Mongabay.co.id

Garap Hulu Hingga Hilir Sampah, Banyumas Ingin Raih “Zero Waste” Akhir 2022, Bisakah?

 

Aplikasi Jeknyong namanya. Jeknyong merupakan kependekan dari Ojeke Inyong. Dalam bahasa Jawa Banyumasan, inyong berarti saya atau aku. Jadi, arti harafiahnya adalah ojek saya. Aplikasi itu diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah (Jateng) pada Rabu (12/1/2022) lalu.

Jeknyong merupakan aplikasi yang dibuat badan usaha milik daerah (BUMD) Pemkab Banyumas yakni PT Banyumas Investama Jaya (BIJ). Aplikasi tersebut dapat diunduh dari Playstore. Namun demikian, saat sekarang pelayanan baru sebatas di sekitar Kota Purwokerto.

“Ide pembuatan aplikasi ini berasal dari Pak Bupati Banyumas (Achmad Husein). Dengan aplikasi ini, maka masyarakat tinggal pencet saja, nanti petugas akan datang. Petugas akan mendatangi rumah warga yang meminta supaya sampahnya diambil. Sampah tersebut akan dibayar sesuai dengan jenis sampahnya,” kata Direktur Banyumas Investama Jaya (BIJ) Aditya Sigit Pramono.

Ia menjelaskan aplikasi ini juga mengedukasi warga agar memilah sampah dari rumahnya. Jadi, antara sampah organik dan anorganik dipisahkan terlebih dahulu. “BIJ mengelola sampah anorganik. Dan harganya sudah dipatok, sesuai dengan jenisnya. Sebetulnya, Jeknyong tidak hanya sampah tetapi juga mengangkut lainnya. Namun, kami konsen dengan sampah, karena ini bagian dari upaya untuk mengurangi sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA),”jelasnya.

baca : Upaya Penanganan Sampah di Banyumas, Dari TPST, Mesin Pirolisis Hingga TPA BLE

 

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat peluncuran aplikasi sampah online Jeknyong. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Ia mengungkapkan kalau pihaknya telah membedakan jenis sampah yang disesuaikan dengan harganya. Ada kertas, kardus, plastik, logam, besi, kaleng, kuningan, tembaga dan lainnya. Semuanya adalah sampah anorganik. Bahkan, menerima juga botol kaca dan barang-barang elektronik bekas.  Harganya mulai dari Rp500,- hingga Rp60.000/kg.

Dia mengatakan BIJ menyiapkan dana Rp1 miliar dalam satu tahun untuk modal pembelian sampah anorganik tersebut. Selain permodalan, saat ini ada 4 kendaraan yang siap sedia mengangkut dengan dua driver. Order minimal 1 kg dengan pengambilan bebas, sesuai dengan kesepakatan antara warga dan driver.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyambut baik adanya aplikasi Jeknyong yang secara khusus bisa mengangkut sampah anorganik dari rumah warga. Bahkan, Ganjar akan mereplikasi di daerah-daerah lain jika nantinya berhasil.  Kalau dalam waktu 3-4 bulan ke depan, sistem pengelolaan dinilai berhasil, maka ini akan dijadikan percontohan untuk semua daerah Jateng.

“Di daerah lain sebenarnya ada yang sudah memakai dengan aplikasi, namun tidak terlalu sukses. Kalau di Banyumas ini, 3-4 bulan berhasil dengan baik, ini nanti akan kita tiru untuk se-Jateng,”jelas Ganjar

Menurutnya, pemakaian aplikasi dalam pengelolaan sampah itu akan lebih memudahkan dan berdampak manfaat lebih besar. “Dalam pengelolaan sampah kuncinya siapa yang mengumpulkan atau kolektor. Kolektor ini yang konsisten harus dirawat,”ungkapnya.

baca juga : Warga Gugat Pemkab Banyumas Soal TPA Sampah, Mengapa?

 

Kendaraan pengangkut sampah melalui aplikasi online Jeknyong di Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Bagaimana dengan sampah organik? Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas Junaidi mengatakan bahwa pengelolaan sampah organik juga bisa dengan aplikasi seperti Jeknyong. “Kalau sampah organik bisa melalui aplikasi Salinmas. Pengelolanya adalah kelompok swadaya masyarakat (KSM) di tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) masing-masing,”jelas Junaidi.

Aplikasi Salinmas sudah berjalan cukup baik. Bahkan selama 2020-2021 sampah yang bisa terangkut melalui aplikasi Salinmas mencapai 224 ton. Itu yang lewat aplikasi. “Untuk sampah organik, setiap 1 kg dihargai Rp100,-. Namun, jika masyarakat mau membuat kompos, maka akan dibeli Rp1.000 per kg,” katanya.

Menurutnya, tahun 2021 lalu, Pemkab menyediakan dana Rp200 juta untuk Salinmas. Sementara pada 2022, alokasi anggaran menjadi Rp500 juta. Hal ini merupakan bentuk keseriusan Pemkab Banyumas dalam mengatasi permasalahan sampah.

 

Zero Waste

Pemkab Banyumas terus menanggulangi sampah. Bahkan, Banyumas yang dulunya kebingungan dengan sampah, secara pelan-pelan dapat mengendalikan. “Dulu, ada 142 truk sampah per hari yang masuk ke TPA. Tetapi saat sekarang hanya tinggal 24 truk. Oleh karena itu, ke depan, kami ingin berusaha untuk mengurangi sampah. Bahkan, kami menargetkan sampai akhir 2022 sudah tidak ada lagi sampah yang menumpuk. Semuanya bisa diproses,” kata Bupati.

Kepala DLH Banyumas Junaidi mengakui pada tahun 2018 silam, Banyumas darurat sampah. Itu terjadi setelah dua TPA yang ada di Banyumas ditutup. “Kita masih ingat, pada 2018 Banyumas itu darurat sampah. Dengan kondisi begitu, Pemkab Banyumas berpikir keras, bagaimana caranya mengelola sampah. Satu satu yang dilaksanakan adalah penanganan di tengah, antara hulu dan hilir. Penanganan sampah di tengah dengan cara membangun TPST dan hanggar,” kata Junaidi.

baca juga : Awalnya Dicibir, Inilah Hi Trash, Aplikasi Antar Jemput Sampah Ciptaan Mahasiswa

 

Seorang pekerja sedang mengumpulkan bubur sampah organik, sementara di sebelahnya para ibu memungut sampah plastik. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Pembangunan TPST melibatkan masyarakat yang tergabung dalam kelompok swadaya masyarakat (KSM). KSM bertugas untuk mengambil sampah, kemudian melaksanakan pemilahan. “Dengan membangun TPST, maka secara bertahap, sampah di Banyumas mulai tertangani. Bahkan, di TPST dilengkapi dengan mesin pemilah sampah. Bahkan di TPST juga ada budidaya maggot. Karena sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai pakan maggot. Dan maggot juga sangat bermanfaat, sebab dapat dimanfaatkan sebagai pakan lele,”katanya.

Pada awal membangun TPST, penurunan sampah sudah dapat dirasakan. Ketika baru 5 TPST, maka sampah yang bisa dikurangi sebabnyak 10%. Apalagi, kemudian ditambah dengan 10 tempat, kemudian dapat menurunkan hingga 50%. “Sampai sekarang telah berdiri sebanyak 25 TPST yang tersebar di sejumlah kecamatan di Banyumas. Hasilnya, dari 142 truk sampah setiap harinya, kini hanya tersisa 24 truk. Sisa sampah tersebut dibuang di TPA sementara di Cunil, Gunung Tugel,”ujar Junaidi.

Sebetulnya, TPA Cunil akan ditutup pada akhir 2021 lalu, tetapi mundur. Sebab, TPA berbasis lingkungan dan edukadi (BLE) masih belum rampung. TPA BLE yang berada di Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor belum rampung pengerjaannya. “Karena TPA BLE yang dibangun pada lahan seluas 3,5 hektare (ha) tersebut belum selesai, maka TPA Cunil diperpanjang sebagai TPA sementara. Mudah-mudahan dalam waktu dekat TPA BLE yang dibangun dengan dana Rp44 miliar dari APBN dan Rp6,3 miliar sebagai pendamping dari APBD dapat dirampungkan,”katanya.

menarik dibaca : Pengelolaan Sampah Berbasis Aplikasi, Seperti Apa?

 

Sejumlah warga terlihat memulung di tempat pembuangan sampah (TPA) Kaliori, Banyumas, Jateng, yang kembali dibuka pada pekan lalu. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Pada bagian lain, Junaidi menyatakan bahwa pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) Cilacap dalam jual beli sampah. “Yang melakukan penjualan adalah KSM yang mengelola TPST. Mereka menjual refused derived fuel (RDF) untuk bahan bakar pabrik semen. Setiap hari ada potensi 5-10 ton dari sampah di Banyumas menjadi RDF. Saat ini, setiap harinya mampu mengirim 5 ton RDF ke pabrik semen. Harga setiap ton mencapai Rp350 ribu,”jelas Junaidi.

Berbagi upaya yang dilakukan Pemkab Banyumas merupakan jalan menuju zero waste di akhir tahun 2022. Berhasilkah?

 

Exit mobile version