Mongabay.co.id

Banjir di Makassar: Dari Cuaca Buruk, Timbunan Sampah hingga Perlindungan Masyarakat Pesisir dan Pulau

 

Hujan deras yang mengguyur Kota Makassar beberapa hari terakhir menyebabkan ruas jalan dan sejumlah wilayah pemukiman warga terendam banjir ketinggian 50-120 centimeter, Selasa (7/12/2021). Menurut data BPBD Kota Makassar sendiri, sebanyak 6 kecamatan dari 14 kecamatan terdampak banjir.

Data sementara dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Makassar mencatat bahwa terdapat 3.206 jiwa pengungsi yang tersebar di 37 titik pengungsian di 6 kecamatan.

Kepala BPBD Makassar, Achmad Hendra Hakamuddin, di Makassar, menjelaskan bahwa hujan lebat dengan intensitas tinggi selama dua hari, 5-7 Desember, di wilayah Makassar menjadi salah satu penyebab munculnya genangan air. Selain itu, menurut prediksi BMKG volume hujan yang turun mencapai 84 hingga 122 milimeter per hari.

“Curah hujan yang tinggi di hulu, pada wilayah DAS meluap di Sungai Jeneberang dan DAS Tallo yang melalui wilayah Makassar yang seharusnya bermuara di Selat Makassar,” katanya kepada media.

Walikota Makassar, Danny Pomanto, enggan menyatakan kondisi ini sebagai banjir, namun hanya genangan tinggi karena curah hujan yang tinggi, yang akan segera surut.

“Sekarang secara menyeluruh hampir semua ada genangan yang cukup tinggi. Kenapa saya katakan genangan, bukan banjir, karena ini lebih pada pengaruh rob atau air laut tinggi. Tadi malam itu paling tinggi dan curah hujan kita paling besar ini pagi,” ungkapnya kepada wartawan, sebagaimana dikutip dari detik.com.

baca : Kala Indonesia ‘Banjir’ Bencana Dampak Iklim

 

Curah hujan yang tinggi menyebabkan ribuan rumah tergenang air ketinggian 50-120 cm. Foto : Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Pemkot sendiri telah menyampaikan peringatan dua hari sebelumnya, 5 Desember dan telah melakukan langkah-langkah antisipasi. Danny mengaku telah memerintahkan jajarannya memantau warga terdampak apa yang disebutnya genangan cukup tinggi itu. Danny meminta bawahannya segera mengungsikan warga jika banjir semakin parah.

“Kita juga memonitor semua pertolongan. BPBD dan Dinsos sudah bekerja, Dinkes dan relawan kami mobilisasi di semua tempat, dan kemudian Dinas Pemadam Kebakaran dan PDAM melakukan persiapan air bersih dan mempersiapkan tempat pengungsian,” katanya.

Hasil pantauan mongabay di beberapa titik memang menunjukkan aktivitas warga mengungsi ke lokasi-lokasi yang lebih tinggi, ada yang mengungsi ke masjid dan sebagian lagi mengungsi ke rumah kerabat/keluarga yang tidak terdampak banjir. Kemacetan juga terjadi di beberapa ruas jalan utama karena terendam air yang cukup tinggi.

Nirwan Dessibali, Direktur Yayasan Konservasi Laut (YKL) yang sempat melakukan pantauan di beberapa lokasi menyatakan bahwa selain karena faktor cuaca, banjir ini juga disebabkan oleh buruknya drainase serta penumpukan sampah, khususnya sampah plastik di saluran-saluran pembuangan air dan gotong-gorong.

“Ada beberapa tempat seperti di Arungpala saluran air yang mengalirkan air ke sungai tersumbat sampah plastik yang cukup banyak, sehingga menimbulkan luberan air ke sekelilingnya,” katanya.

Menurutnya, ada masalah lain yang akan terjadi pasca banjir ini, yaitu semakin menumpuknya sampah plastik terbawa ke wilayah perairan laut.

“Ini akan menjadi masalah baru karena akan semakin banyak sampah plastik yang masuk ke perairan laut yang bisa mengganggu ekosistem laut, hal yang telah menjadi isu global beberapa tahun terakhir.”

baca juga : Banjir Bandang di Kabupaten Luwu Bukti Kegagalan Pemerintah Jaga Hutan dan DAS

 

Upaya evakuasi warga yang dilakukan oleh Tim SAR. Foto: Basarnas Sulsel

 

Terkait pernyataan Walikota Makassar bahwa kondisi yang terjadi saat ini bukan banjir namun hanya genangan, Direktur WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin, menilai sebagai pernyataan keliru dan ketidakberdayaan pemkot menghadapi kondisi yang ada.

“Pernyataan itu bentuk kebingungan walikota menghadapi banyaknya titik banjir di Kota Makassar dengan ketinggian yang bervariasi. Genangan air itu ya banjir. Kalau ada volume air yang besar tertahan di suatu tempat atau wilayah karena berbagai faktor dan menyebabkan gangguan apalagi kerugian itu adalah banjir. Jadi tak usah mengatakan genangan air, karena itu keliru,” katanya.

Menurut Amin, salah satu penyebab banjir tersebut karena banjir rob yang telah terjadi sejak lama, terutama saat adanya proyek reklamasi.

“Banjir rob kerap terjadi di Makassar yang menyebabkan air tidak dapat mengalir secara normal ke hilir, sehingga menyebabkan banjir di mana-mana. Belum lagi dengan banjir kiriman dari Kabupaten Gowa yang meningkatkan ketinggian air di Kota Makassar dengan daya dukung dan daya tampung Kota Makassar yang sudah sangat rendah. Semua itu merupakan penyebab terjadinya banjir di Kota Makassar.”

Amin menilai curah hujan yang tinggi bahkan cukup ekstrem 1-2 hari terakhir hanya merupakan pemicu yang sulit diintervensi, sehingga faktor-faktor lain selain cuaca buruklah yang harus segera dibereskan pemerintah kota agar banjir tidak terjadi di masa yang akan data.

“Saya kira, WALHI Sulsel telah memberi masukan dan catatan kepada Walikota Makassar saat beliau dilantik menjadi orang nomor 1 di Kota Makassar. Maka, merasakan banjir yang terjadi di Kota Makassar saat ini, dimana kantor WALHI Sulsel dan beberapa kantor NGO di Makassar juga sekarang telah tergenang air, menunjukan bahwa Kota Makassar semakin rentan, kritis dan tak berdaya menghadapi musim hujan.”

baca juga : Mangrove Terakhir Ternate Dibabat, Burung dan Ikan Lenyap, Rumah Warga Kebanjiran

 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Makassar mencatat terdapat 3.206 jiwa pengungsi yang tersebar di 37 titik pengungsian di 6 kecamatan. Foto: Basarnas Sulsel

 

Banjir di Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Tidak hanya di wilayah daratan, cuaca buruk beberapa hari terakhir juga berdampak besar bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk yang dialami oleh warga di Pulau Kodingareng, Makassar.

Sejak Minggu (5/12/2021) beberapa rumah terendam banjir hampir selutut orang dewasa, sehingga banyak masyarakat yang terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Masita, salah satu warga Kodingareng, harus mengevakuasi dirinya beserta dua anaknya karena ombak langsung menghantam pintu belakang rumahnya dan menyebabkan air membanjiri rumahnya.

“Dua hari sebelumnya di belakang rumahku air sudah naik. Tambah lagi hujan dua hari belakangan ini banjir rumahku. Baru terjadi banjir begini, sebelumnya tidak pernah,” katanya.

Hal yang sama dialami Sakiah, yang kemudian mempertanyakan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kondisi yang dia alami.

“Sekarang, Pulau Kodingareng terendam banjir, di mana pemerintah yang selama ini berjanji akan memperbaiki pulau kami”, ujarnya.

Menurut Nur Herliati Hidayah, staf Pengorganisasian Rakyat WALHI Sulsel, banjir rob yang terjadi di Pulau Kodingareng dipicu oleh dua hal yakni gelombang yang tinggi dan hilangnya terumbu karang akibat aktivitas tambang pasir laut.

“Sudah jelas bahwa terumbu karang itu akan mengurangi terjadinya banjir rob karena akan memecah ombak dan mengurangi gelombang air, tapi tahun lalu, tambang pasir laut telah merusak terumbu karang di perairan Spermonde,” katanya.

Nur Herliati mendesak agar pemerintah Kota Makassar bertindak cepat untuk melindungi masyarakat pulau karena kondisi yang semakin genting dan butuh penanganan segera.

Menurut Yusran Nurdin Massa, aktivis dari Blue Forests, kondisi banjir saat ini harus dilihat sebagai dampak nyata dari terjadinya perubahan iklim.

“Perubahan iklim akibat pemanasan global semakin nyata ancamannya. Terjadinya kenaikan muka laut, ombak dan arus laut yang semakin keras menghantam pantai, banjir rob akan semakin sering terjadi sehingga ketahanan pesisir mestinya terus diperkuat.”

Menurutnya, resiliansi dalam konteks masyarakat semakin kuat mengadaptasi perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi dan biofisik juga mesti dikuatkan.

“Mangrove memegang peran untuk memperkuat ketahanan biofisik di pesisir. Penting untuk menjaganya dan memastikan fungsinya bisa terus terjaga di pesisir.”

 

Exit mobile version