Mongabay.co.id

Anthony Hamzah Ajukan Praperadilan, Perusahaan Sawit Ini yang Ternyata Belum Ada IUP

Kebun sawit ilegal adalah ancaman utama Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Anthony Hamzah, Ketua Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) mengajukan praperadilan di PN Bangkinang, atas penangkapan Satreskrim Polres Kampar, 3 Januari lalu. Permohonan dibacakan, 31 Januari di hadapan Hakim Tunggal Ersin, setelah mundur satu minggu.

Masalah ini berawal dari peristiwa petang, 15 Oktober dua tahun lalu. Hari itu, Hendra Sakti Effendi, kuasa hukum Kopsa M, memboyong sekitar 300 massa mengusir 72 karyawan dari mes di kebun sawit PT Langgam Harmuni (LH), di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, Riau.

Mereka memaksa para penghuni rumah mengosongkan tempat tinggal. Imbasnya, beberapa rumah rusak dan beberapa orang mengaku kehilangan harta benda maupun barang berharga lain. Ada pula yang mengaku diperas.

Sehari setelah kejadian, General Manager LH, Karealitas Zagota alias Karel buat laporan polisi ke Polres Kampar. Penyidik lalu menetapkan Hendra Sakti dan Aris Zanolo Laia alias Marvel tersangka. PN Bangkinang menjatuhkan hukuman masing-masing 2, 2 dan 1,8 bulan bui kepada keduanya karena terbukti melakukan pemerasan.

Atas laporan polisi itu, penyidik mengembangkan kasus dan menetapkan Anthony jadi tersangka, berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) 9 September 2021. Anthony dituduh otak pelaku dan mendanai aksi itu.

Anthony kemudian cari perlindungan hukum. Hasto Atmojo Suroyo, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pun menerima permohonan layanan pemenuhan hak prosedural dan perlindungan hukum, sepanjang Oktober 2021-Maret 2022, atau selama enam bulan.

Pada 24 November 2021, Kasat Reskrim Polres Kampar Bery Juana Putra menetapkan status daftar pencarian orang (DPO) terhadap Anthony.

“Penetapan tersangka Pak Anthony tidak dapat dibenarkan dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Apalagi dia dalam status terlindungi,” kritik Disna Riantina, Kuasa Hukum Anthony. Dia menyoroti laporan polisi yang dibuat Karel.

 

Baca juga: Upaya Ketua Benahi Koperasi Petani Sawit di Riau Malah Terjerat Hukum, Ada Apa?

Protes petani atas kepangkapan Anthony Hamzah, Ketua Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) . Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Karel dianggap tak memenuhi syarat dan memiliki hak mewakili LH, melaporkan kejadian pencurian dan perusakan di kebun perusahaan. Alasannya, LH selama ini tidak memiliki izin usaha kebun sawit. Agustus tahun lalu, LH diketahui baru mengajukan permohonan izin usaha perkebunan ke Pemkab Kampar.

Disna mengatakan, pelaku yang dilaporkan Kareal adalah Hendra Sakti, Marvel dan beberapa pelaku lapangan. Kemudian, putusan perkara Hendra Sakti dan Marvel sudah berkekuatan hukum tetap, tidak menyebut Anthony tersangka.

Anthony sudah pernah diperiksa dan diminta keterangan dalam penyidikan dua perkara itu justru tak pernah dipanggil selama persidangan.

Surat yang diterima keluarga Anthony 15 September 2021 juga tidak mencantumkan nama Anthony sebagai tersangka. Anehnya, SPDP ini justru merujuk laporan polisi 16 Oktober 2020 dan sprindik 6 Januari 2020, yang digunakan dalam perkara Hendra Sakti dan Marvel.

Berarti, ada dua sprindik dalam satu laporan polisi. Kalau dicermati lagi, katanya, sprindik untuk Hendra Sakti dan Marvel terbit duluan sebelum laporan polisi dibuat.

Hendri Sakti mengakui, aksi pengosongan rumah karyawan LH itu inisiatif dia sendiri dan tak ada koordinasi maupun komunikasi dengan Anthony. Dia juga tidak pakai dana operasional jasa pengacara yang pernah diberi Kopsa M untuk menggerakkan massa. Keterangan ini tertuang dalam putusan Nomor: 384/Pid.B/2021/PN Bkn tertanggal 2 November halaman 43-47.

“Jadi tidak ada pertimbangan majelis hakim yang mengatakan Anthony Hamzah ikut dan turut serta melakukan tindak pidana seperti yang dilaporkan,” kata kuasa hukum Anthony dalam berkas permohonan praperadilan.

Keanehan tidak hanya sampai di situ. Saat Anthony jadi tersangka 9 September 2021, dia sama sekali belum pernah dipanggil dan diminta keterangan terkait kasus yang menjeratnya. Polres Kampar baru kirim surat panggilan pertama pada 27 September dan panggilan kedua 6 Oktober. Satu saksi atas nama Henni Puspita Sari juga terima dua kali surat panggilan setelah ada tersangka.

 

Baca juga: Sengkarut Bermitra dengan Perusahaan Negara, Utang Koperasi Petani Sawit di Riau Lebih Seratus Miliar

Kebun sawit Kopsa M di Kampar. Fpto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Surat perintah membawa, penangkapan dan penahanan Anthony juga dinilai cacat hukum. Anthony ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, 3 Januari 2022. Surat perintah membawa keluar di Bangkinang, Riau, pada jam, hari dan tanggal sama. Nomor surat perintah membawa dan penangkapan juga sama dan dikeluarkan pada waktu berbeda.

Saat membawa Anthony, Tim Polres Kampar tidak meninggalkan surat apapun pada istri maupun anak Anthony, saat itu. Sejumlah surat itu baru diserahkan ke keluarga Anthony, 5 Januari 2022 setelah istri Anthony beberapa kali menanyakan kabar suaminya.

Delita Zul, istri Anthony juga memohon praperadilan ke PN Bangkinang menyoal legalitas perusahaan melaporkan peristiwa perusakan rumah karyawan kebun, penetapan tersangka, penangkapan, penahanan serta administrasi kepolisian lain.

Polres Kampar mengaku telah mengumpul dan mendapat lebih dua alat bukti sah berupa keterangan 16 saksi termasuk Anthony, keterangan dua ahli, surat dan senjata yang dipakai massa saat mendatangi perumahan karyawan LH. Prosedur itu polisi klaim sesuai Peraturan Kapolri 6/2019.

Terkait dua sprindik dalam satu laporan polisi, Polres Kampar menyebut hanya sebatas administrasi untuk penyesuaian nama personil yang menangani perkara Anthony. Dalam rujukan SPDP juga dijelaskan, penetapan tersangka Anthnoy bukan hanya sprindik 9 September 2021 juga sprindik 6 Januari 2021.

Polres Kampar tak menjawab keberatan kuasa hukum Anthony soal tahun penerbitan sprindik Hendra Sakti yang keluar dulu daripada laporan polisi. Polisi juga tidak menjelaskan perbedaan nomor laporan polisi dalam penetapan tersangka dan status DPO Anthony.

Polres Kampar mengaitkan keterlibatan Anthony dalam perusakan dan pengosongan rumah karyawan LH berdasarkan pertimbangan majelis dalam putusan Hendra Sakti halaman 61 yang menyebut aksi itu diketahui dan atas perintah Anthony.

Polres Kampar juga menyebut Anthony, sebagai tersangka tidak kooperatif karena dua kali tidak penuhi panggilan penyidik. Upaya penangkapan dan penahanan pun dianggap sah. Lagi pula, perlindungan LPSK terhadap Anthony sebagai saksi bukan tersangka. Status ini dinilai tak serta merta Anthony kebal hukum.

Polres Kampar sepertinya kurang cermat. Perlindungan LPSK terhadap Anthony sebagai saksi pelaku atau tersangka yang dijelaskan dalam halaman 13 paragraf akhir dan halaman 14 paragraf awal. Polres Kampar juga tidak menjawab keberatan Anthony, soal tidak ada koordinasi dengan LPSK atas tindakan hukum yang mereka lakukan.

 

Baca juga: Buruh Sawit Koperasi Makmur di Kampar Menanti Kejelasan Upah

Kantor Koperasi Petani Sawit di Kampar. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Perusahaan tak berizin

Atas kasus perusahaan belum punya IUP, pengurus Kopsa M juga melayangkan surat keberatan ke pemerintah setempat karena LH menguasai 398 hektar lahan koperasi. Mereka juga melaporkan ke Bareskrim Polri, 27 Mei tahun lalu penyerobotan lahan dan tindak pidana perkebunan. Polisi sudah turun dan memeriksa sejumlah saksi termasuk perusahaan.

Idrus, Kabid Usaha Perkebun Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disbunnakkeswan) Kampar membenarkan, permohonan izin usaha perkebunan (IUP) perusahaan yang masih tertahan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Kampar. Informasi yang dia ketahui, LH harus mendapat dokumen pengelolaan lingkungan hidup terlebih dahulu.

Meski LH beroperasi tanpa izin sejak 2008, Disbunnakkeswan Kampar belum pernah mengawasi atau mengecek langsung operasi perusahaan. Dinas cenderung pasif hanya mengimbau perusahaan agar mengurus izin. Dinas tak berinisiatif mengecek kondisi lapangan ketika mengetahui ada pergolakan di masyarakat.

“Kami baru mengecek lapangan setelah ada permohonan izin,” kata Idrus.

Dia tidak menyangkal ada penolakan petani dan anggota Kopsa M. LH, katanya, harus menyelesaikan terlebih dahulu masalah itu. Persoalan ini, katanya, akan dibahas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kampar dalam permohonan izin lingkungan.

Kabid Tata Lingkungan DLH Kampar Agustriyadi membenarkan ada permohonan dokumen pengelolaan lingkungan oleh perusahaan.

Agus sudah mengetahui keluhan koperasi jauh hari. Dia terima surat Setara Institute dan Equality Law Firm, pendamping dan kuasa hukum Kopsa M, tentang penyerobotan lahan oleh perusahaan.

Masalahnya, Agus tidak menjawab atau membalas surat itu. Dia juga tidak mengundang petani dan pengurus Kopsa M untuk minta klarifikasi. Sikapnya pasif, hanya berharap pihak yang menolak dan keberatan datang menemui langsung.

Sebaliknya, Agus justru respon cepat dengan meminta klarifikasi pada LH. Katanya, perusahaan klaim tak ada konflik lahan melainkan pertikaian dua pengurus koperasi. LH menyatakan bertanggungjawab bila ada masalah kemudian hari. Agus pun manut dengan surat pernyataan yang dibuat LH.

Agus juga aktif minta klarifikasi sampai ke Kantor Pertanahan Kampar. Lembaga itu juga sudah memberikan notulensi yang menyatakan tak ada masalah lahan yang jadi obyek permohonan LH. Dia juga menyerahkan masalah itu pada LH untuk diselesaikan, tetapi mengabaikan keberatan petani dan koperasi.

“Secara sarat administrasi, yang kami terima sudah lengkap. Sudah uji publik tujuh hari. Ada surat penolakan dan sudah kami rapatkan dengan sekretariat daerah juga. Konfliknya berbeda. Maka kami coba ekspos,” katanya, ketika dihubungi, akhir Januari 2022.

Patar Pangasian, pengacara LH hanya membaca permintaan konfirmasi dan pertanyaan seputar permohonan dokumen pengelolaan lingkungan dan IUP yang dikirim ke nomor telepon celularnya. Dihubungi 17 Januari lalu, dia sempat bilang lahan Kopsa M tak ada sangkut paut dengan lahan kliennya. Saat Mongabay hubungi lagi, dia bilang tengah sibuk.

*****

Foto utama:  Ilustrasi. Kopsa M di Kampar, Riau, melaporkan kepada pemerintah daerah dan polisi kalau kebun sawit perusahaan yang di dalamnya ada lahan koperasi beroperasi tanpa izin usaha perkebunan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Exit mobile version