Mongabay.co.id

Ketika Harimau Sakit di Padang Lawas Masuk Perkampungan (Lagi)

 

 

 

 

Sang raja hutan berjalan pelahan. Sesekali berhenti sembari menatap sekeliling, kemudian mencoba berjalan lagi dengan langkah kaki kanan belakang sedikit pincang. Kemudian ia merebahkan tubuh di rerumputan.

Tak berapa lama, matanya tertuju ke arah kokokan ayam. Ia mendekat, masuk ke dalam kandang jeruji besi dan menerkam si ayam. Sedang lahap menyantap buruan, tiba-tiba kandang jeruji tertutup rapat. Sang harimau Sumatera pun terkurung.

Begitu gambar yang terekam kamera CCTV saat harimau masuk kandang evakuasi di di Desa Siundol Julu, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Petugas Seksi Wilayah III Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) yang memasang kandang dan kamera pengawas itu.

Irzal Azharm Plt Kepala BBKSDA Sumut mengatakan, sebulan terakhir harimau Sumatera ini turun gunung dan menampakkan diri di desa yang bertetangga dengan kawasan hutan.

Awalnya, ia hanya menampakkan diri, tidak ada korban. Namun, warga desa heboh dengan kematian dua anjing peliharaan warga dan kambing. Kondisi hewan peliharaan itu mengenaskan karena beberapa bagian tubuh hilang.

 

Baca juga: Kala Habitat Tergerus, Harimau Tewaskan Warga Padang Lawas, Satu Luka Parah

 

Warga menduga ini ulah harimau, karena ada beberapa jejak kaki sang predator puncak ini di sekitar lokasi kejadian.

Mendapat laporan dari warga, petugas dari Seksi Wilayah III BBKSDA Sumut langsung turun ke lokasi untuk identifikasi. Dari beberapa fakta, petugas menduga ada harimau Sumatera di desa itu.

“Kita putuskan memasang CCTV di beberapa titik diduga lokasi kehadiran harimau. Kita juga pasang kandang jebak dan memasukkan dua ayam untuk memancing harimau masuk, ” kata Irzal, 17 Desember lalu. Setelah dua minggu pemasangan kandang jebak, katanya, harimau akhirnya tertangkap 16 Desember 2021.

Awalnya, konflik harimau dengan manusia ini bermula dari Desa Raisan, Kecamatan Sosopan. Mengantisipasi konflik lebih besar, petugas lalu memasang mercon dan bunyi-bunyian keras dengan harapan harimau kembali lagi ke hutan. Setelah dipantau dua minggu, satwa ini tidak juga kembali.

Mereka pun putus evakuasi.

 

Harimau luka

Setelah berhasil dievakuasi harimau Sumatera ini langsung dilarikan ke suaka harimau di Barumun. Di sana, harimau mendapat perawatan dan pemeriksaan medis untuk mengetahui kondisi kesehatannya.

“Kondisinya terlihat seperti sakit karena ada luka. Semoga semua baik-baik saja agar bisa dilepas kembali ke habitat aslinya,” kata Irzal.

Syukur Alfajar, Manager Sanctuary Harimau Sumatera Barumun Bodhicitta Mandala, mengatakan, harimau remaja itu luka di punggung kaki sebelah kanan. Ada dugaan ia sulit mendapatkan buruan di dalam hutan hingga turun ke pemukiman.

Begitu tiba di Suaka Barumun, satwa ini langsung masuk kandang jepit atau kandang medis dan mendapat pemantauan serius. Ia tidak digabungkan dengan harimau yang lain, Simonang dan Gadis, juga dua anak harimau di kandang rehabilitasi. Harimau baru ini masih isolasi.

Dia bilang, kondisi harimau sangat terancam. Selain habitat hancur karena penebangan liar dan alih fungsi lahan, faktor kekurangan makanan juga jadi masalah. Perburuan sangat tinggi hingga pakan harimau makin sulit.

“Inilah salah satu penyebab mengapa harimau turun ke perkampungan dan memangsa ternak warga. Di habitat aslinya, makanan predator puncak ini sudah makin sulit, ” kata Sugeng, sapaan akrabnya.

Anhar Lubis, dokter hewan dari Forum Konservasi Leuser (FKL) terlibat bersama dokter hewan di Barumun untuk pemeriksaan medis harimau dari Sosopan ini.

Hasil pemeriksaan memperlihatkan, harimau berkelamin betina, diperkirakan berusia lebih enam tahun dengan berat 73 kg.

 

Harimau yang dievakuasi dari Sosopan di Suaka Barumun. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Pada beberapa bagian tubuh harimau, seperti siku bagian kaki depan dan belakang serta semua telapak kaki depan dan belakang terlihat luka. Bahkan luka ini sebagian telah berbelatung. Tim medis berkesimpulan, tingkat luka massif.

Tindakan medis pun mereka lakukan dengan pemasangan infus, pemberian antibiotik long acting, anti imflamasi, suporting, membersihkan luka berbelatung, antelmentik dan memulihkan kondisi.

Selanjutnya, katanya, dengan terus pemantauan, cek darah ke laboratorium dan pengobatan rutin. Lama waktu pemulihan, katanya, diperkirakan satu sampai dua bulan dengan melihat perkembangan kondisi kesehatan.

Sugeng bilang, banyak faktor manusia kehilangan rasa harmonis hidup berdampingan dengan harimau Sumatera. Kalau dulu, orang-orang di kampung yang bersebelahan dengan hutan terbiasa hidup berdampingan dengan predator puncak ini.

Kini berubah. “Sekarang sudah hilang kultur itu, padahal sangat baik untuk menjaga keseimbangan alam. Manusia bisa berdampingan dengan harimau Sumatera tanpa saling menyakiti. Itu sebenarnya pelajaran penting yang harus dijalankan, ” kata Sugeng.

Kasus harimau di Sosopan ini, katanya, akan terus berulang. Saat ini, katanya, fokus mereka bagaimana menekan dan mengurangi konflik antara harimau dengan manusia.

Kalau dulu begitu ada konflik harimau muncul di pemukiman, petugas langsung memasukkan ke kebun binatang. “Tamatlah riwayatnya. Sekarang, sudah banyak terobosan dari petugas.”

Ketika ada konflik atau harimau terkena jerat berhasil diselamatkan dan menjalani masa rehabilitasi. Kalau dari pemantauan sudah layak kembali ke habita, maka harimau rilis kembali ke alam.

Beberapa contoh di Suaka Barumun, sudah dua kali melepaskan harimau korban konflik ke alam. Pertama, Sri Nabila dengan BBKSDA Sumatera Utara, kedua, Suro, bersama BKSDA Aceh rilis di Taman Nasional Gunung Leuser.

 

Harimau Sosopan saat evakuasi ke Suaka Barumun. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Berulang

Konflik harimau sumatera dengan manusia di daerah ini bukan pertama kali terjadi. Sosopan, Padang Lawas, salah satu daerah di Sumatera Utara yang sempat menghebohkan dunia konservasi karena ada konflik antara harimau dengan manusia. Bahkan, menyebabkan kematian warga diduga diserang harimau dan seorang lagi selamat dalam kondisi luka cukup parah. Kejadian itu pada Mei dan Juli 2019.

Dua harimau berhasil dievakuasi, sama-sama mengalami luka di bagian kaki. Mereka korban para pemburu yang memasang jerat dengan ada seling baja tersangkut di kaki.

Untuk kasus terbaru Desember 2021,  belum ada yang memastikan mengapa kaki harimau luka parah.

Harray Sam Munthe, Direktur Yayasan Alam Liar Sumatera pernah riset di wilayah SM. Barumun termasuk di lokasi dua harimau yang berkonflik dengan manusia itu. Dia pernah menyisir lokasi-lokasi rawan jerat sampai ke SM Barumun.

Pada 2019, Mei-Juli, mereka berhasil menemukan 300 jerat di pasang pemburu. Jerat-jerat ini bukan untuk menangkap binatang kecil. Para pemburu mengaku hanya untuk menangkap babi dianggap hama, tetapi itu alasan semata.

Untuk kasus harimau di Sosopan, katanya, kalau melihat laporan medis dokter hewan, biasa satwa-satwa ini terkena jerat bagian siku kaki, jarang sekali mengenai telapak kaki, apalagi sampai melukai keempat telapak. Untuk itu, katanya, perlu ada penelusuran dan menunggu hasil medis dari tim dokter hewan.

“Perlu ditelusuri apakah luka di empat telapak kaki harimau ini karena faktor jerat atau faktor lain. Ini tidak biasa.”

Pemburu, katanya, biasa memasang jerat target mengenai siku bagian kaki atau jerat pinggang menghantam di bagian punggung.

Dia bilang, sebagian dari SM Barumun sudah beralih jadi perkebunan sawit. Jadi, katanya, kemungkinan habitat harimau makin menyempit dan sulit mencari mangsa hingga keluar ke pinggiran.

Kalau harimau Sumatera turun gunung mendekati perkampungan dan pedesaan seperti terjadi Desember lalu, katanya, secara umum ada beberapa penyebab.

 

*****

Foto utama:Harimau yang dievakuasi dari Sosopan. Mulut harimau bagian bawah terluka. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version