Mongabay.co.id

Cemara Sumatera, Tumbuh di Pegunungan dan Potensial Sebagai Obat Antikanker

 

 

Namanya cemara sumatera [Taxus sumatrana], tumbuhan dari genus Taxus di Asia yang ditemukan di daerah tropis. Tumbuhan berdaun jarum ini termasuk jenis yang lambat tumbuh dan sulit ditemukan.

Berdasarkan penelitian Henti Hendalastuti R, Atok Subiakto, dan kolega yang dimuat dalam Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam tahun 2010, diketahui bahwa tumbuhan ini penghasil taxane, yaitu zat aktif yang berkhasiat melawan penyakit kanker.

Namun, untuk memaksimalkannya sebagai bahan obat kanker terkendala pada jumlah populasinya. Pohon ini juga hanya hidup pada kondisi tertentu.

“Sulit mendapatkan benihnya. Alternatif potensial untuk perbanyakan bibit melalui teknik stek,” jelas peneliti.

Baca: Istilah Mabuk Kepayang Berasal dari Buah Ini

 

Cemara sumatera dalam bentuk bonsai. Tanaman ini hanya ada dipegunungan dan cara memperbanyaknya adalah dengan stek pucuk. Foto: Shutterstock

 

Tumbuh di Gunung Kerinci dan Dempo

Tahun 2020, Tim Peneliti Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan [BP2TSTH] Kuok, Riau, menemukan populasi cemara sumatera di Gunung Singgalang.

Tim menemukan empat pohon, yang jarak dari satu pohon ke pohon berikutnya mulai 40 meter hingga 400 meter, serta satu anakan setinggi 50 cm. Keempat pohon tersebut berdiameter sekitar 20 hingga 180 cm.

Taxus di Gunung Singgalang ditemukan mulai pada ketinggian 1.791 meter di atas permukaan laut,” tulis peneliti Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH) Kuok, pada situs menlhk.go.id.

Dari survei tim BP2TSTH Kuok, cemara sumatera alami hanya ditemukan di hutan hujan tropis di pegunungan, pada ketinggian di atas 1.700 mdpl. Data tahun 2003 menunjukkan, cemara sumatera pernah terpantau di Gunung Kerinci, Gunung Tujuh, Gunung Sibuaton, dan Gunung Dempo.

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan [BP2LHK] Aek Nauli, KLHK, turut menguatkan kesimpulan cemara sumatera sebagai bahan dasar pengobatan kanker.

Ekstrak tanaman ini yaitu paclitaxel [TaxolTM] dimanfaatkan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker, khususnya kanker ovarium dan kanker payudara, dan juga telah dicobakan untuk pengobatan beberapa jenis kanker. Taxus juga mempunyai potensi anticonsulvant dan antipyretic serta analgesic.

Di Asia, genus Taxus hanya ada Taxus cuspidata [di Jepang], Taxus chinensis [di China], dan Taxus sumatrana [di Indonesia, Taiwan, Vietnam, Nepal, dan Tibet], yang populasinya saat ini terancam punah.

Baca: Kenanga, Penebar Wangi Alami dan Pengusir Nyamuk Demam Berdarah

 

Cemara sumatera adalah tumbuhan yang hanya ada di Sumatera. Foto: Shutterstock

 

Bahan obat antikanker

Peneliti dari Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya, M. Muhaimin, berpendapat susahnya menemukan pohon cemara sumatera dalam habitatnya, karena diduga faktor deforestasi yang masif di Pulau Sumatera.

“Adanya gesekan antara perkebunan dengan kawasan lindung,” tuturnya dalam situs krcibodas.brin.go.id.

Hal ini berbeda dengan kasus di kawasan dunia bagian utara, jenis Taxus-nya terancam punah karena adanya eksplorasi masif untuk dijadikan sebagai bahan obat kemoterapi.

“Masyarakat Indonesia secara umum belum terlalu mengenal potensi T. sumatrana sebagai obat antikanker.”

Masyarakat kita masih memanfaatkan cemara sumatera sebagai obat dengan cara traditional, seperti diseduh sebagai bahan teh dari bagian ranting atau daunnya.

“Sehingga dapat diasumsikan tidak ada eksplorasi yang masif untuk jenis ini di Indonesia.”

Mengapa Taxus sumatrana atau yang disebut juga Taxus walichiana dianggap sebagai tumbuhan antikanker?

Menurut Muhaimin, sejak awal 1990-an, genus Taxus menjadi fenomenal, karena diidentifikasi sebagai tanaman yang mengandung senyawa unik taxane dari golongan diterpenoid.

Senyawa aktif tersebut, berkhasiat sebagai antikanker yang terbukti mampu membunuh sel kanker secara efektif dan efisien, serta memiliki efek samping yang rendah.

“Sejak saat itu, Taxus bernilai ekonomi tinggi karena potensinya sebagai bahan obat kemoterapi,” jelasnya.

Baca juga: Daun Salam, Penyedap Masakan yang Juga Ampuh Sebagai Obat Herbal

 

Pohon cemara sumatera yang ditemukan di Gunung Singgalang ini berdiameter ±1,8 m. Foto: Dok. Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan [BP2TSTH] Kuok/KLHK

 

Stek pucuk

Penelitian Hamdu Afandi Rambe dari Universitas Sumatera Utara menunjukkan, regenerasi cemara sumatera bisa dimaksimalkan dengan metode stek pucuk.

“Dengan demikian, penyediaan bibit berkualitas dapat dilakukan guna mendorong keberlanjutan pengembangan, pembudidayaan, maupun upaya pelestarian cemara sumatera,” tulisnya.

Metode stek pucuk sangat dipengaruhi media tanam yang nantinya berdampak terhadap parameter jumlah akar primer.

“Hasil stek menunjukan, persentase stek hidup 50-65 persen, persentase stek berakar 10-30 persen, jumlah akar primer menghasilkan 2-10 buah, dan panjang akar primer berkisar 0,85-2.5 cm.”

Adapun media tanam stek pucuk adalah kombinasi tanah dan sekam, dengan penambahan zat pengatur tumbuh [ZPT] guna menghasilkan persentase berakar tertinggi.

Badan Konservasi Dunia [IUCN] menetapkan cemara sumatera dalam status Endangered atau Genting. Indikator yang menjadikannya berstatus konservasi terancam punah karena terjadinya penuruan populasi dan masih berlangsung hingga saat ini.

 

 

Exit mobile version