Mongabay.co.id

Mendukung Pelabuhan Perikanan di Aru, Pemerintah Agar Sejahterakan Masyarakat Lokal

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengunjungi Pelabuhan Perikanan Benjina yang terletak di Kepulauan Aru, Maluku, Selasa (30/11/2021). Dia mendukung penuh pelabuhan tersebut beroperasi kembali untuk menggenjot geliat perikanan di Maluku serta mendukung implementasi penerapan kebijakan penangkapan terukur.

“Persiapkan dengan baik agar 2022 pelabuhan ini dapat segera dioperasikan dan roda perekonomian bergerak,” ujar Menteri Trenggono

Pelabuhan Perikanan Benjina yang dikelola oleh pihak swasta ini, sempat beroperasi hingga 2014. Namun aktivitasnya kian meredup seiring terbongkarnya kasus perbudakan ABK asing yang bekerja di salah satu perusahaan perikanan yang beroperasi di sana.

Kembali beroperasinya Pelabuhan Perikanan Benjina dianggap penting untuk mendukung mata pencaharian masyarakat sekitar sebagai nelayan. Pelabuhan Benjina memiliki dermaga dengan kapasitas tampung hingga 100 kapal dengan panjang dermaga hingga 62 meter.

“Tenaga ABK harus dari nelayan lokal. Selain nilai tukar meningkat, lalu kita arahkan mereka juga ke budidaya. Maka mereka akan lebih sejahtera,” tegas Menteri.

baca : Pusat Ekonomi Baru dari Lumbung Ikan Nasional Maluku

 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono saat melihat Pelabuhan Perikanan Benjina di Kepulauan Aru, Maluku, akhir November 2021. Foto : KKP

 

Seiring rencana kembali beroperasinya pelabuhan perikanan ini, kapal-kapal yang sudah lama bersandar dan mengalami kerusakan tengah dalam perbaikan. Total ada 36 kapal yang diperbaiki di Ambon.

Trenggono menjelaskan, keberadaan pelabuhan ini sekaligus dapat mendukung implementasi kebijakan penangkapan terukur yang mulai diberlakukan awal tahun 2022 dan program Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN).

Melalui kebijakan penangkapan terukur, pendaratan ikan harus dilakukan di pelabuhan yang tidak jauh dari area penangkapan, agar tercipta distribusi ekonomi ke daerah sehingga tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.

“Ini bisa menjadi momentum untuk menghidupkan kembali roda ekonomi. Kalau ekonomi bergerak suppliernya kan banyak juga untuk masyarakat sekitar,” tegas Menteri Trenggono.

 

Fasilitas pokok

Sementara Bupati Kepulauan Aru, dr. Johan Gonga, mengatakan siap membantu memperbaiki fasilitas pelabuhan demi kelancaran perekonomian tangkap di sana.

Untuk operasional pelabuhan diperlukan fasilitas pokok seperti dermaga, drainase, kolam pelabuhan. Kemudian fasilitas fungsional seperti tempat pemasaran ikan, fasilitas air bersih, es dan listrik, fasilitas pemeliharaan kapal dan fasilitas lainnya. Serta fasilitas penunjang seperti balai pertemuan nelayan, pengelolaan pelabuhan, keselamatan pelayaran, serta karantina ikan.

“Kami siap bantu, beserta Pemda dan pihak-pihak yang terkait agar 2022 segera bisa dimulai,” ujar Johan.

baca juga : Support LIN, Maluku Harus Cerdas dan Bijak Kelola Kekayaan Lautnya 

 

Petugas dari KKP memeriksa kapal-kapal Antasena milik PT. PBR di Benjina, Aru, pada Jumat (03/04/2015) yang menemukan ternyata ABK-nya adalah Warga Negara Asing asal dari Thailand, Myanmar, Laos dan Kamboja. Foto : KKP

 

Menanggapi persoalan tersebut, Welem Waileruny, Dosen FPIK Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon menyebut, Kabupaten Kepulauan Aru ada dalam WPP 718 yakni Laut Arafura dengan besar potensi sumberdaya perikanan 21 persen dari Potensi Perikanan Nasional sesuai Kepmen KP No.50/Kepmen-KP/2017.

“Mungkin ada perubahan potensi SD Perikanan setelah dikeluarkan yang baru oleh Komnas Kajiskan,” katanya kepada Mongabay, Sabtu (11/12/2021).

 

Arafura potensial

Fakta menunjukkan, kata dia, bahwa Laut Arafura merupakan salah satu daerah penangkapan potensial di Indonesia sejak dulu. Meski begitu, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Dimana, masyarakat Kepulauan Aru termasuk dalam kelompok masyarakat termiskin di Indonesia.

“Ironis memang, lautnya kaya dengan sumberdaya perikanan, namun masyarakatnya begitu miskin. Memang di sana ada orang-orang kaya namun kekayaan hanya menumpuk pada sebagian kecil masyarakat,” ujarnya.

Menurut Sekjen DPD Himpunan Alumni IPB Maluku ini, ada jurang yang dalam antara sebagian kecil masyarakat dan kebanyakan masyarakat lokal di sana. Dengan demikian, tepat jika Menteri Perikanan dan Kelautan kembali mengaktifkan Pelabuhan Perikanan di Desa Benjina yang sudah sekian lama dibiarkan menganggur.

Pengaktifan kembali Pelabuhan Perikanan yang ada memungkinkan aktifitas ekonomi akan tumbuh dan perekonomian masyarakat sekitar akan sedikit terbantu.

Kondisi ini akan lebih membantu jika penyerapan tenaga kerja lebih diutamakan untuk tenaga kerja lokal sebagaimanan disampaikan Menteri, karena apalah gunanya jika semua itu dilakukan lalu pekerjanya didominasi  tenaga kerja dari luar. Sementara masyarakat lokal terutama masyarakat adat, hanyalah penonton atau buruh kasar pada level terendah.

perlu dibaca :  Jemput LIN, Maluku Harus Siapkan SDM, Etos Kerja dan Bicara Anggaran

 

Ilustrasi. Nelayan ikan Tuna di Desa Bere-bere, Pulau Morotai, Maluku Utara sedang menurungkan hasil tangkapannya. Foto : USAID

 

Tenaga kerja luar

Welem mengatakan, eksploitasi sumberdaya perikanan di Laut Arafura sudah berlangsung sejak dulu secara intensif oleh industri penangkapan ikan skala besar. Walapun demikian, kondisi ekonomi masyarakat adat tidak beranjak secepat tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan yang ada.

Hal ini diakibatkan lantaran semua hasil yang dieksploitasi dan uangnya dibawa keluar. Sisi lain, katanya, tenaga kerja lebih banyak datang dari luar.

Kenyataan menunjukkan bahwa saat ini ada ratusan bahkan ribuan kapal yang beroperasi di Laut Arafura, namun masyarakat adat hampir tidak ada di sana. Sehingga itu, butuh kerja keras Pemerintah Daerah dan topangan Pemerintah Pusat, agar kesenjangan sosial masyarakat adat dapat terjembatani.

Menurutnya, Kabupaten Kepulauan Aru secara keseluruhan tergolong dataran rendah. Dengan demikian, tidak banyak lahan darat yang dapat dijadikan lahan pertanian atau perkebunan yang besar sehingga ketergantungan utama masyarakat adalah laut dengan hasil perikanannya.

Menteri sudah memberikan isyarat bahwa nelayan (ABK) kapal-kapal penangkap ikan adalah tenaga kerja lokal. Pertanyaannya kemudian, lanjutnya, kebijakan lanjutan apa yang dilakukan Menteri untuk menekan para pengusaha harus menggunakan tenaga kerja lokal.

“Selain itu, sejauh mana pemerintah darah mempersiapkan tenaga kerja lokal untuk ada dalam pertarungan itu,” ujarnya.

Menurutnya, jika tidak ada kebijakan lanjutan Menteri Perikanan dan Kelautan, dan didukung upaya pemerintah daerah mempersiapkan tenaga kerja, selain mendukung masyarakat adat untuk ada dalam aktifitas ekonomi pendukung industri penangkapan ikan, maka dipastikan kondisi masyarakat adat kian hari akan lebih buruk dari hari-hari sebelumnya.

Artinya, gaya hidup, cara kerja, cara pandang masyarakat terhadap masa depan harus diubah. Dimana, pemerintah tidak boleh tinggal diam dengan kegiatan rutin, lalu membiarkan masyarakat berinisiatif sendiri.

“Jika ketimpangan sosial dibiarkan maka konflik sosial pasti akan terjadi. Bahkan perampasan atas hak-hak masyarakat adat lokal juga akan terjadi,” katanya.

 

Ilustrasi. Pengukuran ikan tuna milik nelayan Jambula, Ternate, Maluku Utara oleh enumerator MDPI. Foto : MDPI

 

Kesejahteraan masyarakat

Dia menegaskan, pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai amanat UUD, bahwa bumi air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya harus digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

Masyarakat lokal terutama masyarakat adat berhak menikmati kekayaan alam yang ada. Artinya, mereka bukan subjek tetapi objek pembangunan. Menurutnya, kekayaan alam bukan saja diperuntukkan bagi sekelompok masyarakat, tetapi kolektifitas masyarakat.

Masyarakat adat, kata dia, memang lemah dari sisi modal, ketrampilan, etos kerja dan teknologi. Karena itu, mereka harus dibina, dilatih, diberikan suntikan modal dan pendampingan.

“Mereka juga harus dihukum atas berbagai tindakan perusakan lingkungan atau kejahatan lain jika itu terjadi.  Namun mereka juga harus diperlakukan adil di depan hukum, mereka tidak boleh dimanfaatkan oleh kepentingan apapun,” tegasnya.

Dia juga mengatakan, langkah Bupati Kepulauan Aru, membantu memperbaiki fasilitas pelabuhan merupakan tindakan yang tepat. Namun harus dipastikan, manfaatnya tidak jatuh lebih besar untuk kepentingan para investor tetapi lebih ke masyarakat Aru.

Selain itu harus ada kebijakan, mendorong dan mempersiapkan masyarakat ada dalam setiap aktifitas ekonomi yang muncul. Pemerintah harus mampu mengidentifikasi aktifitas ekonomi yang muncul dari kegiatan penangkapan ikan yang berbasis di pelabuhan perikanan dan mempersiapakan bahkan memfasilitasi masyarakat adat untuk terlibat.

“Sehingga uang rakyat yang digunakan itu bermanfaat sebesar-besarnya untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat Aru, bukan untuk meningkatkan keuntungan investor,” ujarnya.

 

Exit mobile version