Mongabay.co.id

Pertama di Indonesia Timur, Program Closed Loop Hortikultura di Sikka. Apa Keuntungannya Bagi Petani?

 

Lahan hortikultura milik Moeda Tani Farm beranggotakan 5 petani muda di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) pagi itu, Kamis (2/12/2021) tampak ramai.

Lahan seluas 5 Ha yang berada di samping kantor Bupati Sikka di Kota Maumere tersebut merupakan lahan pertanian hortikultura yang boleh dikatakan berbeda dengan lahan lainnya.

Terdapat mesin pompa air yang digerakan dari tenaga listrik yang berasal dari panel surya yang ada di kebun tersebut. Semua bedeng yang dilengkapi dengan plastik mulsa, dipasangi selang irigasi tetes.

Terdapat beberapa pekerja sedang menanam bawang merah. Ada yang sedang membuat bedeng dan menanam tomat. Selang irigasi tetes terlihat terpasang di semua bedeng.

Yance Maring selaku pengembang konsep Smart Farming dengan sistim irigasi tetes memaparkan berbagai alasan pembuatan kebun contoh hortikultura dengan sistim Kemitraan Closed Loop.

“Untuk lahan ini kita kembangkan sistim smart farming drip irrigation untuk efisiensi penghematan tenaga dan air,” sebut Yance sapaannya saat ditemui Mongabay Indonesia, Kamis (2/12/2021).

Yance katakan, pihaknya juga memasang alat guna memantau secara otomatis kondisi tanah, unsur hara, NPK, PH, kelembaban, suhu dan penggunaan air serta pupuk.

Menurutnya hal ini bisa dilakukan selama 24 jam melalui telepon genggam sehingga membantu petani untuk memantau kondisi lahan pertaniannya setiap saat.

baca : Petani Milenial di Sikka Kembangkan Teknologi Smart Farming. Apa Kelebihannya?

 

Penanaman perdana di lahan hortikultura sistim irigasi tetes smart farming milik kelompok Moeda Tani Farm di Maumere, Kabupaten Sikka, NTT yang dijadikan model kemitraan closed loop hortikultura. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Penggunaan Teknologi

Kementerian Pertanian menyebutkan, closed loop merupakan suatu pendekatan untuk mendorong perkembangan agribisnis berkelanjutan, melalui ekosistem digital.

Closed loop membentuk suatu rantai pasok dan rantai nilai produk hortikultura, dimana hasil pertanian akan memiliki pasarnya tersendiri.

Petani tidak lagi mencari pasar dari produk yang dihasilkannya melainkan petani didorong untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan pasar.

Yance menjelaskan, program closed loop di Kabupaten Sikka prosesnya panjang. Berawal di bulan Maret 2020 saat Kementerian Desa dan PDT serta Kemenko Perekonomian datang ke lahannya di Kelurahan Wailiti, Maumere. Mereka berdiskusi tentang apa yang harus dilakukan untuk petani muda hingga bersepakat membuat program closed loop kemitraan hortikultura.

Yance sebutkan, untuk melibatkan anak-anak muda itu sulit apalagi mengajak anak muda menjadi petani. Ia tahun 2019 terjun jadi petani dan menerapkan irigasi tetes dengan menerapkan teknologi saja, masih belum banyak anak muda terjun jadi petani.

“Meskipun petani tetapi mereka malu mengakui berprofesi petani. Kini setelah ramai diberitakan kesuksesan petani muda, mulai muncul petani-petani muda lainnya di Kabupaten Sikka bahkan NTT,” ucapnya.

baca juga : Petani Muda Keren Gobleg Kini Bisa Bertani Lewat Ponsel

 

Penanaman bawang merah di lahan yang menggunakan teknologo irigasi tetes smart farming di kebun milik kelompok Moeda Tani Farm, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Yance menegaskan, apabila anak-anak muda mulai sekarang tidak terjun menjadi petani maka 15 tahun ke depan Indonesia akan krisis petani. Kemitraan ini diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan produksi pertanian.

Dia sebutkan, penggunaan teknologi dan mekanisasi pertanian ke depannya mau tidak mau harus diterapkan. Produksi komoditi pertanian dalam skala besar bisa dilakukan asal ada jaminan produk yang dihasilkan terserap pasar.

Berkeliling berbagai wilayah di Indonesia memasang irigasi tetes smart farming, Yance melihat banyak pemodal besar terjun di sektor pertanian. Lahan yang dikembangkan mencapai puluhan hingga ratusan hektare dan produknya menyasar pasar ekspor.

“Meskipun sulit dan terkendala modal namun kami harus memulainya. Kita berharap dengan kemitraan closed loop membuat produk pertanian yang kita hasilkan tidak sulit dijual,” ungkapnya.

 

Menyambung Ekosistem

Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Hortikultura, Kemenko Perekonomian, Yuli Sri Wilanti menyebutkan, pihaknya mengkoordinasikan dan mensinergikan seluruh kementerian dan lembaga terkait untuk terlibat dalam closed loop.

Yuli melihat pertanian tidak bisa berdiri sendiri sehingga harus didukung banyak lembaga terkait. Apalagi sektor pertanian satu-satunya sektor yang tumbuh positif selama pandemi COVID-19 karena orang pasti butuh makan.

“Koordinasi yang kami lakukan menggandeng 17 institusi untuk bersama menggarap hortikultura di Sikka. Ini proyek closed loop pertama yang hadir di Indonesia Timur,” ucapnya.

Program closed loop hortikultura sudah diinisiasi dari 2020 dan pertama mulai di Kabupaten Garut yang menjadi sentra hortikultura di Jawa Barat lalu berpindah ke Sukabumi.

Yuli sebutkan pihaknya menyambungkan semua ekosistem dari hulu hingga ke hilir, sama-sama menghadirkan kolaborasi. Dia yakin berjalan baik maka bukan hanya hortikultura saja tetapi tanaman pangan lainnya serta perkebunan dan peternakan pun bisa mereplikasikannya.

baca juga : Ini Sistem Irigasi Tetes dan Penyiraman Tanaman Menggunakan Ponsel

 

Lahan bawang merah yang menggunakan teknologo irigasi tetes smart farming di kebun milik kelompok Moeda Tani Farm, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Menurutnya, NTT sangat kaya dengan seluruh komoditas termasuk rempah-rempah tinggal apakah kita mau melakukan bersama-sama dan menjalankannya dengan komitmen yang tinggi.

“Bukan soal menanam tetapi kita menjamin ketersediaan pangan yang dibutuhkan pasar, supply and demand bagaimana hulu dan hilir disambungkan. Ini yang selama ini menjadi kendala,” tuturnya.

Yuli mengatakan sebetulnya semua sudah melakukan tugasnya masing-masing tetapi bagaimana peran dan tugas itu disinergikan. Untuk itu,  semua perlu duduk bersama dan melakukan pendampingan sehingga bisa menginspirasi banyak pihak, menginspirasi para petani muda.

Pihaknya belajar dari pengembangan closed loop di Garut dan Sukabumi dimana petani disana sulit mendapatkan lahan diatas satu hektare Ia sebutkan, petani bisa menanam tapi tidak mendapatkan penghasilan memadai sebab butuh minimal sehektare sehingga bisa meningkatkan pendapatan.

“NTT banyak lahan tidur yang bisa digarap. Hortikultura punya potensi dimana dengan lahan terbatas, kebutuhan yang meningkat serta nilai ekonomi tinggi maka peluang itu sangat besar,” ucapnya.

Yuli menekankan ketersediaan pasokan dari hulu sampai hilir, membuat perencanaan produksi berdasarkan permintaan pasar dan membuat pola tanam yang diatur sehingga tidak terjadi over suply.

Lanjutnya, Presiden Jokowi tahun 2020 meminta agar program Kemitraan closed loop hortikultura direplikasi di seluruh Indonesia dengan target 2 juta petani hingga tahun 2023.

“Semua digitalisasi sejak pembibitan, penanaman, panen dan distribusi hingga ke pelaku pasar agar bisa dimonitor secara baik. Dengan begitu akan membuat semua stakeholder mudah untuk melihatnya,” terangnya.

baca juga : Dengan Irigasi Tetes, Menjangkau Milenial Agar Tertarik Jadi Petani

 

Petani milenial di Kabupaten Sikka, NTT, Yance Maring yang mengembangkan sistim irigasi tetes Smart Farming hasil pengembangan dari metode SMS dalam penyiraman dan pemukuman tanaman. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sentra Komoditi

Selama ini produk hortikultura di wilayah NTT kebanyakan didatangkan dari Sulawesi dan Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Padahal lahan pertanian di NTT bisa dikembangkan menjadi sentra hortikultura karena masih luas dan belum digarap.

Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kemendes PDTT, Samsul Widodo apapun yang kita tanam harus ada jaminan pasar sehingga pihaknya mendatangkan berbagai pihak yang mendukung.

Kata dia, kedepannya kalau mau mempelajari ekosistem hortikultura datanglah ke Sikka di kebun Moeda Tani Farm yang dimiliki anak-anak muda.

“Sukses di Jawa itu biasa tapi kalau kita melakukan itu di NTT dengan politik lokal yang sangat kritis, itu luar biasa. Kami punya obsesi setiap kabupaten sentra komoditas, ada anak-anak muda yang bisa melakukan ekspor,” ucapnya.

Samsul berpikir bagaimana agar bisa mengganti produk-produk industri dengan produk-produk dari desa yang bisa menjangkau hotel dan restoran berkelas sebab ada potensi yang besar yang harus dimulai.

Dia sebutkan, apa yang dilakukan di kebun petani muda di Sikka untuk menguji apakah bisa diterapkan di NTT program Kemitraan Closed Loop Hortikultura ini.

“Bicara closed loop bukan hanya menanam, tetapi ada kepastian pasar. Harus ada jaminan produk petani bisa diserap pasar,” pungkasnya.

 

Exit mobile version