Mongabay.co.id

Delapan Individu Orangutan Dilepasliarkan di TNBBR, BOSF: Rehabilitasi Butuh Waktu

 

 

Delapan individu orangutan kembali dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya [TNBBR] di Kabupaten Katinangan, Kalimantan Tengah. Semuanya merupakan hasil rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng yang dikelola Yayasan Borneo Orangutan Survival [BOSF]. Pelepasliaran dibagi dua fase, empat individu diberangkatkan Selasa [14/12] dan empat lainnya dilakukan Kamis [16/12]. Total, empat jantan dan empat betina.

CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite, kepada Mongabay melalui sambungan seluler, Rabu [15/12/2021] mengatakan, proses pelepasliaran ini hasil kerja sama lembaganya dengan BKSDA Kalimantan Tengah dan Balai TNBBR.

“Penerapan protokol kesehatan secara ketat dilakukan karena masih pandemi COVID-19. Jadi, orangnya terbatas dan sebelumnya telah melakukan test PCR,” ujarnya.

BOSF sudah bekerja di wilayah TNBBR sejak 2016. Hingga saat ini, sudah 185 individu orangutan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan. Menurutnya, TNBBR masih berpotensi menampung sekitar seratusan orangutan hasil rehabilitasi untuk dilepasliarkan.

“Orangutan yang sudah dilepasliarkan terus dipantau, makanya ada tim di sana. Monitoring itu melihat data apakah orangutan survive atau tidak,” ujarnya.

Proses pelepasliaran, lanjut Jamartin, tidak mudah. Sebelum dinyatakan lulus, orangutan yang direhabilitasi harus menjalani beberapa tahapan. Di pusat rehabilitasi, ada Sekolah Hutan. Di sana orangutan diajarkan untuk liar kembali. Harus bisa mencari makan sendiri, memanjat pohon, mengenali ancaman bahaya, membuat sarang dan sebagainya.

“Setelah lulus, mereka pindah ke tahap berikutnya, ke pulau pra-pelepasliaran. Di sana masih mendapat tambahan makanan pada sore dan malam hari. Setelah itu dievaluasi, sebelum dikirimkan ke hutan.”

Begitu pun untuk kesehatan. Orangutan yang akan dilepasliarkan harus dipastikan terbebas i berbagai macam penyakit seperti TBC, hepatitis, dan COVID-19.

“Data kami menunjukan, mereka aman di TNBBR. Sudah ada yang berkembang biak  alami,” terangnya.

Baca: Fokus Cegah Corona, Pusat Rehabilitasi Orangutan BOSF Ditutup Sementara

 

Perjalanan melintasi sungai harus ditempuh saat menuju lokasi pelepasliaran orangutan di TNBBR, pada 14 dan 16 Desember 2021. Foto: BOSF/Indrayana

 

Tidak sembarang

Jamartin bilang, pihaknya tidak sembarangan memilih lokasi pelepasliaran.

“Syarat tempat pelepasliaran adalah tersedia pohon-pohon pakan alami dan tingkat bahayanya tidak terlalu besar. Itu mengapa kita areal pelepasliaran remote sekali, harus ditempuh sekitar dua hari perjalanan, hujan dan lainnya,” terangnya.

Pandemi COVID-19 menjadi tantangan tersendiri dalam upaya rehabilitasi orangutan. Protokol kesehatan ekstra ketat harus ketat harus dijalankan guna memastika orangutan tetap aman.

“Orang luar dan peneliti tidak boleh masuk. Pertukaran staf di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dihentikan. Semua tim, setiap minggunya harus melakukan swab antigen. Kalau ada yang positif, akan lanjut ke PCR. Protokol biasa seperti cuci tangan, pakai desinfektan tetap dilakukan. Sampai hari ini, tidak ada orangutan yang kena COVID,” katanya.

Saat ini, di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng ada 284 individu orangutan. Sementara, di Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari di Kalimantan Timur ada 126 individu.

Untuk melestarikan populasi orangutan butuh kerja sama semua pihak. Tidak hanya dengan pemerintah tetapi juga melibatkan masyarakat dan kalangan dunia usaha.

“Saya ingin menegaskan, Yayasan BOS sudah 30 tahun bekerja di bidang penyelamatan dan perlindungan orangutan. Kami akan tetap bekerja untuk orangutan dan habitatnya di Kalimantan,” papar Jamartin.

Baca: Sedih, Orangutan Ini Mencari Makan di Kawasan Tambang Kalimantan Timur

 

Pelepasliaran orangutan di habitatnya, TNBBR. Foto: BOSF/Indrayana

 

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Kalimantan Tengah, Nur Patria Kurniawan, menyambut baik upaya pelepasliaran orangutan tersebut. Dia mengatakan, rentang masa rehabilitasi berkisar 5 hingga 15 tahun, yang membuktikan proses ini cukup lama.

“Pelepasliaran merupakan tahapan dalam sebuah proses panjang yang mencakup penyelamatan, rehabilitasi, pelepasliaran, dan pemantauan teratur di habitatnya,” ujarnya.

Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya [TNBBBR] Agung Nugroho mengatakan, perjalanan orangutan menuju titik-titik pelepasliaran di DAS Hiran cukup panjang dan menantang. Pihaknya harus melalui jalur darat dan sungai yang memakan waktu 15-20 jam, termasuk istirahat.

“Balai TNBBBR bersama BKSDA Kalimantan Tengah dan Yayasan BOS serta para pihak lain, telah melepasliarkan 185 orangutan sejak tahun 2016, termasuk yang sekarang. Total orangutan yang dilepasliarkan sejak 2016 di kawasan TNBBR wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, sebanyak 241 individu dan termonitor lima kelahiran baru di alam.”

Baca juga: Aturan Ketat Pelepasan Satwa Liar Selama Pandemi, Seperti Apa?

 

Orangutan yang berada di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng [Kalimantan Tengah], BOSF. Foto: Dok. BOSF

 

Bayi orangutan

Berita gembira juga datang dari Suaka Margasatwa Lamandau [SML] Kalimantan Tengah. Satu Individu bayi orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus] dari induk bernama Camelia telah lahir. Ini menjadi kelahiran ke-92 dalam kurun waktu 2003 sampai 2021 di area soft release SML.

Sebelumnya, orangutan Camelia terpantau hamil sejak bulan September 2021. Pada 1 Desember 2021, Camelia datang ke Camp Pelepasliaran dan Pemantauan Gemini di SML dengan menggendong bayinya, diberi nama Tasia, yang diperkirakan berusia kurang satu minggu.

“Adanya kelahiran menandakan bahwa area soft release cukup representatif dan animal welfare memadai. Semoga, bayi orangutan sehat dan dapat survive di habitatnya,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [KSDA] Kalimantan Tengah Nur Patria, melalui keterangan tertulis.

Tahun 2016, Camelia telah melahirkan bayi pertama bernama Charles. Saat ini, terpantau tiga  individu orangutan lain hamil yakni Berline di Camp Buluh serta Max dan Sakura di Camp Gemini.

“Balai KSDA Kalimantan Tengah dan OF-UK Indonesia akan selalu mengawasi dan memperhatikan kesehatan orang utan di SML. Terlebih yang terpantau hamil, agar kesehatan sang induk dan kandungannya terjaga,” pungkas Nur Patria.

 

 

Exit mobile version