Mongabay.co.id

Aksi Para Perempuan Peduli Kucing Jalanan di Kota Padang

 

 

 

 

Puluhan kucing (Felis silvestris catus) mondar-mandir di rumah yang sebagian dari batu dan setengah triplek ini. Itulah shelter kucing milik Salmiati di Kota Padang, Sumatera Barat.

Kondisi shelter ini membuat warga mengeluh dan mendatangi Salmi. Mereka mau kucing-kucing itu dilepas karena warga merasa tak nyaman. Salmi pun membuka donasi agar bisa memperbaiki shelter dan kucing tak lepas sembarangan.

Salmi biasa datang ke shelter Minggu pagi. Saat Mongabay datang pukul 07.00, Salmi bersama suami dan dua anaknya juga ke shelter yang terletak di pinggir rel Ulu Gadut di ujung Perumahan Fakrisindo 3. Posisi rumah lebih tinggi dari jalan.

Dia langsung mengumpulkan kotoran-kotoran kucing, ganti wadah pasir dengan yang baru. Setelah itu mengisi tempat makan.

Sebelum ini, Salmi ikut di Komunitas Peduli Kucing Padang (PKP). Dia pun lalu mengelola shelter mandiri dan membuka donasi serta sosialisasi melalui akun instagram @stray_cat_rescue_padang.

Dalam akun itu Salmi menyampaikan keperluan donasi dan penggunaan dana donasi serta kondisi yang butuh pertolongan.

Dia bersyukur banyak donasi masuk dari mana-mana setelah membuka shelter mandiri. Ada dari dalam maupun luar negeri. Utang-utang di klinik pun terbayar.

Karena jumlah karnivora kecil ini terus bertambah dan kebutuhan makan terus meningkat, ada utang masih tersisa sekitar Rp8 juta.

Baca juga: Mengenal 9 Jenis Kucing Terbesar di Planet Bumi

Salmiati sedang memberi makan kucing-kucing yang berada di shelter yang dia bikin. Foto: Jaka HB? Mongabay Indonesia

 

Kini, lebih 100 kucing Salmi selamatkan. “Ada yang memberikan kepada saya karena tidak mampu lagi merawat,” katanya sembari menunjuk kucing ras berbulu kuning seperti garfield.

Ada yang sudah steril lalu pergi karena merasa tak betah di shelter. Ada yang tetap di sekitar shelter dan di dalam rumah karena Salmi membuat pintu kecil khusus untuk si kuciang, biasa orang Padang, sebut kucing.

“Pasti kami steril dulu sebelum dilepas agar tidak melahirkan sembarangan dan bisa menyebabkan anaknya mati di luar,” katanya.

Cahyati Kumalasari dan Rani, kakaknya pun lakukan penyelamatan kucing. Dua bersaudara ini biasa taruh makanan di tempat sampah dekat jembatan. Di sana, mereka pernah menemukan anak kucing dalam satu sangkar burung di pinggir sungai.

“Waktu itu hujan dan mereka menggigil. Mereka saling menggigiti kulit temannya. Tapi masih hidup semua. Kasihan sekali,” kata Mala.

Rani dan Mala menyelamatkan kucing sejak 2016. Mereka kasihan melihat kucing dibuang terutama di tempat sampah dekat Jembatan Marapalam, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang. Kadang orang-orang buang kucing di depan kedai makan Rani.

“Ini titipan. Mungkin ini caranya beramal. Ada yang beramal untuk anak yatim, bisa juga melalui jalan ini,” katanya.

Mala dan Rani sudah menyelamatkan dan memelihara sekitar 86 kucing. Ada 19 dirawat dan tidak boleh keluar karena pelbagai macam masalah kesehatan dan mental.

Ada pula kucing yang benar-benar mereka pisahkan karena terkena feline infectious peritonitis (FIP), penyakit menular dampak infeksi coronavirus dan mengakibatkan kematian. Gejalanya anoreksia, lemas, perut membesar dan diare.

Mereka menerima bantuan dari akun instagram @peduli_kucing_padang dengan menginformasikan rekening donasi dan pendaftaran member. Mereka membuka donasi dan kesempatan adopsi.

Ada juga Marliza Yeni yang jadi penyelamat kucing jalanan. Sudah biasa dia menyusuri lorong-lorong Fakultas Imu Budaya (FIB) Universitas Andalas sambil melihat-lihat ke bawah siapa tahu ada kucing berkeliaran.

Marliza adalah Ketua Komunitas Peduli Kucing Padang (PKP). Mereka memutuskan tidak membuat shelter. Karena shelter hanya akan jadi tempat orang-orang membuang kucing. “Lama kelamaan mau berapa banyak kucing yang ditampung,” kata Liza.

Ada banyak sekali kucing yang diselamatkan. Anggota PKP ada 60 orang. Masing-masing anggota merawat atau menyelamatkan kucing 10 sampai 50 ekor.

PKP, katanya, punya niatan mencegah kelebihan populasi. Mereka langsung lakukan steril pada tiap kucing yang ditemukan.

Ada beberapa ingin mereka hindari, seperti,  kekerasan hewan (animal abuse) dan mengabaikan kesejahteraan kucing.

 

Baca juga : Mengenal Busok, Kucing Unik dari Pulau Raas

Kucing dalam perawatan diletakkan dalam ruang khusus agar tak tergabung dengan yang lain khawatir penyakit menular. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

***

Penelitian tentang kucing jalanan maupun kucing liar belum banyak baik soal daya dukung lingkungan atau estimasi jumlah kucing di jalanan.

Rizaldi, peneliti perilaku binatang Jurusan Biologi Universitas Andalas mengatakan, kelebihan populasi kucing akan menyebabkan beberapa hal seperti kesehatan lingkungan, penularan penyakit seperti pes atau toksoplasma yang merupakan zoonosis, estetika dan keseimbangan ekologi.

Hewan yang sudah ribuan tahun didomestikasi ini, katanya, punya mating system promiscuity, yang betina kawin dengan banyak jantan dan jantan kawin dengan banyak betina. Hal ini membuat kesempatan kawin dan intensitas tinggi.

“Istilahnya mengaburkan identitas bapaknya. Tujuannya, ketika anak bertemu dengan jantan yang bukan bapaknya tidak dibunuh.”

Kalau jantan tak merasa sedang menemui anaknya, akan membunuh anakan kucing itu agar betina kembali birahi.

Rizaldi perkirakan, domestikasi kucing ini sejak homo sapiens sekitar 8.000-10.000 tahun lalu masuk ke tahap bertani.

Mereka mulai punya gudang lumbung penyimpanan biji-bijian dan hasil panen dan bisa digerogoti tikus. Dalam situasi ini, kucing ambil kesempatan untuk makan tikus.

Saat itulah manusia melihat peluang memanfaatkan kucing. Mereka memberi ruang pada predator kecil ini dan memeliharanya.

 

Steril, dan edukasi

Yayasan Pecinta Hewan Natha Satwa Nusantara menyatakan, menangani kucing jalanan ini merupakan tugas bersama baik masyarakat dan pemerintah.

Anisa Ratna Kurnia, Direktur Operasional Natha Satwa Nusantara mengatakan, soal kasus warga minta shelter pindah seharusnya Dinas Peternakan turun tangan.

Kasus seperti ini terjadi di banyak tempat. Karena itu, pecinta kucing banyak fokus pada sterilisasi. “Tanpa harus menampung mereka, dapat mengontrol populasi agar tidak banyak di jalanan.”

Anisa mengatakan, mereka juga ada program sterilisasi untuk kucing jalanan. “Problem kita nggak selalu bisa menampung semua kucing di jalanan. Karena keterbatasan dana, tempat dan sumber daya manusia. Sebenarnya kita bisa edukasi masyarakat untuk hidup berdampingan dengan kucing liar.”

Bagaimana supaya kucing-kucing tidak membawa zoonosis atau menularkan penyakit ke manusia? “Ya, dengan upaya vaksinasi massal.

Dia bilang, sterilisasi, edukasi dan kontribusi terhadap pakan ini dapat menjadi solusi bersama dan bisa dilakukan antara masyarakat dan pemerintah daerah.

 

Mala, bersama salah satu kucing yang dia rawat. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

********

Foto utama:

Exit mobile version