Mongabay.co.id

Harimau Muncul saat Perusahaan Sawit Buka Lahan di Pasaman Barat, Satwa Terganggu?

Harimau Sumatera. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Harimau sedang berdiri di tanah dengan pohon baru ditebang. Di depannya tampak alat berat sedang dioperasikan seorang pekerja. Harimau seakan berupaya mencegah para pekerja membuka lahan. Sang raja hutan pun tampak rebahan sambil memperhatikan gerak-gerik para pekerja. Pemandangan itu terlihat dalam video berdurasi satu detik yang beredar baru-baru ini.

Kejadian harimau keluar dari hutan itu di Nagari Situak Ujung Gading, Kecamatan Lembah Malintang, Pasaman Barat, Sumatera Barat, 17 Januari lalu. Tempat yang harimau lihat sedang tebang pohon itu di perkebunan sawit PT. Sinar Halomoon, sekitar 1,5 kilometer dari hutan lindung. Kala itu, pekerja perusahaan perkebunan sedang membuka lahan.

Tim BKSDA Sumbar berkoordinasi dengan pemerintah daerah (bupati dan wali nagari), kepolisian, manajemen perkebunan serta Dinas Kehutanan Sumbar untuk ambil langkah-langkah penyelamatan seperti menghentikan pembukaan jalan, penggiringan harimau pakai meriam karbit selama tiga hari.

Hasil pemantauan 18-20 Januari 2022, tak terlihat lagi harimau dan kemungkinan besar berpindah ke hutan lindung.

Kemunculan harimau di Pasaman Barat ini, menambah panjang daftar satwa langka dilindungi ini yang bersinggungan dengan manusia di Sumbar.

 

Baca juga: Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan?

Data BKSDA Sumbar menunjukkan, sepanjang 2021 ada 16 kasus perjumpaan atau konflik harimau dengan manusia. Dari jumlah itu, 14 pengusiran, satu lepas liar dan satu lagi harimau mati.

Baru saja memasuki 2022, sudah dua kali harimau muncul di daerah yang dibuka manusia. Sebelumnya, awal Januari, harimau masuk perkampungan dan memangsa ternak warga di Agam.

Ardi Andono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar mengatakan, kemunculan harimau itu diduga karena merasa terganggu. ”Saya sudah minta ke humas perusahaan agar menghentikan dulu seluruh kegiatan di sana,” katanya dalam rilis kepada media.

Tim BKSDA juga turun ke lokasi untuk pengusiran dengan bebunyian meriam karbit. Yim juga akan mengidentifikasi dan mengecek ada berapa harimau di sana. ”Lokasi ini di perkebunan sawit dekat hutan lindung lanskap Panti Batang Gadis.”

Di Sumbar, katanya, belakangan ini banyak harimau keluar dari hutan dan umumnya betina. ”Kami mau bikin analisis dulu, konektivitasnya seperti apa, mengapa betina banyak keluar? Apakah ada fenomena baru, musim kawin, atau sebagainya? Ini yang hendak kami cari tahu.”

Kalau kemunculan harimau ini sekadar fenomena daur hidup, kata Ardi, seperti perkawinan dan membesarkan anak, tentu hal lumrah. Sebaliknya, kalau kemunculan terkait perambahan hutan, perburuan, dan kekurangan pakan, itu berbahaya dan perlu upaya intensif untuk menanganinya.

 

Baca: Catatan Akhir Tahun: Jerat yang Lagi-lagi Membuat Harimau Sumatera Sekarat

 

Hidup berdampingan

Sunarto, research Associate Institute for Sustainable Earth & Resources (I-SER), Universitas Indonesia, menyebut, kasus harimau seperti yang didokumentasikan dari dalam alat berat ini bukan kejadian pertama di Sumatera.

Kasus sebelumnya terjadi di Riau beberapa tahun silam, ketika harimau terlihat tidak jauh dari alat berat yang sedang memanen kayu di hutan tanaman industri. Kasus di Sumatera Barat ini terjadi di konsesi perkebunan sawit.

Informasinya, pekerja sedang memperbaiki jalan perkebunan. Dari dokumentasi itu memang terlihat ada tanaman sawit di latar belakang. Sementara harimau berada di semak belukar yang bercampur hutan sekunder.

“Kejadian ini kembali mengingatkan kita bahwa hidup berdampingan dengan satwa liar adalah suatu keniscayaan.”

Dia bilang, ada beberapa hal yang dapat dan perlu terus diupayakan agar manusia dan satwa sama-sama dapat hidup berdampingan dan tak saling merugikan. Pertama, masyarakat perlu memahami, keberadaan satwa di sekitar diperlukan sebagai penjaga dan penyeimbang ekosistem. Kedua, perlu pahami satwa memerlukan habitat dan ruang gerak memadai.

“Gangguan pada satu spot habitat dapat berdampak pada pola gerak satwa,” sebut Sunarto melalui pesan WhatsApp baru-baru ini.

Ketiga, perlu pahami perilaku satwa. Setiap spesies atau individu satwa memiliki karakter ekologi dan perilaku serta tabiat berbeda-beda, seperti juga manusia. Keempat, beberapa jenis satwa, termasuk harimau sudah sangat terancam punah.

“Habitatnya banyak terdesak, mereka juga mendapat tekanan dari perburuan. Tempat-tempat yang masih dihuni satwa langka sebaiknya dijaga agar tidak dirusak. Ini memerlukan pemahaman, komitmen dan sinergi berbagai pihak. Semoga kita semua dapat turut berkontribusi dalam upaya pemulihan satwa dan keanekaragaman hayati kita,” katanya.

Wilson Novarino, dosen Biologi dari Universitas Andalas mengatakan, harimau Sumatera tersebar dari Aceh sampai Lampung, baik pada hamparan hutan luas, hutan terfragmentasi/terisolasi, sepanjang aliran sungai, bahkan di daerah hutan yang berbatasan dengan perladangan dan pemukiman. Sebagai hewan pemangsa, harimau perlu daerah jelajah luas, baik untuk memenuhi kebutuhan pakan, ataupun penguasaan wilayah terkait aktivitas berbiak dan membesarkan anak.

Pada daerah hutan sempit atau terfragmentasi, katanya untuk pemenuhan kebutuhan, harimau terkadang harus ke luar hutan untuk menuju daerah berhutan lain.

Saat inilah kemungkinan perjumpaan manusia dengan harimau jadi makin meningkat. Pada kondisi normal, biasa perjumpaan ini tidak menjadi suatu permasalahan serius.

Masalah baru muncul ketika harimau yang berjumpa manusia dalam kondisi tidak normal, seperti ada cacat pada fisik, tingkah laku berubah, maupun stress (ada tekanan fisiologis). “Semuanya juga berawal karena ada gangguan pada kondisi alami.”

 

 

Penyimpangan perilaku pada harimau mengakibatkan ancaman bagi manusia, bisa saja berawal dari habitat tempat tinggal mereka terganggu. Perubahan wilayah hutan jadi pemukiman, perkebunan, pertambangan dan jalan, katanya, bisa mempersempit habitat harimau.

Tak heran, harimau jadi makin sering terlihat, baik saat masih berada pada habitat, ataupun ketika mereka berpindah antara wilayah hutan.

“Makin sempit wilayah hutan, juga bisa menyebabkan populasi harimau pada daerah itu jadi melebihi daya tampung, hingga memaksa harimau yang kalah bersaing keluar dari wilayah itu mencari wilayah baru,” katanya.

Begitu juga kalau penurunan daya dukung, seperti ketersediaan satwa mangsa (pakan) berkurang, baik karena perburuan, penyakit, memaksa harimau memperluas daerah jelajah untuk memenuhi kebutuhan pakan.

Perburuan ataupun pemasangan jerat, katanya, bisa menyebabkan kecacatan pada harimau, ataupun ada anak yang tidak mendapatkan pembelajaran berburu yang cukup dari induknya. Dalam kasus ini, sering memicu harimau memangsa ternak bahkan manusia. Hal inilah yang sering dikenal dengan istilah konflik manusia dengan harimau.

Untuk jangka panjang, kata Wilson, masyarakat dan pemerintah perlu hati-hati dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan perubahan dalam hutan.

“Keberadaan harimau sampai saat ini di hutan Sumatera Barat, jelas bukti para leluhur kita bisa hidup berdampingan dengan harimau.”

Pada banyak cerita rakyat, katanya, bahkan harimau merupakan satwa yang dihormati hingga sering juga disebut “inyiak”, yang identik dengan seseorang yang dituakan dan dihormati dalam budaya Minangkabau.

“Kita mesti menjaga kerharmonisan ini, karena seperti kata pepatah, hilangnya suatu unsur keanekaragaman hayati pada suatu daerah, akan memicu hilangnya suatu sisi budaya dari daerah itu.”

Tommy Adam, Kepala Departemen Kajian, Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar mengatakan, penyebab utama konflik satwa dan manusia di daerah itu adalah alih fungsi kawasan hutan jadi perkebunan.

“Pasaman Barat, salah satu kabupaten yang memiliki perkebunan sawit besar di Sumatera Barat. Pembukaan lahan baru terus menjadi ancaman bagi satwa dilindungi khusus harimau Sumatera,” katanya.

Khusus Nagari Situak, Ujung Gading ˆni merupakan habitat harimau yang berada di kawasan hutan lindung. Kawasan iru merupakan koridor yang menghubungkan sampai ke Rimbo Panti.

Untuk itu, dari segi regulasi, perlu ada perlindungan di wilayah habitat harimau, tidak hanya di kawasan konservasi. Karena habitat harimau juga berada di hutan lindung bahkan hutan produksi yang sebagian wewenang berada di daerah.

Untuk itu, perlu upaya penyelamatan satwa dengan memastikan habitat mereka terlindung dari akitivtas merusak (alih fungsi lahan) dan memastikan tak ada lagi penambahan izin perkebunan di sekitar hutan.

 

******

Foto utama: Ilustrasi. Harimau Sumatera, banyak kehilangan habitat hingga konflik dengan manusia sering terjadi, seperti di Sumatera Barat. Foto: Anton Wisuda/ Mongabay Indonesia

 

******

Exit mobile version