Mongabay.co.id

Mesin Mati dan Kotornya Laut Akibat Sampah Lintas Pulau

 

Kebahagiaan kami adalah melihat laut yang bersih. Demikian kalimat mutiara yang disisipkan di sticker kampanye Hari Perikanan Sedunia (World Fisheries Day) 2021 ini. Asa sederhana namun rumit dan sangat berdampak pada warga, nelayan, transportasi lintas pulau, dan satwa laut.

Tantangan ini juga terlihat di salah satu kampung nelayan kecil penangkap tuna di Kelurahan Jambula, Ternate, Maluku Utara. Warga beberapa RT berkumpul di pantai, kemudian menyebar untuk mengumpulkan sampah anorganik yang menumpuk bebatuan dan celah beton krib laut.

Tak mudah mengais sampah yang sudah lama tenggelam dan menumpuk di bebatuan. Ada karung, tali, bekas jaring, dan styrofoam yang hancur menjadi remahan. Beberapa mengatakan selain sampah dari darat atau warga yang buang sembarangan, tumpukan sampah juga dari sampah kiriman.

Panorama laut di kampung ini sungguh melegakan mata dan jiwa. Cakrawala berdampingan atau seolah terlihat satu garis dengan Pulau Maitara, Gunung Tidore, dan gugusan pulau lain yang memanjang di perairan Maluku Utara. Laut makin hidup dengan kegembiraan wajah anak-anak bermain dan melompat di laut tiap senja mulai menyapa.

Namun, sampah-sampah di krib penahan ombak membuat panorama indah memudar. Laut yang indah dan sumber penghasilan ini menjadi halaman belakang pemukiman, tak heran sulit memantau pembuangan sampah sembarangan ke laut atau pembakaran sampah di beberapa sudut.

Ama, seorang ibu meyakini jika lautnya bersih maka pengunjung akan banyak datang. Namun, ia mengakui penanganan sampah ini tak mudah. Selain kesadaran warga, sarana prasarana penampungan dan pengangkutan sampah belum cukup. “Kitorang pu panorama indah, orang kan datang,” ujarnya sambil menunjuk pulau-pulau dan gunung di kejauhan.

baca : Sampah, Ancaman Serius Laut Ternate

 

Gotong royong membersihkan sampah yang tertimbun di bebatuan sempadan laut di Kelurahan Jambula, Ternate. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Belasan karung sampah yang berhasil dikumpulkan puluhan warga dibawa ke pinggir jalan untuk diangkut. Namun tak sedikit yang harus dibakar di beberapa titik.

Yusuf Marha, salah seorang ketua RT di kelurahan yang ikut dalam pembersihan laut dalam rangkaian World Fisheries Day (WFD), 20 November 2021 yang difasilitasi Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI). Yusuf mengatakan sebagian rumah belum ada penampungan sampah. Ia berharap ada sejumlah titik bak penampungan. “Masih ada (buang sampah) menuju pantai, dari dulu sampai sekarang, Alhamdullilah sekarang bisa menurun,” katanya.

Untuk mengurangi pembuangan sembarangan ke laut, menurutnya perlu ada banyak titik penampungan sampah di pantai. Kemudian perlu ada sanksi bagi pelanggar atau teguran. Tapi ia menyebut, dibandingkan sebelumnya, sudah 80% warga tidak buang sampah ke pantai lagi.

Perubahan perilaku juga harus dimulai sejak dini. Mendengar dan berdiskusi dengan anak-anak di kampung ini sangat menyenangkan. Sejumlah anak-anak yang ditemui di pangkalan, gardu tempat berteduh dan duduk-duduk di pantai ini mudah bicara dengan orang dewasa. Usai makan nasi kuning, seorang anak membuang kertas minyak pembungkus ke selokan yang mengarah ke laut. Namun, setelah diajak membahas kenapa laut harus bersih, ia segera mengambil sampahnya dan dibawa ke titik pembakaran sampah di samping gardu.

Tim MDPI Ternate juga membuat sesi edukasi pengenalan sampah dan satwa laut dilindungi ke sekolah SD Negeri 65 Kota Ternate. Puluhan anak-anak diajak bermain kuis untuk menjawab berapa lama yang dibutuhkan aneka jenis sampah anorganik itu hancur. Misalnya puntung rokok bisa sampai 5 tahun, gelas plastik 50 tahun, dan botol plastik sampai 450 tahun. Anak-anak diajak berkenalan dengan sampah yang bisa membusuk dan tidak.

Sampah plastik sudah menyergap mata ketika melongok ke laut yang membentang di belakang mall, pasar, pertokoan, dan hypermart di Kota Ternate usai mendarat di bandar udara setempat. Kota ini berdampingan dengan laut dengan panorama gugusan pulau dan gunung yang eksotis. Namun, ketika mendekati bibir pantai atau krib pembatas, sebaran sampah styrofoam dan plastik mudah terlihat.

Ketika menyeberang dari Pulau Tidore ke Ternate, speedboat juga terhenti beberapa menit karena kapten mengatakan baling-baling mesinnya mati tersangkut sampah. Kapal terombang-ambing di tengah laut sekitar 10 menit. Sampah plastik dan botol juga nampak mengambang di permukaan laut kena pantulan cahaya bulan yang nampak membulat penuh.

baca juga : Ulfa Zainal, Daur Ragam Sampah jadi Karya Seni dan Sumber Ekonomi

 

Kampanye bahaya sampah anorganik dengan latar senja di Jambula, Ternate. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Terkait jenis sampah, Techno Jurnal Penelitian pada Juli 2018, menerbitkan riset bertajuk Sampah Rumah Tangga di Ternate oleh Bahtiar, Zulkifli Ahmad, Wiyana Pobi dari Program Studi Pendidikan Biologi dan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Khairun, Ternate.

Sebagai salah satu kota pulau kecil yang berkembang pesat, masalah sangat mendasar di Ternate adalah timbulan sampah di tempat-tempat terbuka. Dikutip dari jurnal, berdasarkan hasil penelitian 60 responden, komposisi sampah rumah tangga di Kota Ternate terbanyak adalah bungkus snack/kemasan instan 16,53%, sisa makanan 12,24%, tas kresek 10,03%, sisa potongan sayur dan buah 9,12%, bungkus rokok 10,5%, pampers 7,51%.

Berdasarkan hasil survei awal oleh peneliti pada tanggal 23 Februari 2017 di pemukiman warga masyarakat Kota Ternate dari hasil pengamatan, selama ini sampah dikelola dengan konsep buang begitu saja (open dumping), buang bakar (dengan incenerator atau dibakar begitu saja), gali tutup (sanitary landfill) Ternyata tidak memberikan solusi yang baik, apalagi jika pelaksanaanya tidak disiplin. Peneliti mencatat, perlu dicari solusi penanganan sampah kota yang tepat, yang mampu mengurangi menumpuknya timbunan sampah, sampai mencapai taraf zero waste.

Jumlah penduduk Kota Ternate 212.997 jiwa, luas wilayah 111,39 km2 dengan kepadatan 1.865,42 jiwa per km2 (BPS Kota Ternate, 2016). Penduduk tersebut tersebar pada 7 kecamatan, yaitu Kecamatan Pulau Ternate, Kecamatan Moti, Pulau Batang Dua, Hiri, Ternate Selatan, Ternate Tengah, dan Kecamatan Ternate Utara.

Data 2020 yang dikutip dari website tanda seru menyebutkan volume sampah di Kota Ternate dalam sehari mencapai 100 ton. Dari angka tersebut, hanya 80 ton yang terangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Kepala Bidang Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Ternate Yus Karim, dikutip dari berita ini mengungkapkan, 20 ton sampah yang tak terangkut itu dikenal dengan sebutan sampah luar biasa. Sampah jenis inilah yang berakhir di kali mati (barangka) dan laut. Pada periode 2017-2019, dalam sehari volume sampah yang dihasilkan warga Kota Ternate sebanyak 60 sampai 65 ton. Pada 2020, DLH mencatat volume sampah yang terangkut ke TPA sebanyak 80 ton per hari.

baca juga : Mangrove Terakhir Ternate Dibabat, Burung dan Ikan Lenyap, Rumah Warga Kebanjiran

 

Salah satu keluarga nelayan memanfaatkan lahan sempit untuk berkebun, ini salah satu solusi penanganan sampah agar tak jadi area pembakaran dan pembuangan sampah.Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Solusi swadaya warga

Sejumlah papan peringatan bahaya sampah laut terlihat di sejumlah pantai dan pelabuhan di Pulau Ternate dan Tidore. Selain larangan juga ada informasi berapa lama yang dibutuhkan sejumlah sampah anorganik untuk hancur.

Para nelayan juga resah dengan sebaran sampah-sampah laut ini. Mereka menggantungkan diri pada hasil tangkapan. Namun, proses memancing atau menjaring kini makin terhambat dengan sebaran sampah anorganik di permukaan laut.

Nelayan kelompok fair trade dampingan MDPI di Pulau Bisa dan Sanana, Maluku Utara juga melakukan kegiatan bersama seluruh masyarakat untuk mengajak agar lebih giat mempraktikkan perikanan berkelanjutan, menjaga laut agar bebas dari sampah, dan melindungi satwa terancam punah.

Kegiatan dijalankan dengan cara yang begitu beragam, termasuk panjat pinang di air hingga lomba tarik tambang sembari mendayung sampan, juga ilustrasi Pohon Harapan oleh siswa Sekolah Dasar yang ingin ekosistem perikanan di Indonesia menjadi lebih baik di masa depan. Di Morotai, selain lomba balap kapal dan lomba renang bersama masyarakat.

Salah satu program lingkungan termasuk pengelolaan sampah bisa dibiayai dari dana premium, tambahan hasil dari penjualan tuna yang dimiliki kelompok nelayan fair trade. Rahman Pelu, Koordinator Daerah MDPI Maluku Utara mengatakan MDPI sudah mengembangkan sejumlah sistem perikanan fair trade yang akan meningkatkan penghasilan nelayan kecil jika diterapkan.

“Manfaat sertifikat fair trade, bisa mendapatkan dana premium yang digunakan untuk program lingkungan dan sosial oleh nelayan,” katanya. Salah satunya kelompok fair trade di Kota Ternate menggunakan sejumlah dana premium untuk mengadakan tong sampah di sejumlah titik untuk mengurangi sampah dibuang sembarangan termasuk berakhir di laut.

Salah satu prinsip pengelolaan sampah yang efektif adalah pemilahan. Limbah oraganik tidak akan jadi sampah tapi malah jadi material organik untuk diolah jadi kompos padat dan cair. Terlebih jika warga memiliki kebun-kebun pekarangan rumah. Salah satunya adalah kebun yang dibuat Aryanti, istri nelayan di Jambula. Ia bisa menanam sayuran, rica (cabai), dan bumbu dapur dari sepetak lahan samping rumahnya. Pengelolaan kebun mengurangi timbunan sampah dan hasil komposting bisa bermanfaat.

 

Exit mobile version