Mongabay.co.id

Pulihkan Ekosistem Teluk Ambon, IJTI dan Komunitas Lingkungan Tanam Mangrove

 

Untuk memulihkan kembali ekosistem di pesisir Pantai Teluk Ambon, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Maluku, menggandeng sejumlah komunitas pecinta lingkungan di daerahnya melakukan penanaman mangrove.

Kegiatan bernama IJTI Go To Green ini dipusatkan  di Pesisir Pantai Lateri, Kecamatan Baguala, Sabtu (18/12/2021), melibatkan antara lain Moluccas Coastal Care (MCC), The Mulung Community, Perekayasa (Inovator) Ahli Madya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2LD-LIPI) Daniel Pelasula, Pelajar dari SMA Negeri 5 Ambon, Mahasiswa Jurnalistik IAIN Ambon, Pemerintah Negeri Halong, Kelurahan Lateri, Aparat Polresta Ambon, Kejaksaan Tinggi Maluku, serta masyarakat sekitar. Jenis mangrove yang ditanami yakni Sonneratia sp.

Said Hatala, Ketua panitia kegiatan mengatakan, penanaman mangrove merupakan salah satu cara agar setiap orang peduli terhadap lingkungan sekitar. Sisi lain, untuk menjaga keseimbangan ekosistem serta mengasah kepedulian terhadap daerah pesisir di Pulau Ambon.

“Program tanam mangrove ini sebagai upaya menumbuhkan kesadaran sekaligus membudayakan gemar menanam, dan memelihara pohon sebagai sikap hidup dan budaya bangsa, khususnya pada ekosistem mangrove dan hutan pantai,” ujarnya.

Tanam mangrove ini juga, sebagai upaya penanggulangan degradasi lahan dan kerusakan lingkungan pada ekosistem mangrove dan hutan pantai. Kemudian upaya pencegahan bahaya intrusi air laut, gelombang abrasi, adaptasi mitigasi tsunami, meningkatkan serapan karbon, meningkatkan estetika kawasan mangrove hutan pantai, dan meningkatkan perekonomian masyarakat melalui ekowisata mangrove hutan pantai.

“Kemudian, upaya meningkatkan produktivitas lahan pada ekosistem mangrove hutan pantai, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” jelasnya.

baca : Bersih Laut, Cara Kaka Slank, Ridho dan EcoNusa Menata Ekosistem di Maluku

 

Kegiatan penanaman mangrove di pantai Teluk Ambon, Maluku,Sabtu (18/12/2021) oleh IJTI, Moluccas Coastal Care (MCC), The Mulung Community, dan P2LD-LIPI. Photo: Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia.

 

Ia menyebutkan program Presiden Jokowi dengan menanam mangrove telah menegaskan komitmen pemerintah mengatasi perubahan iklim lewat rehabilitasi hutan bakau atau mangrove. Pemerintah berencana memperbaiki 34 ribu hektare hutan bakau hingga akhir tahun ini.

“Jokowi menyampaikan hutan bakau 4-5 kali lebih baik dari hutan tropis dalam urusan menyimpan karbon. Dengan begitu, hutan bakau jadi salah satu solusi Indonesia dalam menekan emisi karbon penyebab perubahan iklim,” katanya.

Komitmen ini sudah disampaikan Jokowi dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-76. Dimana, Indonesia akan menerapkan kebijakan pembangunan rendah karbon dan teknologi hijau.

“Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, sekitar 3.36 juta hektar atau 20 persen dari luasan mangrove dunia. Sehingga, penting memelihara, merawat dan merehabilitasi mangrove rusak,” kutip Said.

Dalam siaran pernya, Menteri LHK Siti Nurbaya menyebutkan hutan mangrove mampu menyimpan karbon (carbon sinks) sebanyak empat sampai lima kali lebih banyak daripada hutan tropis daratan, terutama kandungan dalam tanah (coverground).

Untuk percepatan pencapaian nationally determined contribution (NDC) Indonesia, mangrove memberikan kontribusi besar dalam penyerapan emisi karbon.

Christ Belseran, Sekretaris IJTI Pengurus Daerah Maluku mengatakan, pelaksanaan penanaman mangrove ini merupakan bagian dari program kerja, dimana IJTI untuk mengkampanyekan isu perubahan iklim.

baca juga : Pesan Presiden: Rawat Mangrove buat Jaga Pesisir, Ekonomi Masyarakat sampai Serap Emisi Karbon

 

Mahasiswa IAIN Ambon partisipasi melakukan penanaman mangrove di pesisir Pantai Teluk Ambon, Maluku. Photo: Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Alami Degradasi

Perekayasa Ahli Madya P2LD-LIPI, Daniel Pelasula mengungkap, beberapa riset yang dilakukan para peneliti pada 1998, kawasan hutan mangrove di Teluk Ambon seluas 49 hektare. Namun di 2008 berkurang menjadi 33 hektare. Kondisi ini lantaran kepentingan pembangunan, baik oleh pemerintah maupun swasta.

“Karena pembangunan sehingga terjadi degradasi ekosistem di pesisir laut,” ungkapnya.

Dia mengatakan, sudah 40 tahun lebih mereka melakukan riset terhadap Teluk Ambon. Ada tiga ekosistem yang lengkap di Teluk Ambon, diantaranya mangrove, lamun dan terumbu karang, namun mengalami degradasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada kurun 1970-1990, katanya, Perum Perikanan menyuplai industri perikanan yang besar di Ambon.

Salah satu penunjang perikanan terbesar adalah Teluk Ambon bagian dalam, karena menyuplai ikan umpan kepada nelayan untuk melakukan penangkapan di Laut Banda. Dalam perkembangnya, ikan umpan semakin berkurang, dan banyak dicari di laut Pelita Jaya, Kabupaten Seram Bagian Barat.

Kenapa ikan umpan berkurang, bahkan nelayan juga berkurang, karena pembangunan restoran yang tidak ramah lingkungan, bahkan tanpa memikirkan hak-hak masyarakat sekitar. Jadi, kata dia, salah satu penyebab rusaknya ekosistem mangrove, karang dan lamun adalah degradasi akibat pembangunan restoran.

“Kenapa alami degradasi, pertama soal alih fungsi lahan. Banyak bangunan-bangunan yang mengkonversi lahan menjadi pemukiman. Dan itu diizinkan oleh instansi-instansi. Dulu banyak nelayan mengambil ikan umpan di Teluk Ambon, kini berpindah ke lokasi lain,” ungkapnya.

Kemudian yang kedua, pembukaan lahan atas. Data terakhir yang diambil di tahun 2012, katanya, pembukaan lahan atas itu sekitar 700 hektare. Sekarang sudah 2.000 hektare. Jika semua lahan atas terbuka, proses sedimentasi akan masuk ke laut.

baca juga : Mangrove Terakhir Ternate Dibabat, Burung dan Ikan Lenyap, Rumah Warga Kebanjiran

 

Ilustrasi. Aksi penanaman mangrove di kawasan wisata mangrove Dewi Biringkassi, Desa Bulu Cindea, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, Sulsel, Minggu pagi (7/4/2019) oleh puluhan mahasiswa dari Aquaculture Celebes Community (ACC), dan pencinta alam Greenfish Perikanan Universitas Hasanuddin. Foto: Wahyu Chandra/ Mongabay Indonesia

 

Meski begitu, mangrove dan terumbu karang kini terjaga lantaran adanya rehabilitasi yang dilakukan berbagai elemen masyarakat seperti, pegiat lingkungan, LSM maupun instansi pemerintah.

Saat ini kawasan mangrove sudah meningkat sekitar 39 hektare, termasuk yang baru ditanami. Dengan begitu, katanya, hutan mangrove bisa dijadikan sebagai Kebun Raya Mangrove Teluk Ambon dan Race Area. Atau bisa juga kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam.

“Bisa saja berpotensi memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat. Rumah-rumah kopi akan tumbuh di situ, tidak ada lagi sampah laut. Artinya kesadaran masyarakat akan timbul karena sudah ada area yang bagus,” katanya.

Dia berharap Teluk Ambon bisa menjadi model pembangunan berkelanjutan

 

Mangrove penting

Teria Sahuteru, Koordinator Moluccas Coastal Care (MCC) mengatakan, jika Teluk Ambon terus ditanami mangrove, maka Maluku sudah menciptakan sesuatu yang baik bagi Indonesia.

“Peran mangrove ini sangat penting, dan ini menjadi konsen kita di MCC. Pemerintah harus punya aksi di tahun 2022 akan datang, supaya memperbanyak penanam mangrove,” pintanya.

Sisi lain, kata Teria, meski menanam mangrove yang banyak namun tidak memperhatikan masalah sampah, yang berdampak buruk terhadap ekosistem pesisir.

Dia mengatakan, di beberapa daerah lain mangrove dijadikan sebagai ekowisata dan berbagai hal baik lainnya. Karena itu kesadaran masyarakat untuk menanam dan melestarikan mangrove penting dilakukan.

“Mangrove ini salah satu fungsi terbesarnya adalah meminimalisir terjadi pengikisan pesisir pantai atau abrasi,” katanya.

baca juga : Islam dan Gerakan Rehabilitasi Hutan Mangrove

 

Tanaman mangrove yang mengalami kerusakan akibat limbah kapal di Teluk Ambon, Maluku. Minyak mengendap dalam tanah sehingga banyak mangrove yang ditanam tidak tumbuh. Photo: Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Limbah Kapal

Marthen Haulussy, Penerima Kalpataru mengungkap, banyak sampah dan limbah kapal berserakan di Teluk Ambon. Ihwal sampah, kata dia, dari teluk luar ke Teluk Ambon sudah puluhan ton, dan hingga kini mereka tidak tahu cara mengelolanya seperti apa. Bahkan, Dinas Persampahan dan Lingkungan Hidup belum mampu mengelolanya.

Dia mengatakan, banyak tanaman mangrove yang mati dan rusak. Hal ini, bukan lantaran bibit dan cara tanamnya yang buruk, tetapi dampak dari pembuangan minyak dari kapal yang berlabuh di Teluk Ambon. Minyak mengendap dalam tanah sehingga banyak mangrove yang ditanam tidak tumbuh.

“Dampaknya dari endapan kapal. Sehingga negatif terhadap tanaman mangrove dan lainnya,” ungkapnya.

Sisi lain, dia mengatakan, mangrove ini selain sebagai mitigasi bencana alam, seperti menahan ombak laut, tsunami, juga dapat meredahkan tekanan angin.

“Mangrove itu penghasil oksigen cukup tinggi. Dia menyerap karbondioksida, dan itu dari keras batangnya,” katanya.

Sekarang ini pemanasan global, jadi upaya pencegahan sejak dini sudah harus dilakukan. Untuk itu masyarakat jangan lagi melakukan penabangan kepada berbagai tanaman, termasuk bakau.

 

Exit mobile version