Mongabay.co.id

Kamil Ishak, Gerakkan Tani Organik di Kota Ternate

 

 

 

 

Mentari masih terik walau jam menunjukkan pukul 15.00 pada Januari lalu. Kamil Ishak, beristrahat di rumah kebunnya, sekitar 300 meter dari Kelurahan Loto, Kecamatan Ternate Barat, Kota Ternate, Maluku Utara.

Kamil, biasa dipanggil Om Nami. Dia baru selesai menyiangi rerumputan yang tumbuh di kebun dengan beragam tanaman hortikultura. Ada mentimun, tomat, cabai dan bawang merah.

Di kebun Nami praktikkan pertanian organik, dengan pupuk dan pestisida alami. Dia mulai bercocok tanam sejak 2013.

“Saya kenal pupuk organik itu ketika dibina sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat,” katanya.

LSM itu juga mengirim Nami mengikuti pelatihan di Poso, Sulawesi Tengah. Di sana, dia beri pelatihan dan belajar memanfaatkan sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak jadi bahan berguna untuk tanah dan tanaman. Hasilnya, bisa menjaga kesuburan tanah, mencegah hama dan penyakit, juga ikut menjaga alam dari ancaman pupuk dan pestisida kimia.

 

Kebun cabai organik di Kota Ternate. Fotp: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Tularkan ‘virus’ pertanian organik

Om Nami, seorang yang bisa dibilang berhasil menggerakkan pertanian organik di kampung ini. Dia sudah beberapa tahun ikut mempengaruhi dan menggerakkan petani di beberapa kelurahan di Kota Ternate untuk kembangkan pertanian organik. Antara lain di Kelurahan Togafo dan Rua Ternate Barat.

Nami hanya memanfaatkan apa yang ada di alam ketimbang mendatangkan pupuk dan pestisida pabrik. Zat kimia itu, katanya, bisa mengancam tanah dan lingkungan hidup juga bisa masuk ke tanaman hingga bisa berpengaruh pada manusia yang mengonsumsinya.

“Hitung-hitung torang (kita) batanam (menanam) organik ini dapat memanfaatkan yang ada di alam juga membantu perbaikan tanah dan melindungi kesehatan manusia,” kata Nami.

Praktik ini, kata Nami, setidaknya upaya mendorong pertanian organik di lahan terbatas seperti di Pulau Ternate.

Awalnya, gerakan menanam organik ini dia lakukan sendiri. Lama kelamaan orang sekitar tertarik belajar dan ikut memanfaatkan apa yang ada di alam. Hasil tanam seperti buah, daun maupun batang, dia manfaatkan jadi pupuk dan pestisida.

Kini, Nami jadi salah satu pelatih pembuatan berbagai pupuk organik di Kota Ternate. Puluhan kelompok tani di Ternate dan Halmahera, sudah mengundang dia sebagai pelatih pertanian organik.

Saat ini, dia tak sendiri lagi mengelola lahan untuk pertanian organik. Bersama beberapa rekan di Kelurahan Loto, Ternate, dia membentuk kelompok dan mengelola lahan sekitar tiga hektar. Mereka tanam cabai rawit,cabai nona, tomat, mentimun, kangkung dan beberapa sayuran lain.

Nami cerita masa-masa ketika sendiri bangun pertanian organik di Ternate. Kala itu, hasil panen setelah cukup untuk keperluan sendiri dan keluarga, Kamil tawarkan dari kantor ke kantor. Terutama, kepada pegawai dan pejabat yang menyukai sayur-sayuran organik.

Belakangan tak hanya sayur mayur. Dia juga menanam cabai dan tomat. Cabai dia tanam sekitar 2.000 tanaman. Dari cabai saja, dalam tiga bulan ini penjualan mencapai Rp70 juta.

Panen sudah 21 kali sekali bisa sampai 80 kilogram kalau cabai sedang berbuah lebat. Biasa, dalam lima hari sekali panen. Kalau cabai hanya sedikit kadang hasil 20-50 kilogram. Untuk harga per kilogram Rp50.000.

“Sekarang ini kami menanam xcabai dan tomat, merupakan tanaman tiga bulanan.”

 

Kebun cabai organik siap panen, di Kota Ternate/ Mongabay Indonesia

 

Sebelumya, dia tanam sayur seperti bayam merah, petsai selada, coy selada, kangkung dan lain-lain sesuai kebutuhan konsumen. Akhir 2020, baru dengan tanaman tiga bulanan yakni tomat, cabai varietas laba dan lado.

Dia bilang, menanam tanaman tiga bulanan ini terbilang menguntungkan. Pasalnya, harga jual juga bertahan. Apalagi ukuran Kota Ternate, mereka tak perlu bawa sampai ke pasar.

Para pedagang pengumpul sudah turun langsung ke lahan untuk transaksi. Tanaman pun bisa panen berulang.

Kalau menamam sayuran hanya sekali panen dan harus kembali menanam.

Penyakit , katanya, kadang jadi kendala namun dengan pupuk dan pestisida organik tanaman relatif aman. “Saya hanya dapat serangan layu fusarium sedikit dan sudah bisa diatasi, Sejauh ini aman.”

Nami pakai pupuk organic buatan sendiri, tetapi kadang harus beli pabrikan karena masalah waktu dan tenaga.

“Di lahan saya ini butuh pupuk organik satu ton sampai lebih sementara jika dikerjakan sendiri proses pembuatan memberatkan. Kadang kami mengambil jalan tengah dengan pupuk organi buatan pabrik yang direkomendasikan instansi terkait.”

Untuk pupuk organik buatan sendiri itu namanya ‘super bokasi’ yang dihamburkan ke tanah setelah tutup dengan mulsa. Istirahat sepekan baru penanaman. Ada juga pupuk organik local, produksi di Ternate beranama MA 11 dibuat oleh Bank Indonesia.

Pupuk organik Kamil juga pakai kotoran ternak, air cucian beras, maupum air kelapa. Untuk pestisida atau pemberantas hama dan penyakit juga gunakan beberapa bagian tanaman. Misal, cabai ditambah bawang putih daun sirsak. Ada juga dengan tanaman daun mimba, gandum serta bori atau akar tuba.

“Pupuk dan pestisida organik buatan sendiri sangat efektif, tetapi keterbatasan tenaga kadang untuk memaksimalkan waktu dan tenaga pakai hasil pabrikan,” katanya.

Kebun Kamil satu hamparan dengan beberapa temannya yang tergabung dalam Kelompok Tani Kelurahan Loto.

Mereka berkebun di lahan Dinas Pertanian Kota Ternate. Warga menikmati hasil tanpa perlu bagi ke pemerintah.

“Lahan kami berikan pengelolaan kepada para petani. Hasilnya jadi milik mereka. Kami juga berikan dukungan sejumlah fasilitas dari air hingga bantuan bibit dan sarana produksi lain.Termasuk upaya membantu pemasaran,” kata Thamrin Marsaoly , Kepala Dinas Pertanian Kota Ternate Januari lalu.

 

Pepaya, juga ditanam secara organik di lahan perkebunan warga di Kota Ternate. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, kawasan ini akan dikembangakan dengan model urban farming. Mengingat terbatas di Kota Ternate dan sebagian besar warga memiliki kebiasan menanam dan mengelola tanaman tahunan. Di Ternate, terbilang cocok dikembangkan model pertanian organik ini, demi pemanfaatan lahan secara maksimal.

“Prinsipnya siapa mau menanam akan menikmati hasilnya. Jika mereka lakukan, pemerintah memberikan dukungan sepenuhnya demi kesejahteraan petani.”

Di lahan ini, sudah mulai dikunjungi berbagai pihak. Bahkan saat panen beberapa jenis hortikutura sempat dihadiri Dirjen Tanaman Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto.

Saat hadir dalam panen itu Kementan menyerahkan sejumlah bantuan saprodi bagi petani di Loto.

Kelurahan Loto, Kecamatan Ternate Barat adalah satu kelurahan di daerah rawan bencana Hunungapi Gamalama. Hutan dan tanah disini hampir setiap saat terguyur debu vulkanik. Debu gunung ini diyakini warga sangat menyuburkan tanah.

Karena itu, meskipun bertanam di lahan dengan samping kiri kanan perkebunan kelapa, cengkih pala serta durian, lahan terbilang sangat produktif. ”Lahan masih sangat subur mungkin juga karena pengaruh abu gunung.”

Apa yang dirintis Nami dan beberapa warga di Loto ini selain sebagai usaha berkebun organik dengan tanaman hortikultura,   juga ada rencana kembangkan agrowisata di Ternate.

Upaya ini didorong sebagai bentuk memanfaatkan lahan terbatas karena hampir semua diisi tanaman tahunan. Selain itu memanfaatkan pemandangan alam nan indah dari daerah puncak di Kecamatan Ternate Barat, Kota Ternate.

Selain menikmati pemandangan kebun organik, di sini juga bisa membeli dan memanen cabai, tomat maupun sayuran.

“Kita kolaborasi dengan instansi terkait membangun sarana pendukungnya. Kita juga sudah dijanjikan Kementan mendukung rencana pengembangan urban farming ini dengan pembiayaan.”

 

Kamil Ishak, warga Loto, Kota Ternate bertani dengan pola tanam organik sejak 2013 hingga kini. Di lahan pertanian Kamil tanam dominan tomat dan cabai.

 

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version