pulau kecil. “Untuk reproduksi bisa juga diatasi dengan memandulkan beberapa spesies yang dikarantina sebelum dilepasliarkan.”

Mencari solusi masalah monyet ekor panjang ini harus dengan data, setidaknya data populasi. “Bagaimanapun mereka juga ciptaan Maha Kuasa, tidak bisa kita musnahkan begtiu saja, kita harus hidup seimbang,” katanya.

Satu lagi Iwan ingatkan, monyet ekor panjang rentan juga membawa penyakit seperti rabies. “Ini orang banyak sudah lupa, padahal kalau sempat digigit atau manusia berinteraksi dengan ini monyet sangat berbahaya, nanti jadi masalah lagi,” katanya.

Rifqi Ajir, Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Indonesia sampaikan hal serupa. Tak hanya rabies juga penyakit TBC (Tuberkulosis) melalui udara dan interaksi. “Monyet dan manusia sama-sama primate, bisa saling menularkan penyakit,” katanya.

 

Monyet ekor panjang turun dari bukit mendekati manusia. Foto: Yogi ES/ Mongabay Indonesia

 

Untuk itu, katanya, larangan memberi makanan kepada monyet ekor panjang harus dipertegas oleh pengelola obyek wisata. “Monyet ekor panjang kalau sudah menemukan sumber pakan yang lebih asik dan mudah didapatkan, mereka bergantung kesitu.”

Dari pengalaman JAAN menangani kasus serupa penanggulangan yang cukup berhasil adalah jangan sekali-kali memberikan makanan kepada mereka. Monyet ekor panjang, selain mengangap manusia punya sumber makanan, tempat wisata menjadi menarik bagi mereka karena bisa tempat bermain. “Pengelola obyek wisata harus memperbanyak dan memperbesar plang-plang larangan memberi makan kepada monyet,” katanya.

Sedangkan permasalahan yang terjadi di perumahan warga kebanyakan di permukiman yang menggunakan area konservasi. Monyet mengincar tempat sampah di perumahan. “Salah satu cara mengatasinya, tempat sampah di perumahan harus keras dan tidak gampang dibuka oleh mereka, monyet itu suka sampah, bagi mereka disana (tempat sampah) ada pakan.”

Monyet ekor panjang tidak bisa diusir, ketika pakai bunyi senapan tanpa peluru beberapa hari kemudian mereka kembali, karena tidak merasa sakit. “Tetapi lebih berbahaya kalau mereka sakit, misal diusir menggunakan katapel, ketika ada kawanan mereka sakit, mereka akan serang balik, monyet ekor panjang memiliki rasa dendam, sudah banyak kasus mereka menyerang,” katanya.

Selain dengan itu, kata Rifqi, BKSDA bisa relokasi monyet ke pulau tetapi harus survei melihat ketersedian pakan, air dan memastikan apakah masih ada tempat untuk kelompok monyet baru. “Kalau disana sudah ada kelompok lain, tetapi tetap direlokasi akan terjadi bentrok antar mereka.”

 

******

Foto utama: Monyet ekor panjang turun ke Pantai Mirota, kala melihat banyak pegunjung. Mereka berharap, ada makanan di sana. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version