Mongabay.co.id

Kala Hakim PTUN Jayapura Tolak Gugatan 2 Perusahaan Sawit

Aksi masyarakat adat dari Sorong agar lahan adat mereka kembali, Foto: Yayasan Pusaka

 

 

 

 

Kabar baik bagi lingkungan dan masyarakat adat Papua. Hakim PTUN Jayapura menolak gugatan dua perusahaan sawit PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) dan PT Papua Lestari Abadi (PLA). Keputusan disampaikan Bupati Sorong bersama kuasa hukum dalam temu media usai putusan 7 Desember lalu.

SAS dan PLA menggugat Bupati Sorong atas keputusan mencabut izin lokasi, izin lingkungan dan izin usaha perkebunan (IUP) mereka 27 April lalu. Gugatan didaftarkan di PTUN Jayapura dengan nomor perkara 31/G/2021/PTUN.JPR dan 32/G/2021/PTUN.JPR. Perkara 31 dengan hakim Masdin, Simson Seran, dan Aditya Permana Putra dan perkara 32 majelis hakim terdiri dari Masdin, Simson Seran, dan Muhamad Amin Putera.

SAS dan PLA mendapat konsesi masing-masing seluas 40.000 hektar dan 15.631 hektar, total 55.631 hektar. Dengan penolakan ini, keputusan Bupati Sorong mencabut izin-izin itu sah menurut hukum.

Johny Kamuru, Bupati Sorong bersyukur atas kemenangan ini. Ini, katanya, merupakan kemenangan bersama terutama masyarakat adat Papua di Sorong.

“Gugatan atas pencabutan izin ini merupakan pelajaran bagi kita semua dan kemenangan ini menjadi jalan pintu masuk bagi pengelolaan hutan berkelanjutan di Tanah Papua,” katanya.

Bupati didampingi kuasa hukum, Nur Amalia dan Pieter Ell,. Dia katakan, masih fokus pada gugatan PT Inti Kebun Lestari (IKL) di PTUN Jayapura.

“Kami bersama dinas terkait sedang menyusun program-program pada prinsipnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat di wilayah konsesi yang izinnya telah dicabut.”

 

Baca juga: Cerita Pemilik Ulayat Setelah Bupati Sorong Cabut Izin Perusahaan Sawit

Bupati Sorong menemui massa aksi yang mendukung pencabutan izin perusahaan sawit agar kembali ke masyarakat adat beberapa waktu lalu. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Juhari, Kuasa hukum SAS dan PLA mengatakan, belum mendapat putusan di E-court. Dia baru membaca di berbagai media berdasarkan rilis yang dilakukan oleh Bupati Sorong bersama kuasa hukumnya.

“Kalau seperti itu pasti kami bandinglah. Terhadap putusan itu kami akan banding.”

Juhari mengatakan, belum bisa berkomentar lebih banyak karena belum membaca pertimbangan hakim atas putusan ini.

 

Respon masyarakat

Silas Kalami, Ketua Lembaga Musyawara Adat (LMA) Malamoi berterima kasih kepada Hakim PTUN Jayapura yang memutus perkara ini. Dia juga berterima kasih kepada pihat termasuk kuasa hukum bupati, Jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat, Majelis Rakyat Papua, dan berbagai pihak yang membantu LMA Malamoi bersuara sepanjang perkara gugatan ini berlangsung.

“Ini kemenangan Masyarakat Adat Moi atas wilayah adatnya. Kami harap, ke depan investor maupun pemerintah kalau mau menggunakan lahan masyarakat adat, harus meminta izin kepada masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat sebelum melakukan aktivitas pembangunan.”

 

Baca juga: Dukung Bupati Sorong, Koalisi: Kembalikan Hak-hak Masyarakat Adat

Hutan mangrove di Kali Segun, Distrik Segun, Sorong. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Frany Simparante dari Yayasan Pusaka Bentara mengatakan, putusan ini sesuai harapan masyarakat adat.

“Tanah dan hutan adat yang sebelumnya mereka tidak tahu kalau sudah diberikan kepada perusahaan, ternyata setelah ada kasus ini, setelah ada gugatan ini baru mereka tahu bahwa perusahaan telah menguasai tanah dan hutan ada mereka unutk perkebunan sawit.”

Menurut dia, ini kemenangan besar untuk Masyarakat Adat Papua. Fakta di pengadilan dan di lapangan menunjukkan, perusahaan melanggar hak masyarakat adat dan mengancam kelestarian lingkungan. Hakim tak hanya melihat aspek yang digugat perusahan tetapi melihat fakta yang disampaikan masyarakat dan pejabat publik.

“Meskipun putusan pengadilan negeri tidak detal tapi ini tampak apa yang disampaikan oleh masyarakat dan pejabat publik terkait pelanggaran perusahaan didengar hakim,” katanya.

Dengan keputusan ini, selanjutnya masyarakat bisa mengelola sendiri wilayah adat berdasarkan pengetahuan dan sistem hukum mereka.

Sedangkan gugatan IKL dengan luas konsesi sekitar 34.400 hektar.

Perusahaan ini menggugat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Sorong atas pecabutan izin lokasi. Perusahaan ini juga menggugat bupati atas pencabutan izin lingkungan dan IUP. Gugatan ini jadi duakerkara Nomer 29/G/2021/PTUN.JPR dan 30/G/2021/PTUN.JPR.

Sidang dua perkara ini akan memasuki tahap kesimpulan pada 17 Desember 2021 dan keputusan keluar kemungkinan awal Januari 2022.

Hak ulayat Marga Fadan di Kampung Klamsan, Distrik Malabotom, Kabupaten Sorong masuk konsesi IKL. Dina Fadan berharap, hakim PTUN total gugatan IKL.

“Saya harapkan putusan dua perkara nanti, mengikuti dua putusan sekarang yang memenangkan Bupati Sorong. IKL jangan sampai masuk di hutan adat kami Marga Fadan.”

Keputusan berbagai perizinan tiga perusahaan itu, berdasarkan rekomendasi hasil evaluasi izin sawit di Papua Barat. Sebanyak 16 perusahaan dengan total luas 224.044,86 hektar di Papua Barat direkomendasikan untuk dicabut. Empat di Kabupaten Sorong.

Aksi mahasiswa di depan PTUN Jayapura beberapa waktu lalu. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

******

Foto utama: Aksi masyarakat adat dari Sorong sebelum putusan gugatan dua perusahaan sawit kepada Bupati Sorong di PTUN Jayapura, Foto: Yayasan Pusaka

Exit mobile version