Mongabay.co.id

Upaya Pulihkan Hutan Mangrove Pulau Kecil di Sumenep

 

 

 

 

Puluhan relawan naik perahu dari Pelabuhan Tanjung, Kecamatan Saronggi, menuju Pulau Gili Raja, Desa Lombang, Kabupaten Sumenep, Madura, penghujung Desember lalu. Mereka membawa sekitar 5.000-an bibit mangrove.

Para relawan itu terdiri dari berbagai komunitas dan instansi dari Kelompok Masyarakat Pengawas Reng Paseser, Komunitas Peduli Mangrove Madura, dan SMPN II Saronggi. Mereka mau ke lokasi penanaman mangrove di Pantai Marron.

Di lokasi penanaman, ratusan siswa-siswi sudah berbaris. Pesisir Pantai Marron, alami abrasi parah. Di situ, ada pula orang-orang yang mengeruk pasir, memasukkan ke karung dan angkut dengan motor.

Maddiye, warga Desa Lombang bilang, orang-orang itu tak mengindahkan larangan agar tak mengambil pasir, kendati tempat itu sering didatangi aparat kepolisian.

Engghi, nikah reng cengkal, tekka’a tak ebegi paggun ekala” (itu orang-orang bandel, meskipun tidak diperbolehkan tetap saja diambil [pasir].” Bagian selatan dari pantai itu pun pasir sudah terkeruk, abrasi. Kalau ada tanaman pun roboh.

 

Baca juga: Hutan Mangrove Madura, Makin Terkikis

Anak-anak SD ini ikut menanam mangrove di Pantai Marron. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Bila air laut pasang, naik sampai sebagian halaman rumah dekat pantai. Kata, Maddiya, seandainya di pesisir itu ada tanaman mangrove, mungkin abrasi tak separah sekarang. Tak akan ada air laut masuk ke pekarangan rumah.

Desa Lombang, terletak di Pulau Gili Raja. Pulau ini terbagi jadi empat desa, yaitu Desa Lombang, Banbaru, Jate, dan Banmaleng. Di ujung timur pulau, Desa Lombang, sampai Pelabuhan Cang-Cang, terdapat tambak garam.

Menurut dia, tidak ada penanaman mangrove sejak tiga tahun lalu. Tanaman yang ada pun banyak rusak.

Berdasarkan data UPT PWH IX Sampang Wilayah Kerja Kabupaten Sumenep, pada 2017, luas hutan mangrove di Desa Lombang, Gili Genting, 20 hektar, 15 hektar rusak, dua hektar sedang dan tiga hektar dalam kondisi baik. Ada lima hektar tanah kering potensial.

Sebelum penanaman, siswa-siswa diberi penjelasan tentang cara menanam dan merawat mangrove dan berbagai manfaatnya, termasuk kaitan dengan perubahan iklim.

“Kami di sini belajar sekaligus melestarikan lingkungan,” kata Abbul Khair, ketua panitia sekaligus Kepala Sekolah SMPN 2 Gili Genting.

Siswa-siswi, guru dan relawan bersiap memulai penanaman. Aksi ini inisiatif tiga sekolah di Pulau Gili Raja, yakni, SMPN 2 Gili Genting, SDN Jate, dan SDN Banbaru 1.

Fadlillah, Koordinator Wilayah Sumenep Komunitas Peduli Mangrove Madura sekaligus Sekretaris Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Reng Paseser, dihubungi panitia untuk kerja sama tanam mangrove.

 

Baca juga: Aksi Endang Wahyurini Selamatkan Mangrove Madura

Kondisi hutan mangrove di Raja Gili. Foto: Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, dia observasi ke Pulau Gili Raja untuk mengetahui mangrove jenis apa yang cocok dan dimana lokasi tepat untuk ditanami. Kemudian, dia putuskan tanam jenis Rhizopora stilosa di Pantai Marron ini.

Dia membantu mencarikan bibit. Dari 10.000 bibit yang ditanam, 5.000 Fadel yang bawa. Sebagian diambil dari sekitar pulau yang berbentuk propagol.

Data 2017, UPT PWH IX Sampang Wilayah Kerja Sumenep, menyebutkan, hutan bakau di kabupaten ini 3.528,62 hektar dengan rincian 1.344,44 hektar dalam keadaan baik, 591,86 hektar kondisi sedang, dan 1.592,32 hektar rusak.

Zainur, Penyuluh Kehutanan Wilayah Kepulauan Sumenep, Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Sumenep, bilang, tutupan mangrove di Kepulauan Sumenep bermacam-macam.

Untuk pulau dengan pantai berbatu, tutupan mangrove kurang bagus, dan tak merata. Seperti di Pulau Sepudi, di bagian pesisir yang tidak bertutupan mangrove pakai tangkis laut buatan untuk menahan ombak.

“Kalau di Sepudi ini, di Kecamatan Nonggunong, setiap tahun pas musim barat seperti ini biasa tangkis laut hancur,” kata Zainur, Januari lalu.

Saat ombak besar, jembatan biasa sampai putus, seperti kejadian di Desa Sonok. “Itu karena kondisi berbatu dan tidak bisa ditanami.”

 

Seorang guru tengah mengajari siswa/i-nya menanam mangrove. Foto: Moh.Tamimi/Mongabay Indonesia

 

Berbeda dengan di Pulau Raas, dengan tutupan mangrove bagus. Di sana terdapat kesadaran masyarakat tak menebang mangrove, mereka jaga sekaligus memanfaatkannya.

Abrasi di Raas, katanya, sangat kecil dan masyarakat biasa mendapatkan kerang dan kepiting di sekitar hutan mangrove.

Demikian pula ke Kepulauan Kangean, tutupan mangrove bagus dan luas, kendati ada penebangan untuk bahan bangunan.

“Yang di Kangean itu, besarnya satu (kepiting) bisa sampai tiga kilogram,” kata Zainur.

Masyarakat kepulauan itu sudah mendapatkan manfaat langsung

dan tak langsung dari keberadaan hutan mangrove.

 

Jaga iklim

Endang Triwahyurini, Ketua Kelompok Peduli Mangrove Madura, bilang, hutan mangrove tiga sampai lima kali lebih tinggi dalam menyerap karbon daripada hutan terestrial dan tropis. Hutan mangrove begitu penting dalam menjaga iklim.

“Secara global, estimasi serapan mangrove pada ekosistem di dunia ini, setahu saya, rata-rata 1,03 ton karbon per hektar,” kata Dosen Prodi Agribisnis, Fakultas Perikanan, Universitas Islam Madura, ini.

 

Para relawan penanaman mangrove tengah memiliha propagol di atas perahu. Foto: Moh.Tamimi/Mongabay Indonesia

 

Mangrove, kata Tri, memiliki kemampuan menyerap banyak karbon dan mengunci sampai ribuan tahun dalam bumi sebagai biomassa.

“Jika terjadi perusakan mangrove, tidak hanya mangrove yang dirusak, ia melepaskakn karbon dalam jumlah besar.” Hal itu terjadi karena karbon yang terbenam dalam tanah juga terlepas, dan terurai.

Menurut Tri, hutan mangrove bisa menjadi sabuk pengaman dunia, sekitar 25% hutan mangrove dunia ada di Indonesia.

Karakteristik mangrove unik, mampu beradaptasi di rawa dan pantai, menjadi penjernih air laut atau sungai secara alami dan menetralisir zat-zat berbahaya di dalamnya. Masyarakat, katanya, harus diberitahu tahu informasi itu secara utuh.

Meski begitu, kata Tri, tak cukup hanya informasi, masyarakat perlu diajak menjaga juga memanfaatkan mangrove dengan baik.

“Jika mangrove rusak, keseimbangan iklim akan goyah,” katanya.

 

 

*****

Exit mobile version